Reporter: Nova Betriani Sinambela | Editor: Herlina Kartika Dewi
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Menjelang pemilu AS, pasar kripto bergerak kian volatile. Pasalnya, hari pemilu dianggap menjadi titik awal yang kuat bagi lonjakan harga Bitcoin.
Satu hari menjelang pemilu AS terpantau harga Bitcoin belum menunjukkan penguatn yang signifikan. Berdasarkan coinmarketcap, Selasa (4/10) pukul 16.00 WIB, Bitcoin diperdagangkan di harga US$ 68,670. Dalam sehari harga tersebut menguat 0,50%, dan dalam sepekan menguat 0,51%.
Andri FA, Crypto Analyst Reku menjelaskan, secara teknikal grafik mingguan Bitcoin menunjukkan pola gravestone Doji candle dengan bayangan panjang ke atas dan tubuh yang kecil di bagian bawah.
Baca Juga: Siapa Pemilik Bitcoin Terbesar? Mengungkap Fakta Menarik di Balik Aset Digital Ini
"Pola ini menunjukkan bahwa meskipun harga sempat naik, ada tekanan jual yang kuat, membuat harga akhirnya turun mendekati harga pembukaan. Pola ini menjadi tanda kehati-hatian bagi investor," jelas Andri dalam risetnya, Senin (4/11).
Kendati demikian, Andri menilai harga kripto akan rebound usai pemilu. Andri mencontohkan pada pemilu 2020, harga Bitcoin saat itu sekitar US$ 13,569 kemudian salam setahun melonjak ke rekor US$ 69,000. Bahkan di tahun-tahun setelahnya, harga tersebut tetap menjadi acuan kuat, dan bertahan sebagai batas bawah yang sulit ditembus di saat-saat turun.
Andri bilang bahwa pola tersebut seolah-olah mencerminkan rasa optimisme dari investor terhadap hasil pemilu dapat membuka peluang baru bagi Bitcoin dan aset kripto lainnya.
Begitupun pemilu kali ini, Andri memprediksi dampaknya akan besar ke pasar kripto. Mengingat tiap kandidat membawa kebijakan berbeda tentang teknologi blockchain dan aset kripto.
Baca Juga: Peluang Kemenangan Donald Trump dalam Pemilu Amerika Serikat Tiba-tiba Terjun Bebas
Kandidat yang berpihak pada regulasi lebih terbuka bisa menciptakan lingkungan yang lebih ramah bagi industri kripto. Sebaliknya, jika pemimpin yang terpilih tidak terlalu mendukung inovasi blockchain, regulasi yang lebih ketat bisa saja menghambat pertumbuhan.
"Jika semuanya berjalan sesuai harapan, lonjakan harga berikutnya mungkin akan dimulai dari hari pemilu. Memperkuat pola yang telah terlihat di pemilu-pemilu sebelumnya," tandasnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News