Reporter: Nur Qolbi | Editor: Noverius Laoli
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Ekspektasi pasar atas peluang terjadinya dovish pivot The Fed pada kuartal I-2024 tetap bertahan. Namun, Macro Strategist Samuel Sekuritas, Lionel Priyadi, menilai, ekspektasi ini bersifat spekulatif dan berpotensi meningkatkan volatilitas.
Euforia dovish pivot global yang berawal dari bank sentral Amerika Serikat (AS) The Fed kini telah meluas ke zona Euro. Hal ini terjadi akibat meningkatnya probabilitas resisi global, terutama di Eropa.
Meningkatnya euforia dovish pivot di pasar global juga mendorong Bank of Japan (BOJ) untuk mengakhiri kebijakan suku bunga negatif sebelum implementasi dovish pivot The Fed. Kebijakan suku bunga negatif BOJ diperkirakan berakhir di Januari atau Februari 2024.
Baca Juga: Ada Aksi Beli Terbatas di Pasar SBN Berkat Sentimen Dovish
Di sisi lain, ada kemungkinan dovish pivot batal terjadi di kuartal I-2024 bila tekanan inflasi inti PCE bulanan AS tetap kuat di 2024 dengan rata-rata 0,2% mom atau lebih tinggi. Hal ini berpeluang memicu volatilitas di pasar finansial global.
Sejalan dengan itu, Lionel memperkirakan, Bank Indonesia (BI) akan memangkas suku bunga lebih sedikit dibandingkan The Fed, yakni sebesar 75 bps mulai kuartal III-2024. Sementara The Fed diprediksi akan memangkas suku bunga sebesar 150 bps menjadi 3,75%-4% mulai kuartal I-2024.
“Langkah tersebut dilakukan Bank Indonesia untuk menjaga keseimbangan ekdternal dan stabilitas Rupiah,” ucap Lionel dalam risetnya berjudul Macro Strategy and Fixed Income Outlook 2024.
Baca Juga: Asing Keluar dari Pasar Saham RI Picu Aksi Jual Terbatas Terjadi di SBN
Menurutnya, perekonomian Indonesia menghadapi tantangan overheating di 2024. Hal tersebut berpotensi menyebabkan pelebaran defisit neraca berjalan menjadi -0,9% terhadap produk domestik bruto (PDB) dalam skenario baseline.
Lalu, apabila pemerintah mencoba memacu pertumbuhan ekonomi melalui stimulus moneter maupun fiskal, maka perekonomian Indonesia berpeluang mengalami akselerasi defisit neraca berjalan hingga -1,5% terhadap PDB (skenario bearish). Dengan catatan, pertumbuhan ekonomi stagnan di kisaran 5%, seperti yang pernah terjadi saat overheating di periode 2018-2019.
Selain itu, Indonesia juga menghadapi tantangan menipisnya selisih inflasi dengan AS di semester 2 2024. “Oleh sebab itu, Bank Indonesia diperkirakan akan mengutamakan stabilitas makro dengan memangkas suku bunga lebih rendah dibandingkan potensi pemangkasan suku bunga Federal Reserve,” tutur Lionel.
Baca Juga: Pasar Tenaga Kerja AS Menguat, Aksi Jual di Pasar Obligasi Global Terjadi
Ia memprediksi normalisasi kurva yield dari kondisi flattened dengan pola bull steepener di pasar obligasi pemerintah Indonesia (INDOGB) mulai kuartal III-2024. Sementara, pasar US Treasury memperkirakan normalisasi dari kondisi inverted dengan pola bull steepener pada kuartal IV-2024.
Lionel melihat, Kementerian Keuangan akan melakukan lelang SBN senilai Rp 1.227,9 triliun dengan nilai SBN jatuh tempo sebesar Rp 561,4 triliun pada 2024. Sementara jumlah lelang di pasar obligasi dan sukuk korporasi diprediksi sebesar Rp 175,5 triliun pada 2024 dengan nilai obligasi dan sukuk korporasi jatuh tempo sebesar Rp 135,5 triliun.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News