Reporter: Akhmad Suryahadi | Editor: Khomarul Hidayat
KONTAN.CO.ID – JAKARTA. Indeks bursa saham di Asia, Senin (8/1), mayoritas ditutup turun. Tim riset Phillip Sekuritas Indonesia menilai, penurunan ini terjadi setelah data pasar tenaga kerja (Non-Farm Payrolls) Amerika Serikat (AS) untuk bulan Desember 2023 keluar lebih tinggi dari ekspektasi.
Hal ini mendorong investor untuk mempertimbangkan kembali ekspektasi penurunan suku bunga acuan oleh bank sentral AS, Federal Reserve, dalam waktu dekat.
Data Non-Farm Payrolls (NFP) menunjukkan bahwa ekonomi AS masih memiliki ketahanan yang kuat, meskipun suku bunga berada di tingkat paling tinggi dalam dekade, dan inflasi masih jauh di atas target Federal Reserve. Data NFP memberikan pukulan bagi ekspektasi Federal Reserve untuk mulai menormalisasi kebijakan moneter dalam beberapa bulan ke depan.
Rilis dokumen Fed Minutes pekan lalu menunjukkan bahwa pejabat tinggi Federal Reserve, dalam pertemuan kebijakan mereka bulan Desember, merasa nyaman mempertahankan suku bunga di tingkat saat ini untuk waktu yang lebih lama demi memastikan lonjakan inflasi berhasil dikendalikan.
Baca Juga: IHSG Tergelincir 0,91% ke 7.283, TPIA, MDKA & INKP Top Losers di LQ45, Senin (8/1)
Pekan ini, investor mengantisipasi rilis data inflasi dari sejumlah negara di Asia dan dimulainya musim laporan keuangan (earnings season) kuartal IV-2023.
Rilis data inflasi dan neraca perdagangan China pada hari Jumat yang akan datang diyakini akan merefleksikan pelemahan lebih lanjut dalam ekonomi China menyusul pelemahan pada data manufacturing purchasing managers’ index (PMI) bulan Desember..
Dari China, investor mencerna berita bahwa perusahaan konglomerat dalam bidang finansial, Zhongzhi Enterprise Group, menyatakan bangkrut akhir pekan lalu, memicu aksi jual di pasar saham China. Zhongzhi Enterprise Group mengakui tidak sanggup melunasi utang dan tidak memiliki aset yang cukup untuk membayar utang yang jatuh tempo akibat semakin parahnya krisis properti di China.
Perusahaan pembiayaan bukan bank (shadow bank) di China beroperasi dengan menghimpun dana nasabah dan korporasi serta meraciknya menjadi pinjaman investasi di saham, obligasi, dan komoditas.
Perusahaan seperti Zhongzhi biasanya meminjamkan dana kepada perusahaan pengembang properti besar di China. Bank-bank terbesar di China dimiliki oleh Pemerintah (BUMN), sehingga membuat perusahaan non-BUMN sangat sulit mencari pendanaan dari perbankan tradisional. Akibatnya, shadow banking menjadi pilihan sumber pendanaan yang populer bagi perusahaan non-BUMN.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News