kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 2.016.000   36.000   1,82%
  • USD/IDR 16.860   -50,00   -0,30%
  • IDX 6.538   92,30   1,43%
  • KOMPAS100 939   12,04   1,30%
  • LQ45 730   8,52   1,18%
  • ISSI 209   2,52   1,22%
  • IDX30 378   3,03   0,81%
  • IDXHIDIV20 458   4,62   1,02%
  • IDX80 106   1,33   1,26%
  • IDXV30 113   1,41   1,27%
  • IDXQ30 124   0,78   0,63%

Danantara Siap Jadi Liquidity Provider, Begini Prospek Kinerja Emiten BUMN


Selasa, 22 April 2025 / 20:15 WIB
Danantara Siap Jadi Liquidity Provider, Begini Prospek Kinerja Emiten BUMN
ILUSTRASI. Aplikasi memperlihatkan pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) di Bursa Efek Indonesia (BEI), Jakarta Pusat. Emiten BUMN diproyeksikan bakal menuai berkah dari rencana Badan Pengelola Investasi Daya Anagata Nusantara (BPI Danantara) yang siap menjadi liquidity provider pasar saham Tanah Air. Tribunnews/Jeprima


Reporter: Pulina Nityakanti | Editor: Putri Werdiningsih

KONTAN.CO.ID – JAKARTA. Emiten BUMN diproyeksikan bakal menuai berkah dari rencana Badan Pengelola Investasi Daya Anagata Nusantara (BPI Danantara) yang siap menjadi liquidity provider pasar saham Tanah Air.Danantara kini tengah menggodok alokasi dana untuk suntikan ke pasar modal. 

Chief Investment Officer BPI Danantara Pandu Sjahrir mengatakan, langkah tersebut diambil sebagai bagian dari strategi diversifikasi investasi serta penguatan peran investor institusional domestik.

Menurutnya Danantara memang tengah menggodok rencana penempatan dana hasil dari setoran dividen yang bakal diterima akhir bulan April 2025. Pasar modal dan pasar saham masuk dalam opsi penempatan dana itu. 

“Nanti dividen akhir bulan ini masuk ke kami. Dari situ kami harus mulai alokasikan uangnya kemana,” ujarnya saat ditemui di Gedung Bursa Efek Indonesia (BEI), Senin (14/4) lalu. 

Berdasarkan catatan KONTAN, Danantara diproyeksikan bakal dapat guyuran dividen Bank BUMN sebesar Rp 59,11 triliun pada akhir April 2025. Danantara juga menargetkan dividen setidaknya US$ 8 miliar dalam setahun.

Meskipun tidak menyebutkan secara spesifik, tetapi Danantara bakal fokus investasi di sektor yang memberikan imbal hasil tinggi. Total emiten yang telah bergabung sekitar 18 emiten, termasuk emiten BUMN. 

Ekonom Panin Sekuritas, Felix Darmawan mengatakan, masuknya Danantara sebagai liquidity provider di bursa jelas membawa warna baru bagi pasar, khususnya terhadap saham-saham pelat merah. 

Sentimen positifnya, kehadiran Danantara akan menciptakan likuiditas tambahan dan stabilitas harga, terutama saat pasar sedang lesu. 

“Ini penting bagi emiten BUMN yang kerap alami tekanan valuasi bukan karena fundamental yang buruk, tapi karena tekanan jual teknikal dan arus keluar dana asing,” ujarnya kepada Kontan, Selasa (22/4). 

Baca Juga: Sentimen Buruk Masih Selimuti Prospek Kinerja Emiten BUMN Karya di Tahun Ini

Namun, tantangannya adalah jangan sampai pasar terlalu bergantung pada aksi Danantara atau hanya pada BUMN sektor perbankan. Sebab, saat ini hampir semua perbaikan kinerja indeks BUMN20 masih ditopang oleh sektor perbankan besar, seperti PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (BBRI) dan PT Bank Mandiri Tbk (BMRI). 

“BUMN sektor lain, seperti konstruksi, logistik, dan energi justru masih tertinggal jauh, baik dari sisi harga saham maupun perbaikan kinerja operasionalnya,” paparnya.

Perbaikan kinerja BUMN20 dalam beberapa minggu ini memang patut diapresiasi. Namun, perbaikan ini masih didorong oleh sentimen jangka pendek seperti aksi buyback dan ekspektasi pasar terhadap peran Danantara. 

Sebagai gambaran, IDX BUMN20 turun 5,39% sejak awal tahun alias year to date (YTD). Penurunan kinerja indeks BUMN20 lebih baik dari Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) yang turun 7,65% YTD.

Meskipun begitu, saham emiten BUMN masih dilego investor asing, khususnya dari sektor perbankan. Misalnya, BMRI dijual asing Rp 9,5 triliun dalam tiga bulan terakhir. BBRI juga dilego asing Rp 5,3 triliun dalam tiga bulan terakhir. Sementara, PT Bank Negara Indonesia Tbk (BBNI) dilepas asing Rp 3,1 triliun dalam tiga bulan terakhir.

Di sisi lain, investor asing justru mengakumulasi saham PT Aneka Tambang Tbk (ANTM), dengan total Rp 997,3 miliar dalam tiga bulan terakhir. TLKM juga dibeli asing Rp 377,4 miliar dalam periode yang sama.

Sejumlah emiten BUMN, seperti BBNI, BBRI, dan PT Semen Indonesia Tbk (SMGR), melaporkan tengah melakukan buyback saham.

Menurut Felix, buyback yang dilakukan para emiten BUMN memang bisa memberikan bantalan psikologis bagi pasar. Namun, langkah itu tidak akan cukup menyelesaikan masalah struktural, seperti lambatnya transformasi model bisnis atau beban utang di sektor BUMN tertentu. 

“Jika Danantara ingin benar-benar mengembalikan kepercayaan investor, terutama asing, maka peran LP ini perlu diimbangi dengan transparansi, governance, dan manajemen portofolio yang profesional. Bukan hanya intervensi pasar semata,” paparnya.

Untuk kinerja kuartal I dan II 2025, emiten BUMN sektor energi dan keuangan tetap jadi tulang punggung, terutama di tengah ketidakpastian global dan naiknya harga komoditas, seperti emas dan batubara. 

Pelaku pasar saat ini memang sedang memperhatikan sektor emas karena harga emas sudah masuk level all time high (ATH). Arus dana asing ke Antam juga bagus, sedangkan di big banks masih mencatat net sell.

“Selain itu, sektor konstruksi juga menjadi sektor yang menarik terkait sentimen Danantara ini,” ungkapnya.

VP Marketing, Strategy and Planning Kiwoom Sekuritas, Oktavianus Audi menilai, implementasi Danantara sebagai LP bisa berdampak positif seiring dengan kebutuhan likuiditas di pasar di tengah tekanan outflow asing yang masih deras sejak awal tahun 2025. 

Hal itu bisa dilihat dari aset likuid Danantara, di antaranya yang berasal dari dividen BUMN. Sebagai gambaran, per tahun 2024 tercatat terkumpul sebesar Rp 86,38 triliun atau naik 5,93% year on year (YoY). 

Jika melihat perputarannya, nilai transaksi harian BEI sebesar Rp 10 triliun - Rp 15 triliun per hari ini. 

Dengan asumsi transaksi harian BEI tembus di rentang Rp 10 triliun - Rp 15 triliun, maka untuk menjaga stabilitas dapat menggunakan rentang 5%-10%. Sehingga, dana yang diperlukan sebagai LP bisa sekitar Rp 740 miliar hingga Rp 1,48 triliun dalam satu hari. 

“Nilai tersebut hanya sebesar 2% dari total dividen BUMN tahun 2024. Maka, Danantara dapat menjadi penahan di tengah gejolak pasar,” ujarnya kepada Kontan, Selasa (22/4).

Baca Juga: Berpotensi Dibiayai Danantara, MIND ID Sodorkan Sejumlah Proyek Strategis

Meski demikian, jika Danantara terlalu aktif atau mendominasi peran dalam pergerakan IHSG, nanti akan berdampak pada distorsi harga pasar yang menimbulkan resiko struktural. 

Selain itu, akan ada resiko liquidity trap, di mana volume tidak mencerminkan likuiditas sebenarnya.

“Hal tersebut akan menimbulkan ketergantungan pasar pada Danantara,” ungkapnya.

Menurut Audi, kinerja IDX BUMN20 yang lebih tinggi dari IHSG saat ini lebih didominasi oleh faktor rebound seiring dengan normalisasi di pasar dan ada sejumlah aksi korporasi. Seperti, buyback saham dari emiten BUMN dan imbal hasil dividen yang cenderung tinggi. 

“Selain itu, kenaikan harga komoditas safe haven mendorong kinerja konstituen IDX BUMN20,” katanya.

Namun, pasar sebenarnya masih wait and see dan menanti implementasi penuh dari Danantara sebagai LP. Perlu ada kalkulasi dan elaborasi lebih lanjut atas dampaknya terhadap inflow dana asing pasca implementasi.

“Yang mendorong kepercayaan pasar saat ini, selain kondisi ekonomi dan tekanan eksternal yang lebih kondusif, juga berasal dari pertumbuhan kinerja emiten yang terjadi, khususnya di kuartal I 2025,” ungkapnya.

Hingga akhir kuartal II 2025, emiten sektor perbankan dan komoditas emas memang masih akan menarik secara kinerja keuangannya. Namun, emiten infrastruktur dan utilitas juga dapat diperhatikan, seperti PT Perusahaan Gas Negara Tbk (PGAS) dan PT Adhi Karya Tbk (ADHI). 

Audi pun merekomendasikan beli untuk BMRI, BRIS, dan PT Telekomunikasi Indonesia Tbk (TLKM) dengan target harga masing-masing Rp 5.450 per saham, Rp 3.190 per saham, dan Rp 3.300 per saham. Rekomendasi trading buy juga disematkan untuk ANTM dan PGAS dengan target harga masing-masing Rp 2.300 per saham dan Rp 1.820 per saham.

Investment Analyst Edvisor Provina Visindo, Indy Naila melihat, dampak positifnya adalah bisa menarik daya tarik investor asing, karena saham-saham milik pemerintah ini yang menjadi perhatian investor asing juga karena bisa menggambarkan kondisi perekonomian di Indonesia. 

“Optimalisasi dari Danantara juga harus merata ke semua sektor, kenaikan indeks juga baru-baru ini bisa ditopang oleh saham ANTM yang naik seiring dengan kenaikan harga emas,” ujarnya kepada Kontan, Selasa (22/4).

Perbaikan kinerja yang dipengaruhi oleh Danantara dan aksi buyback ini berdampak ke beberapa sektor meningkatkan kepercayaan pasar. 

Sementara, di kuartal I dan II 2025, kinerja emiten BUMN masih akan bergerak sideways diiringi masih adanya potensi prospek-prospek emiten, baik secara fundamental karena permintaan yang masih tinggi ke sektor riil, dividen yang masih besar, dan prospek suku bunga acuan. 

“Namun, perlu dipantau risiko politik dan eskalasi perang dagang yang masih membayangi kinerja keuangan emiten-emiten BUMN,” ungkapnya.

Indy melihat, sektor perbankan dan komoditas emas masih bisa dicermati, karena secara valuasi ANTM, BBRI, BMRI, PT Pembangunan Daerah Jawa Barat dan Banten Tbk (BJBR), dan BBNI masih menarik. 

Lalu, PGAS juga masih menarik, karena secara historis menawarkan imbas hasil dividen cukup besar dan fundamental masih baik.

Indy pun menyarankan investor melirik ANTM dengan target harga Rp 2.700 per saham, BBRI Rp 5.025 per saham, BBNI Rp 5.000 per saham, BMRI Rp 6.100 per saham, PGAS Rp 1.995 per saham, dan BJBR Rp 1.250 per saham.

Baca Juga: Pandu Sjahrir: Danantara Siap Jadi Liquidity Provider di Bursa

Investment Analyst Infovesta Kapital Advisori, Ekky Topan bilang, dengan berkomitmen Danantara untuk menjadi liquidity provider di bursa, tentu memberikan sentimen positif bagi market. Karena, likuiditas dari emiten BUMN bisa meningkat di mana sebelumnya terus melemah karena aksi jual asing. 

“Dengan masuknya Danantara (sebagai LP), harga dapat lebih stabil dan kepercayaan investor baik dari ritel ataupun institusi akan meningkat,” katanya kepada Kontan, Selasa (22/4).

Kembalinya dana asing ke pasar saham Indonesia nantinya tergantung bagaimana kondisi pasar global. Jika kondisi makroekonomi membaik, dengan masuknya Danantara ke bursa Indonesia, menjadi katalis positif dan menguntungkan investor asing saat kembali ke pasar.

Menurut Ekky, perbaikan kinerja IDX BUMN20 merupakan kombinasi sentimen positif dari Danantara dan juga aksi buyback saham para emiten pasca koreksi harga sejak beberapa bulan sebelumnya.

”Untuk saat ini valuasi emiten BUMN juga sudah murah, jadi wajar menguat harganya,” paparnya.

Untuk prospek kinerja BUMN, masih tergantung dari kinerja masing-masing emitennya. Misalnya, kinerja ANTM harusnya positif melihat harga emas yang terus menguat, namun emiten bank harusnya masih akan cenderung stagnan melihat pertumbuhan kredit yang melambat dan deflasi.

Selain ANTM, untuk jangka pendek, sektor energi, properti, infrastruktur, dan telekomunikasi saat ini sudah mulai berbalik arah kinerjanya dan menarik untuk diperhatikan.

Ekky melihat, saham ANTM saat ini sedang strong bullish dengan target harga selanjutnya Rp 2.409 - Rp 2.500 per saham, BRIS target harganya bisa ke Rp 3.000 per saham, PT Elnusa Tbk (ElSA) berpeluang ke target harga berikutnya di Rp 460 per saham dan Rp 500 per saham jika berlanjut, serta PT Timah Tbk (TINS) bisa di atas Rp 1.200 per saham.

Selanjutnya: Pengamat: Program MBG Tak Perlu Dihentikan, Tapi Perlu Evaluasi Total Tata Kelola

Menarik Dibaca: Mustika Ratu dan BPOM Edukasi Kosmetik Aman Melalui Finalis Puteri Indonesia

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU

[X]
×