kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45919,51   10,20   1.12%
  • EMAS1.350.000 0,52%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Data Ekonomi AS Tertekan, Mata Uang Regional Berpeluang Rebound?


Minggu, 03 Maret 2024 / 19:01 WIB
Data Ekonomi AS Tertekan, Mata Uang Regional Berpeluang Rebound?
ILUSTRASI. Kurs dolar Amerika Serikat (AS) cenderung tertekan sebulan terakhir. Data ekonomi AS yang kurang baik mendorong mata uang regional untuk rebound.


Reporter: Sugeng Adji Soenarso | Editor: Khomarul Hidayat

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Kurs dolar Amerika Serikat (AS) cenderung tertekan sebulan terakhir. Data ekonomi AS yang kurang baik mendorong mata uang regional untuk rebound.

Pada Jumat (1/3), AS mengumumkan bahwa data PMI Manufaktur ISM jatuh ke level 47,8 pada Februari 2024 dari 49,1 pada Januari 2024. Realisasi itu juga jauh dari proyeksi pasar di level 49,5.

Hasil itu menunjukkan penurunan aktivitas manufaktur AS selama 16 bulan berturut-turut, menghapus harapan sebelumnya akan adanya daya tarik baru di sektor ini. Penurunan baru dalam permintaan konsumen menekan kebutuhan akan kapasitas dan mendorong tingkat ketenagakerjaan turun selama lima bulan berturut-turut (45,9 vs 47,1).

Alhasil, indeks dollar memperpanjang penurunannya hingga turun di bawah 104.

Berdasarkan data Bloomberg, mayoritas mata uang regional menguat dalam sebulan terakhir. Penguatan terbesar dialami JPY dengan kenaikan 2,45%, disusul THB sebesar 1,45%, TWD 0,88%.

Pengamat Komoditas dan Mata Uang Lukman Leong mengatakan penurunan data ekonomi di AS tidak mengherankan dengan suku bunga yang berada di level tinggi yang mulai dirasakan ekonomi AS. Oleh sebab itu, ia menilai hal ini bisa menjadi awal dari tanda the Fed akan mulai dovish.

"Mata uang regional yang selama ini tertekan berpotensi rebound kuat," ujarnya kepada Kontan.co.id, Minggu (3/3).

Baca Juga: Intip Prediksi Rupiah di Perdagangan Awal Pekan, Senin (4/3)

Meski begitu, Lukman berpendapat investor masih akan berhati-hati. Sebab di akhir pekan depan akan dirilis data tenaga kerja non farm payroll (NFP) yang kerap mengagetkan dengan lebih baik dari perkiraan. Adapun pasar memproyeksikan NFP diperkirakan akan menambah 200.000 pekerjaan.

Kepala Ekonom Bank Permata Josua Pardede menambahkan, dengan potensi pemotongan suku bunga AS sebesar 75 bps-100 bps juga akan mendorong mata uang regional. Ia berpandangan, dengan berbagai hal tersebut rupiah (IDR) dan rupee India (INR) berpotensi menjadi mata uang kawasan Asia yang relatif kuat.

"Ini sejalan dengan ekspektasi suku bunga yang masih akan dipertahankan serta pertumbuhan ekonomi yang relatif tinggi," katanya.

Menurut Josua, faktor tersebut akan mendorong semakin atratifnya aset-aset dalam IDR dan INR. Sehingga, ia menilai investor asing berpotensi masuk pasar keuangan Indonesia dan India.

Hingga akhir tahun, Josua memproyeksikan rupiah akan berada di level Rp 15.100 - Rp 15.300 per dolar AS. Sementara rupee di 81 - 82 per dolar AS.

Sementara Lukman menilai sejumlah mata uang regional yang menarik dicermati adalah dolar Singapura dengan target di akhir tahun 1,31-1,33 per dolar AS. Lalu ringgit Malaysia di 4,4 - 4.5 per dolar AS dan baht Thailand di 32-33 per dolar AS.

Lukman juga menilai rupiah menarik dengan target akhir tahun Rp 14.500 - Rp 15.000 per dolar AS. "Rupiah bergantung pada harga komoditas yang walau masih tertekan tahun ini, namun rekor surplus diperkirakan masih akan berlanjut dan harga akan memulih di kuartal IV," imbuhnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×