Reporter: Nur Qolbi | Editor: Wahyu T.Rahmawati
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Sepanjang tahun 2020, sudah ada empat emiten baru yang tercatat di Papan Akselerasi. Empat emiten tersebut adalah PT Tourindo Guide Indonesia Tbk (PGJO), PT Cashlez Worldwide Indonesia Tbk (CASH), PT Boston Furniture Industries Tbk (SOFA), dan PT Prima Globalindo Logistik Tbk (PPGL).
Sejak tercatat di Bursa Efek Indonesia (BEI) pada 8 Januari 2020 hingga Rabu (2/9), harga saham PGJO sudah merosot 42,5%, dari Rp 80 per saham menjadi Rp 46 per saham. Sementara itu, SOFA turun 27% menjadi Rp 73 per saham dari Rp 100 per saham saat listing pada tanggal 7 Juli 2020.
Sebaliknya, CASH dan PPGL memperlihatkan kinerja positif. Sejak tercatat di BEI pada 4 Mei 2020, CASH meningkat 74,29%, dari Rp 350 menjadi Rp 610 per saham. Bahkan, PPGL melesat 105,45% menjadi Rp 226 per saham dari Rp 110 per saham saat pertama kali tercatat pada 20 Juli 2020.
Baca Juga: Per Kamis (27/8), sudah ada 700 perusahaan tercatat di BEI
Sebagai emiten di Papan Akselerasi dengan penurunan harga saham terdalam, Tourindo Guide Indonesia atau Pigijo yang bergerak di sektor pariwisata memang terkena dampak pandemi Covid-19 yang relatif besar. Perusahaan platform digital yang menyediakan jasa rencana perjalanan ini bahkan sempat menghentikan sementara penjualan produk terkait paket tur, baik akomodasi, transportasi, dan tour assitance.
Direktur Utama Tourindo Guide Indonesia Adi Putera Widjaja mengungkapkan, dengan adanya pandemi Covid-19, dapat dipastikan target pendapatan Pigijo akan berkurang drastis. "Akan tetapi, mengingat tidak terdapat kepastian mengenai kondisi pandemi ini, agak sulit bagi kami untuk memprediksi target pendapatan tahun ini," kata Adi kepada Kontan.co.id, Rabu (2/9).
Sebelumnya, Pigijo memasang target pertumbuhan pendapatan 120% pada tahun ini dan menargetkan bisa mengantongi laba di 2026. Sekadar informasi, sepanjang 2019, PGJO mencetak pertumbuhan pendapatan bersih 255,39% secara year on year (yoy) menjadi Rp 100,54 juta, dari sebelumnya Rp 28,29 juta.
Pendapatan ini ditopang segmen paket perjalanan wisata yang naik jadi Rp 72,56 juta dari Rp 6,61 juta. Adapun rugi bersih PGJO mencapai Rp 4,44 miliar di 2019, naik dari rugi bersih tahun 2018 yang sebesar Rp 1,41 miliar.
Baca Juga: IPO Lebih Banyak Dimanfaatkan Perusahaan Kecil Untuk Cari Dana
Melihat kondisi ini, Adi mengatakan, pihaknya akan semaksimal mungkin untuk melakukan perbaikan internal dan business remodelling/pivoting. "Saat ini, kami mengembangkan learning system dan bekerja sama dengan beberapa komunitas terkemuka untuk memperkuat basis komunitas sekalian dengan content acquisition yang kami lakukan," ungkap dia.
Kemudian, dari segi sahamnya, Analis MNC Sekuritas Herditya Wicaksana menilai, volume transaksi CASH dan PPGL memang cenderung tinggi dibanding dua saham lainnya. "Untuk ke depannya, kedua saham ini kami perkirakan masih berpotensi untuk menguat dalam jangka pendek," kata Herditya.
Oleh karena itu, menurut dia, investor memiliki peluang untung apabila ingin mengoleksi saham-saham tersebut. Akan tetapi, jika ingin berinvestasi dalam jangka panjang, dia mengimbau investor untuk mencermati sisi kinerja dan laporan perusahaannya.
Baca Juga: Sudah 35 perusahaan IPO tahun ini, BEI & OJK masih hadapi tantangan nilai emisi mini
Sementara itu, untuk PGJO dan SOFA, Herditya berpendapat, selama kedua saham ini tidak menembus level terendahnya, maka PGJO dan SOFA berpotensi untuk menguat. PGJO pernah mencapai level terendah di Rp 44 per saham dan SOFA di level Rp 64 per saham.
Sebagai informasi, Papan Akselerasi dibuat untuk membantu perusahaan dengan aset kecil dan aset menengah agar lebih mudah mendapatkan pendanaan di pasar modal. Berdasarkan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (POJK) 53, perusahaan dengan aset skala kecil adalah yang memiliki aset tidak lebih dari Rp 50 miliar, sedangkan perusahaan skala menengah memiliki aset lebih dari Rp 50 miliar sampai dengan Rp 250 miliar.
Ketentuan pertama dari perdagangan efek di Papan Akselerasi ini adalah harga terendah saham yang bisa diperdagangkan di pasar reguler dan pasar tunai sebesar Rp 1. Selanjutnya, saham-saham tersebut akan terkena auto rejection apabila harga penawaran jual dan permintaan beli saham lebih dari Rp 1 untuk harga dengan rentang Rp 1-Rp 10 per saham. Sementara itu, untuk saham dengan harga di atas Rp 10, maka akan terkena auto rejection apabila harganya naik atau turun lebih dari 10%.
Baca Juga: Dari 15 calon emiten dalam pipeline, satu bakal menghuni Papan Akselerasi
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News