Reporter: Dityasa H Forddanta | Editor: Yudho Winarto
JAKARTA. Dua emiten Grup Salim, PT Indofood Sukses Makmur Tbk (INDF) dan PT Indofood CBP Sukses Makmur Tbk (ICBP), masih mampu menjaga pertumbuhan kinerja keuangannya. Ini terlihat dari pencapaian margin laba bersih selama lima tahun terakhir.
Pada 2016, INDF meraih margin laba bersih 6%. Angka ini relatif stabil, sama seperti posisi 2012, meski angka margin naik turun di kisaran 4%5% selama 2013 hingga 2015.
Sedangkan margin laba bersih ICBP jauh lebih stabil. Tahun lalu, margin laba bersihnya 10%, sama seperti 2012. Adapun di periode 2013-2015, marginnya stabil di level 9%.
Margin INDF terlihat lebih fluktuatif ketimbang ICBP. Ini lantaran INDF punya lini usaha lebih banyak daripada ICBP, sehingga naik turun kinerja anak usaha turut menentukan arah bottom line INDF. "Tapi secara keseluruhan, kinerja INDF masih terbilang stabil," ungkap Analis First Asia Capital David Sutyanto kepada KONTAN, Jumat (24/3).
Di sisi lain, INDF juga mampu menjaga efisiensi. Sebab, kinerja INDF turut ditentukan pergerakan kurs.
INDF meraup margin laba bersih 2016 sebesar 6%, saat mencatat kerugian kurs Rp 3,65 miliar. Sementara pada 2015 margin laba bersihnya sekitar 5%, di saat yang sama, mencatat kerugian kurs Rp 4,07 miliar.
David memprediksi, pergerakan kurs tahun ini jauh lebih stabil. Jika pun ada pergerakan, rentangnya tidak terlalu jauh. Sehingga hal ini turut mempengaruhi kinerja INDF selama setahun ke depan.
Analis Mandiri Sekuritas Adrian Joezer menjelaskan, INDF juga akan diuntungkan sektor agribisnis. Dari total pendapatan INDF tahun lalu senilai Rp 66,75 triliun, sebesar 19% berasal dari sektor agribisnis. Lini agribisnis diprediksi memiliki prospek lebih cerah pada tahun ini. "Sehingga eksposur pada sektor agribisnis bisa mendukung pertumbuhan laba tahun ini," imbuh dia.
Berbeda dengan ICBP. Emiten ini lebih fokus pada bisnis food and beverage. Sepanjang tahun lalu, pendapatan ICBP sebesar Rp 34,47 triliun. Penyumbang terbesar pendapatan adalah segmen mi instan, yakni 64% dari total pendapatan. Kemudian segmen lain, seperti dairy, menyumbang 20% pendapatan.
Lantaran fokus di segmen food and beverage, ICBP lebih terpengaruh fluktuasi harga bahan mentah. "Kami menilai siklus margin 2016 sudah mencapai puncaknya dan akan turun karena beban bahan mentah sudah naik," kata Adrian.
Dengan kondisi seperti itu, valuasi INDF justru menjadi lebih murah ketimbang ICBP. Dus, Adrian merekomendasikan buy INDF dengan target Rp 11.050 per saham. Untuk ICBP, dia merekomendasikan neutral dengan target Rp 9.350 per saham.
Sedangkan David menilai prospek saham INDF dan ICBP masih menarik. Ini karena keduanya bergerak di sektor konsumer dan bersifat defensif. Ia merekomendasikan buy saham INDF dan ICBP dengan target masing-masing Rp 9.000 dan Rp 10.000 per saham.
Tapi ada satu catatan. Karena sektor ini defensif, maka pergerakan saham INDF dan ICBP berkorelasi negatif dengan perkembangan makroekonomi. Ketika makroekonomi membaik, saham berkarakter defensif memiliki tren stagnan atau bahkan turun. Soalnya, saat kondisi ekonomi baik, risiko di faktor itu sudah bisa dieliminasi. "Sehingga investor cenderung mencari saham yang bisa bergerak lincah demi mencari gain yang lebih tinggi," ungkap David.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News