Reporter: Ika Puspitasari | Editor: Tendi Mahadi
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Bursa Efek Indonesia (BEI) terus melanjutkan bersih-bersih terhadap emiten yang bermasalah. Pada awal tahun ini, BEI telah menghapus pencatatan saham PT Borneo Lumbung Energi & Metal Tbk (BORN) tepatnya pada Senin (20/1).
BORN menjadi saham pertama yang dihapus pencatatannya dari bursa pada 2020. Sebelumnya, BEI telah mengumumkan potensi delisting emiten yang bergerak di bidang pertambangan terintegrasi ini pada 6 Desember 2019 lalu.
Baca Juga: MD Pictures (FILM) fokus produksi hingga 12 judul film tahun ini
Selanjutnya, BEI bakal menghapus pencatatan saham PT Leo Investments Tbk (ITTG) pada Kamis (23/1). BEI delisting paksa saham ITTG lantaran saham ini sudah lebih dari dua tahun disuspensi.
Saham ITTG terakhir ditransaksikan di pasar reguler pada 30 April 2016 dengan harga Rp 82 per saham. Saat penawaran saham perdana atau initial public offering (IPO) pada November 2001, harga perdana saham ITTG sebesar Rp 150 per saham.
Adapun, perdagangan saham ITTG di pasar negosiasi masih dibuka hingga hari ini. Per 31 Desember 2019, jumlah saham publik ITTG sebanyak 338,59 juta saham atau setara 24,55%.
PT Evergreen Invesco Tbk (GREN) juga masuk daftar emiten yang berpotensi di-delisting dari bursa. Jumlah saham milik masyarakat sebesar 1,90 miliar saham atau 40,52%. Terakhir ditransaksikan, harga saham GREN sebesar 328 per saham. Saham GREN telah disuspensi perdagangannya sejak 19 Juni 2017 silam.
Baca Juga: Kresna Graha Investama (KREN) berencana bentuk joint venture dengan perusahaan China
Kemudian, PT Cakra Mineral Tbk (CKRA) pun memiliki potensi untuk didepak dari bursa efek Indonesia. Saat ini jumlah kepemilikan publik sebanyak 415,52 juta atau setara 8,114%. BEI telah menghentikan perdagangan saham CKRA dari 5 Juni 2018.
Terakhir, PT Polaris Investama Tbk (PLAS) turut bergabung dalam daftar saham yang berpotensi di-delisting. Jumlah kepemilikan publik atas perusahaan ini sebesar 84,44% atau setara dengan 999,94 juta saham.
Sementara itu, sepanjang tahun lalu BEI telah menghapus pencatatan saham dari 6 emiten atau lebih banyak dari 2018 dengan jumlah 4 emiten. Analis menilai penghapusan saham dari pencatatan bursa merupakan salah satu risiko di pasar modal.
Baca Juga: Tarif BPJS naik, Itama Ranoraya (IRRA) belum merevisi target pendapatan
Analis Binaartha Sekuritas Muhammad Nafan Aji Gusta mengatakan, investor yang sudah kadung nyangkut pada saham-saham tersebut masih memiliki kesempatan untuk memperdagangkan saham di pasar negosiasi. Walau begitu, potensi penyerapan saham-saham yang diperdagangkan pasar negosiasi ini terbilang kecil.
Yang pasti, ia menganjurkan supaya investor lebih hati-hati dalam memilih saham yang akan dibeli. Kedua, investor juga bisa menghindari saham-saham dengan tingkat likuiditas yang rendah.
Kemudian, investor harus memahami kondisi fundamental dan prospek dalam jangka panjangnya. Ia juga merekomendasikan investor untuk membeli saham-saham unggulan atau blue chips. “Saham-saham seperti GGRM, UNTR, mereka (investor) tidak perlu khawatir karena dari likuiditas juga tinggi,” ujarnya pada Kontan, Rabu (22/1).
Hal senada juga disampaikan oleh Analis MNC Sekuritas Jessica Sukimaja. Sebelum nyangkut ke saham-saham yang berpotensi delisting, ia menghimbau agar investor lebih memahami bahwa dalam berinvestasi khususnya investasi saham memang memiliki risiko.
Baca Juga: Dirut dan pengendali jual 30% saham Indonesia Fibreboard (IFII)
Oleh sebab itu, sambungnya, investor harus lebih cermat dalam memilih saham yang ingin dibeli. “Bisa dilihat dari kondisi atau kinerja perusahaannya yang dapat dilihat melalui laporan keuangan perusahaan tersebut,” katanya.
Ia menambahkan, investor juga bisa memantau saham-saham bermasalah melalui papan informasi dan notasi yang telah disediakan oleh BEI.
Pasalnya, meski investor mempunyai kesempatan menjual saham di pasar nego, akan tetapi tak menjamin bakal terserap seluruhnya. Kalaupun ada yang tertarik membeli, biasanya harga saham ini bakal terjun bebas.
“Untuk besaran potensi dibeli investor lain itu tergantung dengan kondisi perusahaannya juga. Apakah perusahaan masih bisa survive atau enggak, kalau mungkin masih bisa survive ada potensi investor lain mau beli,” paparnya.
Baca Juga: BEI akan delisting saham Leo Investments (ITTG) Kamis (23/1) besok
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News