kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.533.000   0   0,00%
  • USD/IDR 16.199   95,00   0,58%
  • IDX 6.984   6,63   0,09%
  • KOMPAS100 1.040   -1,32   -0,13%
  • LQ45 817   -1,41   -0,17%
  • ISSI 212   -0,19   -0,09%
  • IDX30 416   -1,10   -0,26%
  • IDXHIDIV20 502   -1,67   -0,33%
  • IDX80 119   -0,13   -0,11%
  • IDXV30 124   -0,51   -0,41%
  • IDXQ30 139   -0,27   -0,19%

Erick Thohir: Pelita Air, Citilink, Garuda (GIAA) Merger Untuk Menekan Biaya


Selasa, 22 Agustus 2023 / 14:54 WIB
Erick Thohir: Pelita Air, Citilink, Garuda (GIAA) Merger Untuk Menekan Biaya
ILUSTRASI. Kementerian BUMN memiliki tiga maskapai penerbangan, yakni PT Garuda Indonesia Tbk (GIAA), PT Citilink Indonesia, dan PT Pelita Air Service.


Reporter: Yuliana Hema | Editor: Wahyu T.Rahmawati

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) berencana untuk menggabungkan alias merger tiga entitas usaha di sektor penerbangan pelat merah.

Hingga saat ini Indonesia di bawah naungan Kementerian BUMN memiliki tiga maskapai penerbangan, yakni PT Garuda Indonesia Tbk (GIAA), PT Citilink Indonesia, dan PT Pelita Air Service. 

Menteri BUMN Erick Thohir menyampaikan setelah melakukan efisiensi di Pelindo, pihaknya akan melakukan efisiensi di kluster lain, yakni maskapai penerbangan. 

Adapun GIAA berhasil diselamatkan oleh pemerintah melalui rangkaian restrukturisasi. Erick mengatakan dalam keadaan pelik menyelamatkan GIAA, pihaknya juga menyiapkan Pelita Air. Dia bilang Pelita Air disiapkan dengan tujuan agar Indonesia tetap memiliki flag carrier nasional jika Garuda Indonesia gagal diselamatkan.

Baca Juga: 10 Maskapai Terburuk Dunia, Ada 2 Maskapai dari Indonesia

"BUMN terus menekan logistic cost. Kami juga upayakan Pelita Air, Citilink, dan Garuda merger untuk menekan biaya," jelas Erick dalam keterangan resmi yang diterima Kontan.co.id, Selasa (22/8). 

Erick menyebut Indonesia masih kekurangan sekitar 200 pesawat. Perhitungan itu diperoleh dari perbandingan antara Amerika Serikat dan Indonesia.

Misalnya, di Amerika Serikat sudah 7.200 pesawat yang melayani rute domestik. Di sana, terdapat 300 juta populasi dengan rata-rata pendapatan per kapita mencapai US$ 40.000 per tahun. 

Sementara, Indonesia memiliki 280 juta penduduk yang memiliki pendapatan per kapita US$ 4.700 per tahun. Artinya, lanjut Erick, Indonesia membutuhkan 729 pesawat. Namun Indonesia baru memiliki 550 pesawat.

 "Jadi perkara logistik kita belum sesuai," kata dia. 
 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective Bedah Tuntas SP2DK dan Pemeriksaan Pajak (Bedah Kasus, Solusi dan Diskusi)

[X]
×