Reporter: Nadya Zahira | Editor: Wahyu T.Rahmawati
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Nilai tukar rupiah melemah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) pada perdagangan Senin (10/6). Mengutip Bloomberg, rupiah di pasar spot ditutup turun 0,54% ke posisi Rp 16.283 per dolar AS.
Sedangkan di Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (Jisdor) Bank Indonesia (BI), kurs rupiah juga melemah 0,44% ke level Rp 16.290 per dolar AS.
Direktur Laba Forexindo Berjangka Ibrahim Assuaibi menyampaikan, pasar fokus pada pertemuan The Fed mendatang, dengan keputusan suku bunga yang akan dirilis pada Rabu (12/6). Bank sentral diperkirakan akan mempertahankan suku bunga tetap stabil.
“Namun isyarat apa pun mengenai kebijakan di masa depan akan diawasi dengan ketat, terutama setelah tanda-tanda ketahanan inflasi AS, dan pasar tenaga kerja AS baru-baru ini,” kata Ibrahim dalam riset harian, Senin (10/6).
Baca Juga: Indeks Dolar Menguat, Mata Uang Ini Tetap Menarik Dicermati
Ibrahim mengatakan, sejumlah pejabat The Fed telah memperingatkan bahwa bank sentral akan mempertahankan suku bunga tinggi lebih lama dalam menghadapi inflasi yang tinggi, dan kekuatan pasar tenaga kerja. Data nonfarm payrolls yang kuat pada Jumat (7/6), memperkuat gagasan ini.
“Sebelum keputusan The Fed pada Rabu, data inflasi indeks harga konsumen utama juga tersedia pada minggu ini, dan diperkirakan menunjukkan inflasi tetap jauh di atas target tahunan sebesar 2% pada bulan Mei,” kata Ibrahim.
Di sisi lain, dia menyebutkan bahwa utang jatuh tempo pemerintah Indonesia pada tahun 2025 akan mencapai Rp 800,33 triliun. Menurutnya, meskipun utang pemerintah jatuh tempo yang cukup besar kerap menimbulkan pertanyaan dan kekhawatiran, namun utang tersebut tetap dalam koridor aman dengan beberapa catatan.
“Misalnya, asalkan negara tetap kredibel, persepsi terhadap APBN baik, serta kebijakan fiskal ekonomi hingga politik tetap stabil,” imbuhnya.
Sebelumnya, Kementerian Keuangan mencatat utang pemerintah yang jatuh tempo pada 2025 sebesar Rp 800,33 triliun. Jumlah ini terdiri atas Surat Berharga Negara (SBN) jatuh tempo senilai Rp 705,5 triliun dan pinjaman jatuh tempo sebesar Rp 94,83 triliun.
Baca Juga: Kompak, Rupiah Jisdor Melemah 0,44% ke Rp 16.290 Per Dolar AS Pada Senin (10/6)
Selaras dengan hal ini, Research & Education Coordinator Valbury Asia Futures Nanang Wahyudin menjelaskan, rupiah melemah sejak akhir pekan lalu, Jumat (7/6) pasca data nonfarm payrolls Amerika Serikat mencatat angka tinggi melampaui prediksi pasar.
Nanang menilai, pasar tenaga kerja AS yang kuat semakin mengikis peluang bagi pelonggaran moneter oleh Federal Reserve (The Fed) yang diharapkan oleh pasar saat ini.
Lebih lanjut, Nanang mengatakan bahwa rupiah tercatat terperosok melemah terdalam sepanjang masa pada saat krisis ekonomi akibat pandemi Covid-19 pecah pada 2020 silam di Rp 16.575 per dolar. Namun, level pelemahan rupiah hari ini adalah yang terlemah sejak April 2020.
“Secara teknikal, rupiah sudah menjebol level support terkuat dan sebentar lagi bisa menjebol Rp 16.300 per dolar, level psikologis terlemah baru,” kata dia kepada Kontan.co.id, Senin (10/6).
Di sisi lain, Nanang menuturkan, sentimen lainnya yang menyebabkan rupiah melemah pada Senin (10/6), karena Amerika telah melaporkan data terbaru tingkat pengangguran dan penambahan lapangan kerja pada Mei yang mengejutkan pasar dan memantik aksi jual besar-besaran hingga yield atau imbal hasil Treasury, surat utang AS, melompat double digit.
Baca Juga: Risiko Kenaikan BI Rate Meningkat Saat Pemangkasan Suku Bunga The Fed Diramal Mundur
Tingkat pengangguran AS pada Mei naik menyentuh 4%, melampaui ekspektasi pasar yang memperkirakan angkanya masih akan stabil di 3,9%, sama dengan bulan sebelumnya. Sementara penambahan lapangan kerja jauh melampaui prediksi pasar yang hanya memperkirakan penambahan 180.000 lapangan kerja. Faktanya, pada Mei lalu, lapangan kerja di AS bertambah 272.000 pekerjaan.
Sementara pendapatan rata-rata per jam pekerja di AS naik 0,4% dari April dan secara tahunan naik 4,1%.
Data-data ketenagakerjaan AS yang mengejutkan itu tak ayal pasar semakin gugup memasuki pekan ini, ketika Federal Reserve (The Fed) akan menggelar pertemuan Komite Terbuka (FOMC) dan mengumumkan hasilnya pada Kamis nanti.
Nanang melihat bahwa pasar sejauh ini sudah menghapus ekspektasi penurunan bunga The Fed, Fed Fund Rate (FFR) bulan ini. Sementara harapan penurunan pada September-November dan Desember turut pupus dengan probabilitas di bawah 50%.
“Pasar pun pekan ini, selain FOMC meeting, juga menantikan angka inflasi terbaru dari Amerika, apakah akan ada perlambatan dari 3,4%,” kata Nanang.
Dengan faktor-faktor tersebut, Nanang pun memproyeksikan bahwa rupiah akan berada dalam rentang harga Rp 16.220 per dolar AS-Rp 16.355 per dolar AS, pada perdagangan Selasa (11/6).
Sedangkan Ibrahim, memproyeksikan mata uang rupiah akan bergerak fluktuatif namun ditutup melemah di rentang Rp 16.270 per dolar AS-Rp16.330 per dolar AS pada perdagangan besok, Selasa (11/6).
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News