kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.520.000   12.000   0,80%
  • USD/IDR 15.929   1,00   0,01%
  • IDX 7.180   38,89   0,54%
  • KOMPAS100 1.103   7,53   0,69%
  • LQ45 872   6,12   0,71%
  • ISSI 221   1,16   0,53%
  • IDX30 445   2,31   0,52%
  • IDXHIDIV20 536   1,54   0,29%
  • IDX80 127   0,74   0,59%
  • IDXV30 134   0,46   0,35%
  • IDXQ30 148   0,48   0,33%

Emiten Komoditas Dikepung Sentimen Negatif, Simak Prospek dan Rekomendasi Sahamnya


Rabu, 11 September 2024 / 18:50 WIB
Emiten Komoditas Dikepung Sentimen Negatif, Simak Prospek dan Rekomendasi Sahamnya
ILUSTRASI. Pekerja menurunkan tandan buah segar dari bak mobil di salah satu rumah jual beli hasil perkebunan sawit di Kota Bengkulu, Bengkulu, Jumat (5/7/2024). Kementerian Perdagangan menetapkan harga referensi komoditas minyak kelapa sawit untuk periode Juli 2024 sebesar 800,75 dolar AS per metrik ton (MT) atau meningkat 21,93 dolar Amerika Serikat (AS) dari periode Juni 2024 sebesar 778,82 dolar AS per MT. ANTARA FOTO/Muhammad Izfaldi/tom.


Reporter: Pulina Nityakanti | Editor: Noverius Laoli

Pada tahun ini, banyak faktor di luar fundamental yang memengaruhi kinerja harga komoditas, seperti permintaan dan penawaran di pasar global. 

Hal ini  terutama terkait faktor ketegangan geopolitik dan juga ekspektasi perubahan kebijakan atas perubahan kepemimpinan di beberapa negara, seperti di Amerika Serikat (AS).  

“Faktor-faktor ini kemungkinan masih akan tetap memengaruhi fluktuasi harga pasar komoditas setidaknya sampai awal tahun 2025,” ujarnya kepada Kontan, Rabu (11/9).

Darma melihat, kinerja komoditas utama Tanah Air, seperti minyak bumi, batubara, dan CPO sebenarnya masih cukup cemerlang kinerjanya.

Baca Juga: Lonjakan Saham Masuk UMA, Manajemen Petrosea (PTRO) Buka Suara

“Harga komoditas-komoditas tersebut masih cenderung lebih tinggi dari ekspektasi pasar di awal tahun 2024 yang semula diproyeksikan terjadi pelemahan pertumbuhan ekonomi di sepanjang tahun ini,” ungkapnya.

Pada semester II, sektor batubara masih bisa dicermati oleh para investor. Ini mengingat adanya  ekspektasi peningkatan permintaan menjelang masuknya musim dingin, terutama dari China. 

Kata Darma, data Kementerian ESDM memang memperlihatkan adanya pertumbuhan ekspor batubara yang lebih lambat dari tahun lalu sampai dengan bulan tujuh tahun ini. Namun, ke depannya ekspor batubara diproyeksikan masih akan cukup kuat. 

“Terutama, dengan adanya potensi penambahan permintaan dari negara-negara Asia Utara, seperti Jepang, Korea, dan Taiwan, Asia Tenggara, seperti Vietnam, Malaysia dan Thailand, serta India,” katanya.

Baca Juga: Pemangkasan Fed Rate Berpotensi Mengangkat Harga Komoditas

Di sisi lain, apabila Fed Fund Rate alias suku bunga The Fed diturunkan dan berdampak pada penurunan nilai tukar dolar Amerika Serikat (AS), maka permintaan atas komoditas masih akan cukup kuat. 

Hal tersebut akan semakin mungkin terjadi jika ditambah dengan proyeksi kebutuhan energi yang lebih tinggi lagi ke depannya. Ini terutama, untuk komoditas energi, seperti minyak bumi dan batu bara.

“Jika dikaitkan dengan risiko geopolitik, ada juga potensi harga komoditas emas untuk terus mengalami uptrend ke depan,” paparnya.

Sektor komoditas yang patut dicermati adalah batubara, khususnya terkait faktor kenaikan volume produksi dan efisiensi biaya para emiten.

“Komoditas lain yang menarik kinerjanya adalah emas yang harganya masih meningkat, serta minyak bumi. Ini terkait dengan ekspektasi pelemahan dolar AS dan kebutuhan energi yang masih cukup kuat,” tuturnya.

Baca Juga: Kobexindo Tractors (KOBX) Menggali Peluang Penjualan

Darma pun merekomendasikan hold untuk ADRO dari sektor batubara dengan target harga Rp 3.660 per saham. Rekomendasi hold juga diberikan untuk ANTM dari sektor emas dengan target harga Rp 1.480 per saham.

Analis Kiwoom Sekuritas Indonesia Abdul Azis Setyo Wibowo melihat, kinerja emiten CPO mayoritas memang tengah mengalami penurunan. Hal ini disebabkan karena harga komoditas CPO yang masih cenderung sideways akibat berkurangnya permintaan global.

“Adanya program B50 diharapkan bisa meningkatkan permintaan CPO, khususnya dalam mendorong penjualan para emiten sawit di dalam negeri,” ujarnya kepada Kontan, Rabu (11/9).

Pada kuartal III dan kuartal IV 2024, harga CPO juga akan masih cenderung sideways

“Hari Raya Diwali dan Deepavali di India biasanya akan mendorong permintaan. Namun, hal ini bisa jadi bersifat sementara,” paparnya.

Azis pun merekomendasikan beli untuk TAPG dengan target harga Rp 820 - Rp 890 per saham.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
Working with GenAI : Promising Use Cases HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective

[X]
×