kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.520.000   12.000   0,80%
  • USD/IDR 15.880   50,00   0,31%
  • IDX 7.196   54,65   0,77%
  • KOMPAS100 1.104   9,46   0,86%
  • LQ45 877   10,80   1,25%
  • ISSI 221   0,74   0,34%
  • IDX30 449   6,10   1,38%
  • IDXHIDIV20 540   5,33   1,00%
  • IDX80 127   1,26   1,00%
  • IDXV30 135   0,57   0,43%
  • IDXQ30 149   1,56   1,06%

Intip Nasib Beberapa Emiten yang Terancam Delisting Paksa


Jumat, 13 Oktober 2023 / 05:10 WIB
Intip Nasib Beberapa Emiten yang Terancam Delisting Paksa
ILUSTRASI. Intip Nasib Beberapa Emiten yang Terancaman Delisting Paksa


Reporter: Yuliana Hema | Editor: Noverius Laoli

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Beberapa perusahaan terancam ditendang dari Bursa Efek Indonesia (BEI). Penyebab utamanya karena emiten tersebut telah terkena suspensi berbulan-bulan lamanya. 

Sebagai contoh PT Onix Capital Indonesia Tbk (ONIX) yang sahamnya sudah di suspensi sejak 1 September 2020. Artinya, ONIX sudah gembok selama 38 bulan. 

Selain itu ada PT Jaya Bersama Indonesia Tbk (DUCK), PT Grand Kartech Tbk (KRAH), PT Steadfast Marine Tbk (KPAL) hingga PT Forza Land Indonesia Tbk (FORZ).

Baca Juga: Dapen Terjebak di Aset Saham

Emiten lain terancam delisting ada PT Leyand International Tbk (LAPD) yang transaksi sahamnya sudah dibekukan sejak 2 Juli 2020. Hingga Oktober ini, LAPD telah disuspensi 39 bulan. 

LAPD masih berupaya untuk tetap bisa bertahan menjadi perusahaan go public. Asal tahu saja, LAPD mendapatkan pantauan khusus karena tidak membukukan pendapatan sama sekali. 

Untuk bisa kembali pulih, LAPD telah mengakuisisi 60.333 saham atau setara dengan 51% saham PT Rusindo Eka Raya dari PT Indoraya Tunggal Pratama dan PT Rusco Logistik International. 

Sekretaris Perusahaan Leyand International Alie Budi Susanto menuturkan pengubahan bisnis dari penyewaan pembangkit listrik ke logistik sudah dilakukan. 

Baca Juga: Kekayaan Konglomerat Perusahaan Pengiriman Online yang Meledak Saat Pandemi Menyusut

"Right issue dibatalkan, tapi LAPD mendapat pinjaman dari pemegang saham pengendali untuk pengambil alih Rusindo," jelas Alie saat dihubungi Kontan, Kamis (12/10).  

Leyand mendapatkan pinjaman dari Leo Andyanto selaku pengendali LAPD sebesar Rp 40 miliar dan PT Intiputera Bumitirta senilai Rp 18 miliar. Dus, LAPD memperoleh Rp 59 miliar.  

Upaya LAPD mulai menemukan titik terang. Alie bercerita Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan BEI sudah mengunjungi kantor Leyand dan Rusindo Eka Raya.

"Secara informal OJK dan BEI juga mengatakan ada kemungkinan untuk suspensi saham dibuka kembali. Namun masih menunggu laporan keuangan per 30 September 2023," kata Alie. 

Namun Leyand adalah satu dari sekian kasus perusahaan yang memiliki cerita cukup cerah. Beda hal dengan PT Sinergi Megah Internusa Tbk (NUSA). 

KONTAN telah menghubungi Iwandono Direktur Utama Sinergi Megah Internusa. Namun dia menyatakan sudah mengundurkan diri dari kursi direksi.  

Baca Juga: Fenomena, Leonid Mikhelson (3): Tetap Ekspansif Meski Bisnis Terhambat Sanksi

Memang dalam pengumuman bursa teranyar, nama Iwandono masih tercantum. Dia mengaku ada kendala internal soal kursi jabatannya sebagai direksi. 

Saat ini, Sinergi Megah Internusa diurus oleh Andrianto Kasigit yang tercatat sebagai direktur. Hingga tulisan ini terbit, Andrianto Kasigit tidak memberikan respons.

Lain hal dengan ONIX yang masih menutup diri. Mauritius Ray, Direktur Onix Capital mengatakan pihaknya belum bisa memberikan informasi apapun soal rencana untuk go private atau tetap go public.

"Kami belum dapat memberikan informasi apapun sementara ini, akan diumumkan nanti di keterbukaan informasi lebih lanjut," Ray. 

Regulasi Masih Digodok

Adapun para regulator, termasuk OJK tengah berupaya untuk merevisi aturan terbaru soal pembelian kembali atau buyback saham yang akan delisting dari BEI. 

OJK berencana untuk menyempurnakan POJK Nomor 30/POJK.04/2017. Pada 24 Januari 2023, OJK juga telah menerbitkan Rancangan Peraturan atau RPOJK tentang buyback saham itu.  

Baca Juga: SRIL Berharap EBITDA Mulai Positif Tahun Ini

Dalam POJK Nomor 30/POJK.04/2017 di Pasal 8 tertuang bagi pelaksanaan buyback wajib diselesaikan paling lama 18 bulan setelah tanggal persetujuan Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS). 

Sementara dalam RPOJK ada revisi di Pasal 8. Nantinya, pelaksanaan buyback wajib diselesaikan paling lama 12 bulan setelah tanggal RUPS. Artinya lebih cepat enam bulan dari aturan sebelumnya.

Kepala Departemen Pengaturan dan Pengembangan Pasar Modal Antonius Hari menjelaskan peraturannya sudah lengkap, tetapi memang agak terlambat karena reorganisasi di tubuh OJK. 

Baca Juga: SRIL Berharap EBITDA Mulai Positif Tahun Ini

"Saat ini masih banyak antriannya peraturan lainnya yang harus dikeluarkan, yang jelas peraturannya pasti jadi," jelasnya saat ditemui Kontan di Gedung Bursa Efek Indonesia belum lama ini. 

Antonius mengatakan dengan beleid ini diharapkan akan memperlancar proses delisting. Dia bilang ada jalan keluar bagi emiten yang sudah tidak menjalankan going concern delisting.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
Working with GenAI : Promising Use Cases HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective

[X]
×