Reporter: Maggie Quesada Sukiwan | Editor: Yudho Winarto
JAKARTA. Harga nikel kembali terlempar. Perlambatan yang dialami Negeri Tirai Bambu menggerus harga komoditas tersebut.
Mengutip Bloomberg Jumat (20/11) pukul 11.08 WIB, harga nikel kontrak pengiriman tiga bulan di London Metal Exchange (LME) merosot 1,7% dibandingkan hari sebelumnya menjadi US$ 8.800 per metrik ton, level terendah sejak tahun 2003. Sepekan, harga nikel sudah menukik 6,63%. Dibandingkan akhir tahun 2014, harga komoditas tersebut meluncur 41%.
Andri Hardioanto, Research and Analyst PT Fortis Asia Futures menjelaskan, tertekannya harga nikel merupakan imbas dari belum pulihnya permintaan dari China akibat perlambatan ekonomi.
China mencatat pertumbuhan ekonomi per kuartal III 2015 sebesar 6,9%, lebih rendah dibandingkan pencapaian kuartal II 2015 sebesar 7%.
Data produksi industri China (Industrial Production) per Oktober 2015 juga hanya sebesar 5,6%, turun dari posisi bulan sebelumnya yang mencapai 5,7%.
“Belum pulihnya industri China tentu berdampak terhadap permintaan China. Karena nikel merupakan bahan baku dari industri berbasis teknologi maupun manufaktur,” jelasnya.
Wajar, China merupakan negara konsumen dan produsen komoditas terbesar di dunia.
Andri berpendapat, tren bearish (turun) yang membalut nikel memaksa beberapa perusahaan tambang nikel turut mengkalkulasi ulang strategi bisnisnya. Semisal tertundanya pembangunan beberapa smelter di Indonesia karena rendahnya harga nikel.
“Mereka sulit mendapatkan pinjaman modal perbankan. Apalagi saat ini perbankan dalam negeri lebih tertarik membiayai proyek infrastruktur,” paparnya.
Mengutip Bloomberg, PT Vale Indonesia menyatakan bahwa koreksi harga nikel kian parah sehingga perusahaan memprediksi bakal ada gelombang penutupan industri nikel guna mengurangi output.
Serupa, Steven Brown, General Manager Business Development and Corporate Licensing produsen nikel dan biji besi Vale SA di Brazil memaparkan, kondisi tersebut tidak berkelanjutan dan perlu beberapa penutupan guna memangkas suplai.
International Nickel Study Group juga menerawang, produksi global nikel pada September 2015 bakal mencapai 160.300 ton, melebihi permintaan yang hanya tercatat 152.000 ton.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News