Reporter: Pulina Nityakanti | Editor: Noverius Laoli
Analis Kiwoom Sekuritas Indonesia, Miftahul Khaer melihat, performa fundamental emiten baja pada semester I 2024 masih terlihat tertekan.
Misalnya, PT Steel Pipe Industry of Indonesia Tbk (ISSP) yang masih mencatatkan penurunan pendapatan. ISSP membukukan pendapatan Rp 2,79 triliun, turun 9,7% jika dibandingkan pendapatan periode sama tahun sebelumnya yang senilai Rp 3,09 triliun.
Kinerja ISSP pada periode tersebut terlihat dipengaruhi oleh penurunan volume penjualan di kuartal I 2024 yang terkait dengan penurunan harga baja dunia.
“Tak jauh berbeda, KRAS juga mencatatkan pelemahan pendapatan pada periode yang sama yang disebabkan oleh kondisi pasar global yang masih volatil,” ujarnya kepada Kontan, Senin (30/9).
Baca Juga: Krakatau Steel (KRAS) Hadapi Sejumlah Tantangan di Tahun Ini
Miftahul melihat, kinerja emiten baja di semester II 2024 masih akan tertekan dari persaingan industri yang ketat. Ini mengingat kondisi oversupply pada pasar domestik yang masih cukup besar.
“Di sisi lain, proyek IKN yang masih terus dilanjutkan pembangunannya diharap dapat berkontribusi pada penyerapan baja dan logam domestik dengan harapan normalisasi permintaan,” paparnya.
Alhasil, Miftahul pun masih mempertahankan rating wait and see untuk sektor baja domestik sampai ada perbaikan kinerja di periode mendatang.
Senior Market Chartist Mirae Asset Sekuritas, Nafan Aji Gusta Utama melihat, kinerja keuangan ISSP, KRAS, dan PT Gunung Raja Praksi Tbk (GGRP) tercatat masih negatif di semester I 2024.
Hal ini akibat industri baja yang masih relatif belum kondusif, karena terjadi peningkatan oversupply. Salah satu penyebab oversupply adalah impor baja yang tinggi, apalagi industri baja di Tanah Air masih belum menguasai metallurgi secara efektif.
Para emiten baja pun bisa meningkatkan teknologi metalurgi agar bisa menambah nilai tambah, sehingga produk mereka bisa diserap lebih tinggi oleh pasar.
Baca Juga: Krakatau Steel (KRAS) Berharap Kebijakan HGBT Diperpanjang
“Di sisi lain, para emiten juga harus bisa berupaya untuk menekan cost of good sold (COGS) dan operating expense, supaya bisa mengurangi dampak penurunan kinerja pertumbuhan laba,” ujarnya kepada Kontan, Minggu (6/10).
Secara teknikal, Nafan melihat, kinerja saham emiten baja masih kurang likuid. Sehingga, hanya bisa dipakai untuk trading jangka pendek, asalkan harga dan volume transaksi terpenuhi.
Alhasil, Nafan juga belum memberikan rekomendasi untuk saham emiten baja.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News