Reporter: Vendy Yhulia Susanto | Editor: Noverius Laoli
Meski begitu, Tristan menyebut, kekuatan daya beli masyarakat masih menjadi masalah utama sektor properti. Liza juga melihat harga tanah yang tinggi dan likuiditas yang ketat menjadi hambatan utama permintaan pasar.
Selain faktor tersebut, Investment Analyst Infovesta Kapital Advisori, Ekky Topan menjelaskan, tantangan lain yang juga cukup signifikan adalah tingginya biaya konstruksi dan material, yang dapat menekan margin pengembang.
Di saat yang sama, meskipun suku bunga acuan sudah relatif stabil, bank-bank masih cukup selektif dalam menyalurkan kredit untuk sektor properti. Khususnya di proyek-proyek komersial dan high-rise.
Baca Juga: Intip Rekomendasi Saham dan Prospek Emiten Properti yang Baru Tebar Dividen
Ketidakpastian arah kebijakan fiskal pasca transisi pemerintahan juga menjadi perhatian. Karena berpotensi mempengaruhi kelanjutan insentif dan proyek infrastruktur yang menopang sektor properti.
“Arah kebijakan tata ruang dan infrastruktur dari pemerintahan baru juga akan turut memengaruhi sentimen investor dan konsumen,” terang Ekky kepada Kontan, Jumat (1/8).
Tristan, Liza, dan Ekky menilai sentimen suku bunga Bank Indonesia merupakan salah satu hal yang perlu terus dicermati untuk melihat prospek sektor properti ke depan.
Baca Juga: Dividen Emiten Properti Landai, Simak Prospek dan Rekomendasi Sahamnya
Tristan merekomendasikan buy on weakness PWON dan SMRA dengan target harga masing – masing Rp 368 hingga Rp 370 per saham dan Rp 428 - Rp 430 per saham.
Liza merekomendasikan speculative buy CTRA, PWON, dan BSDE dengan target harga masing – masing Rp 970 – Rp 1.000 per saham, Rp 375 per saham, dan Rp 860 per saham. Sementara Ekky merekomendasikan buy SMRA dengan target harga Rp 500 per saham.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News