kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45907,02   3,68   0.41%
  • EMAS1.310.000 -0,23%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

IHSG akan tetap di kisaran 6.000-6.100, investor bisa apa?


Kamis, 23 September 2021 / 21:43 WIB
IHSG akan tetap di kisaran 6.000-6.100, investor bisa apa?
ILUSTRASI. ANALISIS - Roy Sembel, Dekan IPMI Business School


Reporter: Djumyati Partawidjaja | Editor: Djumyati P.

KONTAN.CO.ID - JAKARTA Apa pun yang terjadi, beberapa bulan terakhir ini IHSG tidak lepas dari kisaran 6.000 dan 6.100. Saham-saham yang menjadi pendorong IHSG pun bukan saham blue chip yang biasanya jadi andalan. Apa saja yang membuat saham-saham kecil ini melejit tinggi? Apa sebaiknya yang dilakukan para investor?

Berikut ini analisis dari Roy Sembel Profesor for Finance and Investment di IPMI International Business School

Kalau kita melihat IHSG sekarang ini pergerakannya sepertinya di situ-situ saja. Apa saja yang menjadi penyebab fenomena ini?

Jadi kalau kita lihat ini ketidakpastian Covid-nya yang penting juga. Karena up and down up and down, tadinya sudah optimis pesimis lagi. Tadinya mau recover tahu-tahu ada gelombang keduanya. Itu masih berbekas di investor yang jangka panjangnya. Jadi kita mulai melihat bagaimana ini. Mulai menghitung ulang dalam jangka panjangnya dampak jangka panjang dari covid ini seperti apa sebenarnya.

Di tengah bertambahnya ketidakpastian, tentu cost of capital-nya ada premi risikonya bertambah. Itu yang menyebabkan valuasinya tertekan ya.

Karena akan ada banyak perubahan dari segi cara berbisnisnya, frekuensi bisnisnya juga, kemudian transaksi yang akan terjadi. Seperti itu akan dihitung ulang, untuk perusahaan-perusahaan yang besar. Karena perusahaan-perusahaan yang besar yang blue chip-nya ini menunjukkan jangka panjang dan sedang berbenah. Sedang mulai transformasi dari cara berbisnis lama ke cara berbisnis baru. Tapi dalam prosesnya pasti kan ada masa belajarnya dan masa transisinya. Itu akan makan value-nya dari yang lama. Yang tadinya value lamanya itu sekian, tapi begitu dari situasi yang baru kan mulainya dari agak bawah sedikit. 

Ketidakpastian bertambah lagi. Di tengah bertambahnya ketidakpastian, tentu cost of capital-nya ada premi risikonya bertambah. Itu yang menyebabkan valuasinya tertekan ya.

Sementara kalau saham-saham kecilnya itu kebanyakan kan ritel investor kan. Ritel investor itu berpikirnya jangka pendek. Makanya banyak yang mondar-mandir, up and down, up and down, cenderungnya begitu. Itu jadi kita ada dari sisi behavioral economic-nya jalan ya. Investor jangka panjang jadi lebih hati-hati, sementara investor jangka pendek jadi agresif.

 Dia masuknya karena ada rekomendasi teman, begitu masuk langsung masuk semua. Jadi seolah-olah ini bakal jadi bagus.

Nah sesuai dalam penelitian di bidang finance, makanya katanya investor jangka pendek cenderung bandulnya itu bergerak kiri kanannya itu begitu cepat karena optimis. Suka banyak ikut-ikutan. Nah zaman sekarang ini karena ada yang banyak yang baru masuk, kalau kita lihat dalam 1-2 tahun terakhir total investor yang masuk di pasar saham kan masuknya banyak sekali.

Jadi masih banyak yang belum belajar dari pengalaman. Pengalamannya masih sedikit, sehingga yang baru-baru begitu. Dia masuknya karena ada rekomendasi teman, begitu masuk langsung masuk semua. Jadi seolah-olah ini bakal jadi bagus.

Tapi ternyata investor jangka panjangnya sudah lebih melihat dan lebih berhati-hati ya. Mereka justru menyesuaikan dulu appetite-nya mereka wait and see, lihat situasi perkembangannya, sehingga ke depannya nanti mereka kalau sudah lebih ada kepastian.  

Tapi ada good news-nya kan sebenarnya. Kalau kita lihat grafiknya pandemiknya di Indonesia kan sudah mulai turun. Sudah di bawah 10 ribu lagi sekarang kan, tadinya kan tertinggi sampai pernah dekat ke 60 ribuan kan waktu itu. Jadi dari sini dia investor mulai melihat lagi bagaimana ekonominya bisa terkendali atau tidak.

Contoh misalnya saham-saham perbankan kelihatannya kan bagus-bagus di luarnya tapi kan di dalamnya Loan at Risk-nya kan banyak.

Saya pikir nanti kalau ekonominya mulai terkendali maka akan mulai masuk lagi. Nah yang mulai masuknya ini yang jangka panjang. Sementara yang jangka pendeknya tetap ada. Sementara ini yang mondar-mandir yang bikin dari 6.000-6.100 jangka pendek banyaknya. Jangka panjang kan waktu itu pelan-pelan sudah keluar dari market dulu, karena mereka tarik napas dulu untuk re-alokasi portofolionya mereka. Melihat mana perusahaan yang tahan banting mana perusahaan yang sementara laporan keuangan kelihatannya bagus tapi di dalamnya masih ada potensi untuk terganggunya.

 

Contoh misalnya saham-saham perbankan kelihatannya kan bagus-bagus di luarnya tapi kan di dalamnya Loan at Risk-nya kan banyak. Dengan LAR banyak, tadinya perusahaan blue chip-blue chip investornya mulai berpikir lagi, o ya kalau mendadak LAR-nya terealisasi karena satu dan lain hal berarti kan kita harus menyesuaikan diri juga.

Kemudian juga saham seperti Unilever yang tadinya blue chip banget. Mereka banyak terkena waktu terjadi pandemik, pada waktu lockdown itu, karena banyak transaksi yang enggak bisa jalan ya. Sehingga pemasarannya juga jelas terkena, sehingga kinerjanya tertekan. Sebelumnya kan high expectation tinggi untuk saham-saham blue chip-nya. Tapi dengan adanya perubahan ini maka ada penyesuaian.

 

Setelah ada penyesuaian kan tentu lebih sehat kan. Mundur 1-2 langkah untuk majunya 10 langkah lebih ke depannya. Jadi begitu pandemiknya ini semakin ada kepastiannya, maka harapannya sudah bisa tembus sampai 7.000-an dalam tempo 1 tahun ke depan.

Dan ada kabar baik lagi kan ternyata ekspornya kita mencatat rekor tertinggi sepanjang sejarah.  Sampai dengan bulan kemarin ya, itu rekor tertinggi dan juga bukan Cuma rekor tinggi tapi juga surplus juga bagus. Surplus ekspor-impornya juga bagus.

Jadi pertumbuhan ekonomi akan menjadi  rendah. Enggak mungkin 7%-an lagi. Kemungkinan ke sekitar 5%

Selain itu, investor pasti akan lihat kuartal ke-3 ini pertumbuhan tidak akan setinggi kuartal ke-2 pasti. Kuartal ke-2 itu kan dari low base-nya kuartal ke-2 tahun lalu. Sementara ini kuartal ke-3 tahun lalu itu enggak terlalu rendah. Jadi base-nya enggak serendah kuartal ke-2 tahun lalu. Jadi pertumbuhan ekonomi akan menjadi  rendah. Enggak mungkin 7%-an lagi. Kemungkinan ke sekitar 5%, kalau sampai ke 5%-an saja sudah bagus.

Kalau orang jangka panjang melihatnya makro. Sementara kalau yang investor jangka pendek kan cuma in out, berdasarkan bisikan kiri kanan saja kan. Kalau yang baru yang beberapa ratus ribu yang masuk ke dalam berapa bulan terakhir, nah akhirnya itu kan yang menyebabkan naik turun, naik turun. Begitu ada IPO yang seru dia naik, tapi turun. Jangan kayak begitu deh.

Jadi saham-saham apa saja yang menarik untuk kita koleksi sekarang?

Ya saham-saham kayak Unilever dan konsumer yang bisnisnya sudah terbuka lagi, ada kayak restoran sudah mulai dibuka. Itu pasti akan menyebabkan sisi positifnya jalan. Kalau sebelumnya sudah disesuaikan menyesuaikan banyak, sekarang tarik napas lihat ke depannya sudah bisa menyesuaikan diri, bisa naiknya bagus.

Dan juga perbankan setelah masalah loan at risk-nya dalam 1 tahun ke depan selesai, tidak secepat itu akan selesai sih. Tapi paling tidak kita tunggu 1 tahun ke depan, nah kalau itu sudah beres, kayak tahun 1998-1999. Itu perbankan yang bagus-bagusnya itu, begitu selesai krisis naik sahamnya itu kencang banget.

Yang tadinya rugi karena kebanyakan bayar bunganya, pelan-pelan bisa kembali untung

Kemudian ada sektor infrastruktur. Infrastruktur yang tadinya terbeban juga dengan beban debt to equity ratio, atau debt ratio-nya relatif tinggi, begitu sudah masuk injeksi duit dari pemerintah dan proyeknya jalan ya harapannya jalan, maka itu kan ada risk factoring dari capital structure-nya jadi jauh lebih menarik lagi.

Yang tadinya rugi karena kebanyakan bayar bunganya, pelan-pelan bisa kembali untung. Dan juga proyek-proyek yang tertunda, itu kan mulai jalan lagi nanti ke depannya. Dengan mulai jalan ke depannya lagi yang sudah tertunda 1 tahun berarti kan orderannya numpuk. Menumpuk untuk segera dijalankan, itu berarti kabar baik juga.

Bagaimana dengan saham di sektor komoditi?

Komoditi memang sedang naik semua. Batubara sedang naik. Ekonomi Indonesia banyak tertolong juga karena komoditi ini. Di tahun 2008 dan 2000 kita naik dan survive-nya karena komoditi juga. Sekarang harga komoditi sedang naik, jadi ini salah satu berita baik untuk perekonomian kita juga.

Kalau untuk saham-saham perusahaan startup bagaimana?

Kalau untuk saham-saham seperti itu, investor masih berpikir-pikir. Karena itu kan sebenarnya saham-saham startup yang masih belum jelas masa depannya.  Seperti tahun 2000 dari 100 perusahaan yang masuk yang hidup cuma 17, yang benar-benar hidup yang jangka panjangnya tinggal 3. Nah itu dari pengalaman tentang startup tahun 2000 di Amerika.

Kompetisi banyak, jadi kalau sekarang masih bakar duit sampai kapan bisa bakar duit. 

Sekarang ini kan juga begitu ada banyak fintech yang masuk, dari 1.000 fintech mungkin di bawah 100. Itu juga mungkin yang masuk ke pasar, karena mereka itu kan belum ada labanya kemudian masih belum jelas siapa pemenangnya.

Kompetisi banyak, jadi kalau sekarang masih bakar duit sampai kapan bisa bakar duit.  Sehingga akhirnya investor pada gilirannya akan belajar dari pengalaman masa lalu. Ini cashflow nya bisa dihasilkan dalam tempo berapa lama. Pasti ada pemenangnya sih. Begitu ada pemenangnya akan melejit kencang. Tapi yang sisanya yang berguguran, probability bergugurannya lebih besar dari probability winning-nya. Tapi begitu jadi pemenang naik kencang luar biasa seperti terjadinya pada Amazon, Apple, dan lain-lain. Harga sahamnya melejit luar biasa. Tapi ada lebih banyak perusahaan yang jatuh daripada yang naik. Jadi harus hati-hati dalam melihat itu.

Tapi kalau di hari pertama naiknya kencang hati-hati.  Yang naiknya kencang ya itu banyak turunnya

Kalau peluang dari IPO perusahaan startup akan seperti apa?

Proyeksi untuk IPO beda melihatnya. Saya disertasi mengenai IPO dan banyak mahasiswa saya yang penelitian mengenai IPO di Indonesia. Long term performance IPO di Indonesia on average, on average ya, karena ada juga yang melejit, tapi long term performance on average tidak terlalu bagus. Jadi kalau di hari pertama naik on average belasan persen, tidak selalu naik ada juga yang turun. Tapi kalau di hari pertama naiknya kencang hati-hati.  Yang naiknya kencang ya itu banyak turunnya biasanya. Jadi seperti pola-pola gunung. Dan ada korelasi negatif antara return hari pertama dengan long term performance. Karena hari pertamanya terlalu digenjot kiri kanan atau over expectation, naiknya kencang, turunnya cenderung kencang juga.

Ini terbukti dari riset-riset saya dan mahasiswa saya. Riset saya di Amerika, riset mahasiswa saya di Indonesia.  Jadi dari IPO dilihat performance-nya untuk 3-5 tahun.

Sekali lagi ini on average. Harus dilihat satu-satu juga, kalau perusahaannya sudah ada cashflow yang bagus, ada kontrak jangka panjang. Ya seharusnya perusahaan-perusahaan seperti itu yang dipilih.

Polanya begitu ternyata tidak hanya di Indonesia, di Amerika juga begitu. Jadi proses IPO-nya itu yang menyebabkan seperti itu. Walaupun ada juga yang hari pertama naik kencang berikutnya naik lebih kencang, seperti misalnya Facebook. Tapi itu kan 1 dari 1.000 ya, enggak semuanya bisa begitu. Jadi pesannya tetap optimis ke depan, pilih yang fundamental nya bagus artinya sudah terbukti secara historis. Ke depan juga enggak gampang masuk keluar karena melihat bisnis jangka panjang. Jangan terlalu khawatir melihat turun naik jangka pendek karena nanti investasi jangka panjang ini akan kembali dilihat oleh investor.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
EVolution Seminar Practical Business Acumen

[X]
×