Sumber: Reuters | Editor: Anna Suci Perwitasari
KONTAN.CO.ID - SINGAPURA. Harga minyak mentah turun untuk hari kedua pada perdagangan hari ini. Kekhawatiran permintaan karena meningkatnya kasus virus corona di Asia datang bersamaan dengan potensi lonjakan inflasi di Amerika Serikat yang dapat menyebabkan Federal Reserve kerek suku bunga, yang dapat membatasi pertumbuhan ekonomi.
Rabu (19/5) pukul 13.45 WIB, harga minyak mentah berjangka jenis Brent untuk kontrak pengiriman Juli 2021 turun 57 sen atau 0,8% ke level US$ 68,14 per barel. Pada perdagangan sesi sebelumnya, harga minyak jatuh 1,1% setelah sempat naik sebentar di atas $ 70 di awal sesi.
Setali tiga uang, harga minyak mentah berjangka jenis West Texas Intermediate (WTI) untuk kontrak pengiriman Juni 2021 turun 61 sen, atau 0,9% menjadi US$ 64,88 per barel, menyusul koreksi 1,2% pada hari Selasa (18/5).
Sebelumnya, kenaikan Brent di atas US$ 70 didorong oleh optimisme atas pembukaan kembali ekonomi AS dan Eropa, di antara konsumen minyak terbesar dunia. Tetapi harga kemudian koreksi di tengah kekhawatiran melambatnya permintaan bahan bakar di kawasan Asia karena kasus Covid-19 melonjak di India, Taiwan, Vietnam dan Thailand, mendorong gelombang baru pembatasan pergerakan.
"Perdagangan kemarin membuktikan lagi bahwa level US$ 70 menandakan kegembiraan yang tidak rasional," kata Vandana Hari, analis energi di Vanda Insights di Singapura.
"Menilai gambaran permintaan global tetap menantang saat ini. Karena pembukaan kembali dan pembatasan di seluruh dunia yang terjadi saat ini paling beragam sejak dimulainya pandemi," tambah Hari.
Baca Juga: Turun untuk hari kedua, harga minyak jatuh di tengah kekhawatiran pasokan dari Iran
Ketidakpastian inflasi di AS juga mendorong investor mengurangi eksposur terhadap aset berisiko seperti minyak.
"Ada permainan risk-off yang lebih luas yang sedang terjadi," jelas ekonom senior Westpac Justin Smirk.
Smirk menambahkan, spekulasi bahwa The Fed mungkin menaikkan suku bunga karena kekhawatiran inflasi membebani prospek pertumbuhan dan pada gilirannya juga akan melukai permintaan komoditas.
"The Fed sangat serius (tentang menahan suku bunga rendah), tetapi pasar berspekulasi tentang pergerakan sebelumnya," katanya.
The Fed telah mengindikasikan bahwa suku bunga akan tetap pada level rendah saat ini hingga 2023, meskipun pasar berjangka menunjukkan investor percaya bahwa suku bunga dapat mulai dinaikkan pada September 2022.
Harga minyak yang melemah tetap terjadi meskipun dolar AS melemah di level terendah dalam 4,5 bulan terhadap sekeranjang mata uang. Dolar yang lebih lemah membuat minyak lebih murah bagi pemegang mata uang lain dan mendukung harga minyak mentah.
Investor juga akan mengawasi data stok produk dan minyak mentah AS terbaru dari Energy Information Administration yang akan dirilis pada hari Rabu.
Data dari American Petroleum Institute (API) pada Selasa menunjukkan, persediaan minyak mentah naik 620.000 barel dalam pekan yang berakhir 14 Mei. Sementara persediaan bensin turun 2,8 juta barel dan stok distilasi turun 2,6 juta barel, menurut dua sumber pasar.
Kenaikan stok minyak mentah kurang dari 1,6 juta barel yang diperkirakan analis, secara rata-rata, dalam jajak pendapat Reuters. Sementara penurunan stok bensin dan sulingan lebih besar dari yang diantisipasi.
Selanjutnya: Bakal disokong Amman Mineral, simak rekomendasi saham Medco Energi (MEDC)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News