kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45898,78   -24,72   -2.68%
  • EMAS1.326.000 0,00%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Harusnya sekarang ini time to buy


Senin, 01 Oktober 2018 / 08:05 WIB
Harusnya sekarang ini time to buy
ILUSTRASI.


Reporter: Djumyati Partawidjaja | Editor: Djumyati P.

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Kenaikan suku bunga The Fed diikuti kenaikan bunga acuan Indonesia membuat indeks reli kembali menuju level 6.000. Akan sampai mana pasar bergerak? Aset apa yang sebaiknya dipilih investor? Berikut ini analisis IHSG dari Jemmy Paul Investment Director Sucor Asset Management

Kenapa Anda melihat kondisi sekarang positif?

Kalau secara historis  IHSG selalu bottom, bukan selalu sih tapi kebanyakan bottom di bulan September. Nah kalau kita lihat dalam satu tahun ke depan harusnya time to buy. Bisa dibilang the worst is over terutama karena kalau kita lihat rupiah kita setelah menyentuh 15 ribu yang menjadi ekspektasi pasar akhirnya mulai stabil. Nah walaupun kita melihat mungkin masih akan ada kenaikan suku bunga The Fed dan lain-lain. Kalau melihat secara historis kita lihat balik lagi kondisi The Fed pada waktu raising interest rate. Raise interest rate environment istilahnya, itu sama persis tahun 2015. Di mana waktu itu suku bunga memang naik, inflasi naik, harga komoditi juga naik, tapi saham memang lumayan volatile. Tapi kita lihat tahun 2016-2017 sahamnya naik. Kita lihat sebenarnya prospeknya malah bagus, jadi mungkin tahun ini bisa agak volatile tapi mungkin seiring dengan kenaikan aset kelas, terutama dengan kenaikan raw material yaitu bisa dibilang hampir semua komoditi, kelihatannya membuat saham yang merupakan salah satu aset kelas investasi, akan naik  satu tahun ke depan.

Anda melihat bottom pasar di September?

Bottom-nya Indonesia sih saya melihat secara historis selalu September. Kayak tahun 2016 itu pernah ada koreksi di November, tapi pada waktu itu indeks memang naik terus dari Januari sampai November. Nah ini kalau ada koreksi di Bulan Februari sampai April biasanya bottom-nya paling telat sih September jadi harusnya sih Indonesia kalau bicara historis bottom-nya udah ketemu sih di September. 

Kenapa bisa terjadi seperti itu?

Kan kita bicara pasar modal terutama saham itu supply and demand ya. Nah, kalau misalnya ada new subscription orang mau mau beli asuransi orang taruh duit di dana pensiun, orang beli reksadana kan itu berarti ada supply uang masuk ya ke pasar ya. Dan itu harus dibelikan saham, sedangkan tidak ada new issuance atau right issue atau IPO saham yang cukup besar. 

Nah kalau kita lihat secara fundamental terutama kuartal ke 3 kuartal ke 4 itu biasanya uang banyak masuk ya. Alasannya karena biasanya proyek-proyek pemerintah itu mulai aktif itu kuartal ke 3 kuartal ke 4 ini diakibatkan untuk menyelesaikan APBN. 

Apalagi kalau kita lihat terutama tahun ini kan pemerintah incumbent kan akan Pilpres lagi ya dan ada Pileg juga. Jadi belanja infrastruktur akan dibesarkan dan itu akan mempengaruhi juga ke GDP. Kalau terjadi harusnya result dari para emiten akan membaik di Oktober November sampai Desember. Penjualan dari para emiten terutama top line semuanya naik. Kalau kita lihat perusahaan-perusahaan komoditi harusnya eksportir diuntungkan dengan pelemahan rupiah. Kalau kalau secara top line kebanyakan sih yang naik daripada rugi. Dan kalau kita lihat pemerintah bahkan APBN-nya pendapatannya naik, harusnya spending-nya kan makin besar dengan adanya imbas hasil dari kenaikan oil and gas dan juga harga komoditas lainnya.

Kenapa Anda lebih menyarankan untuk masuk di saham daripada obligasi?

Obligasi kita sangat tergantung  kestabilan rupiah, karena jumlah investor asing di di obligasi bisa kita bilang cukup besar ya. Memang secara persentase masih kalah dengan lokal saat ini tetapi selama 2-3 tahun terakhir ada inflow dana masuk ke obligasi. Di saham sendiri dalam 2 tahun terakhir ada outflow, jadi bisa dibilang secara total nominal, nominal bukan persentase itu jumlah asing itu di bond itu jauh lebih besar daripada saham. Sehingga potensi terjadi pelemahan rupiah, mungkin akan membuat ada koreksi di bonds ya. Walau pun level sekarang sudah cukup menarik, kita bicara di level 8,5%-8,7% untuk obligasi negara 10 tahun kita hitung itu sudah cukup menarik. Kalau kita bicara level gap dengan interest rate di Amerika ya bisa 650 basis point.

Untuk saham bagaimana potensinya?

Ya kita ekspektasi bahwa saham harusnya  return-nya lebih baik sampai akhir tahun dibandingkan obligasi terutama sampai awal tahun depan karena memang kita melihat masih ada tekanan rupiah sampai akhir tahun depan. 

Berapa besar di saham?

Kita harapkan indeks akan ditutup di 6.300 atau masih ada 5% dari sekarang. Sedangkan obligasi 10 tahun sendiri mungkin akan stabil di yield 8,1%-8,2%.  Mungkin return-nya akan dapat dari kupon ya, tapi kenaikannya mungkin masih hanya 2% sampai 3. 

Strateginya seperti apa?

Kalau kita bicara strateginya di saham, kita masih overweight di komoditas. Kita juga suka konsumer ya. Untuk bonds mungkin akan pendek durasi ya karena 5 tahun sekarang yieldnya sekitar 8%, ini menurut kita over the years selama 5 tahun ke depan akan secara gradually turun ya. Mungkin itu strateginya untuk di saham maupun di bonds ya.

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×