Reporter: Dina Farisah | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie
JAKARTA. Harga CPO naik ke level tertinggi dalam enam minggu terakhir yang dipicu oleh lonjakan tingkat ekspor Malaysia.
Berdasarkan data Bloomberg, Kamis (25/9) pukul 14.30 WIB, kontrak pengiriman CPO bulan Desember 2014 di Malaysia Derivatives Exchange (MDE) menunjukkan RM 2.173 per metrik ton. Harga ini naik 0,88% dibanding hari sebelumnya. Harga sempat menyentuh level RM 2.178 per metrik ton. Ini merupakan level tertinggi sejak 13 Agustus 2014. Sepekan terakhir, CPO naik 1,3% dan melonjak 13% dalam sebulan. Namun secara year to date (ytd), harga CPO anjlok 18%.
Mengutip prediksi Asosiasi Kelapa Sawit Malaysia, Paramalingam Supramaniam, Direktur pialang Pelindung Bestari di Selangor, produksi CPO di Malaysia periode 1-20 September month on month tergerus 12%.
Sementara data Intertek menyebutkan, ekspor Malaysia periode 1-25 September 2014 naik sebesar 30% menjadi 1,28 juta ton.
”Penurunan produksi bulan September hingga dua digit dan ekspor yang sangat baik menghambat kenaikan cadangan CPO,” ujar Chandran Sinnasamy, Kepala Perdagangan LT Futures International kepada Bloomberg.
Untuk diketahui, persediaan CPO Malaysia bulan Agustus tercatat naik 22% menjadi 2,05 juta ton. Penurunan produksi diharapkan menyumbang sentimen positif bagi harga CPO.
Zulfirman Basir, Senior Researcher and Analyst PT Monex Investindo Futures mengatakan, kenaikan harga CPO dilatarbelakangi oleh inisiatif pemerintah Malaysia dan Indonesia untuk menghapus pajak ekspor CPO sementara waktu. Malaysia mulai menghapuskan pajak ekspor bulan September dan Oktober. Adapun Indonesia mulai memberlakukan kebijakan ini pada bulan Oktober. Hal ini mengingat harga CPO yang kurang menarik dalam beberapa bulan terakhir, sehingga harga terus merosot. Dengan pembebasan pajak ekspor ini, diharapkan harga CPO menjadi lebih kompetitif dibandingkan kedelai yang merupakan substitusi CPO.
“Penghapusan pajak ekspor palm oil Indonesia dan Malaysia dapat memberikan harapan akan membaiknya ekspor palm oil dari kedua negara produsen palm oil terbesar di dunia tersebut,” terang Firman.
Meski demikian, lanjut Firman, permintaan global terutama dari China maupun Eropa tetap melambat karena perekonomian yang masih rapuh. Di sisi lain, investor masih cemas dengan melimpahnya supplai produk pertanian dunia terutama kedelai. Kondisi ini mengakibatkan sentimen cukup mixed, sehingga kemungkinan kenaikan CPO saat ini hanya terbatas.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News