Reporter: Akmalal Hamdhi | Editor: Anna Suci Perwitasari
KONTAN.CO.ID – JAKARTA. Harga emas mengalami pemulihan tipis pada hari Rabu (13/2), setelah Ketua Federal Reserve (The Fed), Jerome Powell, menegaskan bahwa kebijakan moneter perlu tetap ketat di tengah meningkatnya tekanan inflasi.
Sementara itu, ancaman tarif yang lebih tinggi dari Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump semakin intensif, menciptakan ketidakpastian di pasar. Harga emas (XAU/USD) diperdagangkan di sekitar US$ 2.897 pada akhir sesi, nyaris tidak berubah dari sesi sebelumnya.
Berdasarkan analisis teknikal dari Analis Dupoin Indonesia, Andy Nugraha, kombinasi pola dan indikator Moving Average yang terbentuk saat ini menunjukkan bahwa tren bullish masih mendominasi pergerakan harga emas.
‘’XAU/USD berpotensi naik hingga mencapai level US$2.941. Namun, jika terjadi reversal setelah kenaikan, harga emas bisa mengalami koreksi ke level US$ 2.882 sebagai target terdekatnya,’’ kata Andy dalam riset, Kamis (13/2).
Meskipun Indeks Harga Konsumen (IHK) AS melonjak di atas 3% pada bulan Januari, emas kembali berusaha untuk rebound pada hari Kamis (13/2), diperdagangkan di sekitar level US$ 2.900 per ons troi.
Baca Juga: Harga Emas Antam Naik Rp 8.000 Menjadi Rp 1.692.000 Per Gram Pada Hari Ini (13/2)
Andy menilai, penguatan harga emas ini terjadi meskipun ekspektasi pasar terhadap pemangkasan suku bunga The Fed mulai menurun. Data terbaru dari Biro Statistik Tenaga Kerja AS (BLS) menunjukkan bahwa inflasi yang lebih tinggi dari perkiraan berpotensi membuat The Fed mempertahankan kebijakan ketatnya lebih lama.
Pada pekan lalu, kontrak berjangka suku bunga federal funds untuk bulan Desember menunjukkan bahwa pelaku pasar mengantisipasi pelonggaran kebijakan sebesar 40 basis poin (bp). Namun, setelah rilis data IHK terbaru, ekspektasi tersebut menurun menjadi hanya 30 bp pemotongan suku bunga pada akhir tahun ini.
Hal ini berdampak pada imbal hasil obligasi pemerintah AS dan nilai tukar Dolar AS (USD), yang sempat menguat tetapi kemudian kehilangan momentum pasca-rilis data inflasi, dengan Indeks Dolar AS (DXY) berada di level 107,98.
Sebelumnya, Powell menyampaikan kesaksiannya di hadapan Dewan Perwakilan Rakyat AS, menegaskan bahwa upaya pengendalian inflasi masih belum selesai. Pernyataan Powell diperkuat oleh Presiden The Fed Atlanta, Raphael Bostic, yang menyatakan bahwa inflasi diperkirakan baru mencapai target 2% pada tahun 2026.
Presiden The Fed Chicago, Austan Goolsbee, juga menambahkan bahwa data inflasi yang lebih tinggi dari perkiraan pada bulan Januari mengindikasikan bahwa perjuangan The Fed dalam menurunkan inflasi masih berlanjut.
Imbal hasil obligasi pemerintah AS tenor 10 tahun mengalami kenaikan sebesar 9,5 basis poin menjadi 4,635%. Sementara itu, imbal hasil riil AS, yang berkorelasi terbalik dengan harga emas, melonjak hampir 9 basis poin menjadi 2,157%, yang menjadi hambatan bagi kenaikan harga emas.
‘’Meskipun demikian, emas masih mendapat dukungan dari ketidakpastian kebijakan moneter Bank Sentral AS dan potensi kenaikan tarif perdagangan,’’ ujar Andy.
Baca Juga: IIMS 2025 Resmi Dibuka, Cek Rekomendasi dan Prospek Saham Otomotif
Secara keseluruhan, Andy memperkirakan, tren bullish masih bertahan dalam jangka pendek di tengah tekanan dari data inflasi dan kebijakan The Fed yang masih ketat. Jika momentum kenaikan harga tetap terjaga, emas berpotensi menguji level US$2.941.
Namun, apabila tekanan inflasi terus meningkat, peluang pemangkasan suku bunga The Fed akan semakin kecil yang dapat menekan harga emas. Selain itu, jika pasar mulai meragukan keberlanjutan kebijakan ketat The Fed, emas dapat kembali menguat.
Selanjutnya: Asik! Indosat (ISAT) Bakal Kerek Dividend Payout Ratio Mulai Tahun Ini
Menarik Dibaca: Resep Bika Ambon Ekonomis yang Kenyal dan Bersarang, Cukup Pakai Wajan
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News