Reporter: Yudho Winarto | Editor: Yudho Winarto
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Harga minyak anjlok lebih dari US$1 per barel pada hari Selasa (6/6), setelah reli yang kuat pada sesi sebelumnya. Dipicu kekhawatiran tentang pertumbuhan ekonomi global melebihi janji Arab Saudi untuk memperdalam pengurangan produksi minyak mentahnya.
Melansir Reuters, harga minyak mentah Brent turun US$1,33 atau 1,73% menjadi US$75,38 per barel pada 0923 GMT. Sedangkan, harga minyak mentah West Texas Intermediate (WTI) turun US$1,39 atau 1,93% menjadi US$70,76 per barel.
Baca Juga: Harga Minyak Brent Menuju US$ 100 per Barel
Minyak Brent naik sebanyak US$2,60/bbl pada hari Senin dan WTI sebanyak US$3,30 setelah Arab Saudi, pengekspor utama dunia mengatakan, produksinya akan turun 1 juta barel per hari (bpd) menjadi 9 juta barel per hari di bulan Juli.
"Pasar tetap fokus pada risiko permintaan dengan kekhawatiran resesi meningkat pada miss data IMP jasa Amerika Serikat (AS) yang memberikan ruang untuk jeda suku bunga The Fed," kata Ole Hansen, head of commodity strategy di Saxo Bank.
Sektor jasa AS hampir tidak tumbuh di bulan Mei karena pesanan baru melambat dan pelaku pasar menunggu untuk melihat apakah Federal Reserve AS akan menaikkan atau menahan suku bunga di bulan Juni.
Suku bunga yang lebih tinggi dapat mengekang permintaan energi.
Baca Juga: Sri Mulyani Waspadai Fluktuasi Harga Minyak yang Dibayangi Ketidakpastian Global
Suasana hati pasar semakin terganggu oleh data yang menunjukkan pesanan industri Jerman turun secara tak terduga di bulan April.
"Jika data ekonomi yang akan datang menunjukkan tekanan inflasi yang mengakar dan investor bertaruh pada kenaikan suku bunga lebih lanjut, prediksi permintaan dapat direvisi ke bawah, secara efektif menetralkan dampak yang seolah-olah bullish dari keputusan output terbaru (OPEC+)," kata Tamas Varga dari broker PVM.
Badan Informasi Energi AS (EIA) akan merilis prospek energi jangka pendeknya pada Selasa sore. Sementara data perdagangan China bulan Mei pada hari Rabu akan memberikan indikasi permintaan baru untuk konsumen minyak terbesar kedua di dunia itu.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News