Sumber: Reuters | Editor: Yudho Winarto
KONTAN.CO.ID. Harga minyak melanjutkan kenaikan pada Jumat (9/5), setelah menguat sekitar 3% di sesi sebelumnya.
Kenaikan ini didorong oleh meredanya ketegangan dagang antara dua konsumen minyak terbesar dunia, Amerika Serikat (AS) dan China, serta kesepakatan dagang "terobosan" antara AS dan Inggris.
Melansir Reuters, harga minyak Brent naik 43 sen atau 0,68% ke US$ 63,27 per barel.
Sementara itu, minyak West Texas Intermediate (WTI) naik 42 sen atau 0,7% ke US$ 60,33 per barel pada pukul 07.31 GMT. Sehari sebelumnya, kedua acuan harga ini mencatat kenaikan hampir 3%.
Baca Juga: Harga Minyak Dunia Naik 1% Kamis (8/5), Harapan Deal Dagang AS-China Jadi Penopang
Menteri Keuangan AS Scott Bessent dijadwalkan bertemu dengan Wakil Perdana Menteri China, He Lifeng, di Swiss pada 10 Mei untuk membahas penyelesaian sengketa dagang yang selama ini membebani prospek konsumsi minyak global.
“Jika keduanya menyepakati tanggal untuk memulai negosiasi dagang resmi dan menurunkan tarif tinggi yang saat ini berlaku, pasar bisa mendapat angin segar dan harga minyak bisa naik lagi US$ 2–US$ 3 per barel,” ujar Vandana Hari, pendiri Vanda Insights, penyedia analisis pasar energi.
Sementara itu, data bea cukai China menunjukkan ekspor negeri tirai bambu naik lebih tinggi dari perkiraan pada April.
Sementara impor mencatatkan penurunan yang lebih kecil. Ini memberi sedikit kelegaan bagi Beijing menjelang pembicaraan dagang dengan AS.
Impor minyak mentah China pada April memang turun dibandingkan Maret, namun tetap tumbuh 7,5% secara tahunan.
Baca Juga: Harga Minyak Ditutup Melemah Lebih dari 1,5%, Harapan Perdagangan AS-China Meredup
Kenaikan ini didorong oleh pengiriman dari negara-negara yang dikenai sanksi serta aktivitas penimbunan stok oleh kilang milik negara selama masa pemeliharaan.
Di sisi lain, Presiden AS Donald Trump dan Perdana Menteri Inggris Keir Starmer mengumumkan bahwa Inggris akan menurunkan tarif atas impor dari AS dari 5,1% menjadi 1,8%.
Sebagai imbalannya, AS menurunkan tarif atas mobil Inggris, meski tetap mempertahankan tarif 10% untuk sebagian besar barang lainnya.
Namun, menurut Hari, kesepakatan dagang serupa dengan negara mitra lain kemungkinan hanya akan memberi dampak marjinal terhadap sentimen pasar minyak.
Sementara itu, rencana peningkatan produksi oleh negara-negara anggota OPEC+ diperkirakan akan memberikan tekanan pada harga minyak.
Survei Reuters menyebutkan bahwa produksi minyak OPEC sedikit menurun pada April, karena penurunan produksi di Libya, Venezuela, dan Irak lebih besar dari penambahan yang telah dijadwalkan.
Tekanan pasokan juga muncul dari sanksi AS terhadap Iran. Dua kilang kecil di China dilaporkan terkena sanksi karena membeli minyak Iran, yang membuat mereka kesulitan menerima pasokan dan harus menjual produk dengan nama berbeda, menurut sumber Reuters.
Baca Juga: Harga Minyak Ditutup Melonjak 3% Disokong Permintaan Eropa & China yang Lebih Tinggi
Ketegangan geopolitik juga meningkat di Asia Selatan. Militer Pakistan meluncurkan “banyak serangan” di sepanjang perbatasan barat India pada Kamis malam hingga Jumat pagi, kata militer India. Ketegangan ini berpotensi mendorong permintaan minyak di kedua negara.
Menurut analis Rystad Energy, India dan Pakistan kemungkinan akan meningkatkan pengadaan minyak mentah serta aktivitas kilang sebagai respons terhadap situasi yang memanas.
“Konsumsi solar kemungkinan naik karena mobilisasi militer, sementara permintaan bahan bakar aviasi turun akibat penutupan wilayah udara, pembatalan penerbangan, dan lonjakan harga tiket,” kata analis Rystad, Rohan Goindi, dalam catatannya.
India mengkonsumsi sekitar 5,4 juta barel minyak per hari, jauh lebih besar dibanding Pakistan yang hanya 0,25 juta barel per hari, menurut estimasi Rystad.
Selanjutnya: Outstanding Pembiayaan Fintech P2P Lending Rp 80,02 Triliun per Maret 2025
Menarik Dibaca: UMKM Perempuan Tries Hands Sukses dengan Dukungan Program SisBerdaya
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News