Reporter: Pulina Nityakanti | Editor: Putri Werdiningsih
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) ambles 3,40% atau turun 248,47 poin ke 7.059,65 pada akhir perdagangan di Bursa Efek Indonesia (BEI), Senin (5/8). Tumbangnya IHSG di awal pekan ini beriringan dengan penurunan tajam bursa saham Asia.
Seluruh indeks sektoral merosot bersama dengan IHSG. Sektor energi ambruk 4,94%. Sektor barang baku terjun 4,69%. Sektor transportasi dan logistik anjlok 4,23%. Sektor perindustrian merosot 3,73%. Sektor infrastruktur terpangkas 3,15%.
Lalu, sektor properti dan real estate terjerembap 3,05%. Sektor teknologi ambruk 2,92%. Sektor keuangan melorot 2,69%. Sektor barang konsumsi nonprimer turun 2,47%. Sektor barang konsumsi primer tergerus 1,77%. Sektor kesehatan turun 0,72%.
Analis MNC Sekuritas Herditya Wicaksana melihat, koreksi dari IHSG hari ini sejalan dengan pergerakan mayoritas pergerakan bursa Asia yang juga turun tajam.
“Di sisi lain, diperkirakan terdapat sell-off menyusul kekhawatiran potensi resesi di Amerika Serikat (AS) setelah data penganggurannya meningkat menjadi 4,3% secara tahunan alias year on year (YoY),” ujarnya kepada Kontan, Senin (5/8).
Untuk besok, Herditya memperkirakan pergerakan IHSG berpeluang menguat terbatas dengan support 6.968 dan resistance 7.136.
“Kami perkirakan, akan terdapat technical rebound dahulu, sembari investor menanti akan ada rilis dara neraca perdagangan AS,” paparnya.
Herditya pun menyarankan investor untuk mencermati BBRI, INDF, dan BRIS pada perdagangan besok. Target harga masing-masing adalah Rp 4.750 – Rp 4.980 per saham, Rp 6.125 – Rp 6.250 per saham, dan Rp 2.510 – Rp 2.580 per saham.
Research Analyst Phintraco Sekuritas, Nurwachidah melihat, pelemahan IHSG hari ini adalah dampak dari panic selling investor dalam merespons isu-isu eksternal.
Pertama, kekhawatiran resesi ekonomi AS setelah kenaikan tingkat pengangguran ke 4,3% di Juli 2024.
Kedua, keputusan Bank of Japan (BoJ) untuk menaikan suku bunga acuan ke 0,25% yang memicu aksi sell-off pada saham-saham di Jepang pada Jumat (2/8) dan Senin (5/8). Kenaikan suku bunga acuan BoJ memicu penguatan signifikan nilai tukar Yen
“Kondisi ini merugikan mayoritas emiten di Jepang yang berorientasi ekspor atau trading, beserta investor yang memanfaatkan stabilitas kebijakan moneter BoJ selama ini sebagai bagian dari strategi investasinya,” ujarnya kepada Kontan, Senin (5/8).
Ketiga, kekhawatiran eskalasi konflik geopolitik Timur Tengah yang dapat memicu full-scale war.
Nurwachidah melihat, kondisi-kondisi di atas menyebabkan kepanikan di pasar modal Indonesia yang terindikasi dari pelemahan IHSG yang sempat mencapai 4,2% di sesi II perdagangan hari ini.
Padahal, data ekonomi domestik terbaru relatif solid. Realisasi pertumbuhan ekonomi berada di 5,05% yoy di kuartal II, lebih tinggi dari ekspektasi di 5% yoy.
Selain itu, eskalasi konflik sejauh ini justru memicu kenaikan harga batubara yang relatif menguntungkan bagi Indonesia.
“Selama harga minyak masih berfluktuasi di kisaran US$ 80 per barel, belum ada dampak negatif langsung ke Indonesia,” paparnya.
Oleh sebab itu, Nurwachidah masih melihat peluang technical rebound IHSG ke kisaran 7.100 – 7.120 pada perdagangan Selasa (6/8) besok. Tepatnya, support ada di level 7.000 dan resistance di 7.120, dengan pivot 7.050.
Alasanya, data domestik Indonesia yang masih solid, meskipun kondisi ekonomi global sedang bergejolak.
“Saham-saham yang dapat diperhatikan fokus pada saham defensif, di antaranya MYOR, AMRT, MAPI, INDF dan KLBF,” katanya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News