Reporter: Rashif Usman | Editor: Avanty Nurdiana
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Rencana kembalinya kebijakan quantitative easing (QE) oleh bank sentral Amerika Serikat (AS) pada tahun 2026 berpotensi menjadi katalis kuat bagi pergerakan pasar saham global.
Pengamat Pasar Modal Reydi Octa mengatakan apabila kebijakan ini benar-benar diterapkan, aset berisiko seperti saham diperkirakan mendapat angin segar.
Kebijakan QE akan mengubah perilaku investor, karena perbankan dan institusi akan memegang dana lebih hasil dari suntikan Bank sentral melalui obligasi, "Sehingga dana tersebut harus ditempatkan di instrumen yang memberikan imbal hasil yang biasanya lari ke saham," kata Reydi kepada Kontan, Jumat (19/12/2025).
Baca Juga: IHSG Terkoreksi 0,59% Sepekan, Simak Review Pergerakannya
Namun demikian, penguatan tidak akan terjadi secara merata. Saham-saham dengan fundamental kuat dan likuiditas besar, yang lazim menjadi sasaran akumulasi investor asing.
Pengalaman masa lalu menunjukkan dampak QE terhadap pasar saham tidak bersifat jangka pendek. Pasca krisis keuangan global 2008, kebijakan QE memberikan dorongan signifikan bagi indeks saham dunia yang mencatatkan tren kenaikan selama bertahun-tahun. Lonjakan tersebut ditopang oleh derasnya aliran dana global yang mencari imbal hasil lebih tinggi di tengah suku bunga rendah.
Meski begitu, kondisi saat ini memiliki perbedaan mendasar dibandingkan periode pasca krisis 2008. Saat itu, QE dilakukan setelah pasar saham mengalami kejatuhan tajam sehingga valuasi berada di level sangat murah.
Sementara pada tahun 2026, pasar tidak berada dalam kondisi krisis serupa. Oleh karena itu, meskipun dampak QE diperkirakan tetap positif, pengaruhnya terhadap pasar saham kemungkinan tidak akan signifikan seperti setelah krisis global 2008.
Bagi pasar saham domestik, khususnya Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG), kebijakan QE dari AS berpotensi memicu kembali arus dana asing ke pasar negara berkembang, termasuk Indonesia. Syarat utamanya adalah terjaganya stabilitas makroekonomi.
Baca Juga: Finex Menandai Ulang Tahunnya yang ke-13 dengan Gala Dinner
"Saham yang paling berpotensi terpapar sentimen ini adalah perbankan besar karena likuiditas besarnya yang biasa menjadi incaran asing," ujar Reydi.
Selain itu, sektor-sektor yang sensitif terhadap pertumbuhan ekonomi dan penurunan suku bunga, seperti konsumer dan infrastruktur, juga berpotensi mencatatkan kinerja positif. Tak ketinggalan, saham-saham komoditas turut berpeluang mendapatkan sentimen tambahan.
Founder sekaligus Chief Marketing Officer & Partner Jarvis Asset Management, Kartika Sutandi atau Tjoe Ay menilai kebijakan QE berdampak positif bagi pasar global. Namun, efeknya terhadap pasar domestik sangat bergantung pada arah kebijakan pemerintah.
Menurut dia meskipun kondisi global tengah kondusif, pasar dalam negeri tetap berisiko tertekan apabila pemerintah menerapkan regulasi yang kurang tepat, seperti kebijakan tarif atau pajak yang tidak sejalan dengan dinamika pasar.
"Secara global harusnya oke, tinggal domestik kita bisa engga menangkap global flow. Saya lebih takut pemerintah kita blunder bikin peraturan aneh," ujar Tjoe Ay kepada Kontan, Jumat (19/12/2025).
Di luar itu, Tjoe Ay juga menilai pergerakan harga emas masih berpeluang melanjutkan tren kenaikan pada tahun depan.
Selanjutnya: OJK Bentuk Direktorat Pengawasan Perbankan Digital Mulai 2026
Menarik Dibaca: Hasil BWF World Tour Finals 2025, 1 Wakil Indonesia Menembus Babak Semifinal
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News













