Reporter: Rashif Usman | Editor: Putri Werdiningsih
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Dalam dua pekan ke depan atau tepatnya pada 7 Agustus 2025, Morgan Stanley Capital International (MSCI) dijadwalkan merilis hasil peninjauan indeks periode Agustus. Peninjauan tersebut nantinya akan mulai berlaku efektif pada 27 Agustus 2025.
Saham-saham milik Prajogo Pangestu seperti PT Barito Renewables Energy Tbk (BREN), PT Petrosea Tbk (PTRO) dan PT Petrindo Jaya Kreasi Tbk (CUAN) sebelumnya disebut-sebut berpeluang untuk masuk indeks MSCI.
Namun, riset terbaru dari Samuel Sekuritas turut menyoroti dua nama lain, yakni PT Dian Swastatika Sentosa Tbk (DSSA) dan PT Surya Semesta Internusa Tbk (SSIA) dinilai memiliki potensi kuat untuk bergabung dalam indeks bergengsi tersebut.
Baca Juga: Menakar Peluang Surya Semesta (SSIA) Masuk Indeks MSCI
Head of Research Samuel Sekuritas Indonesia Prasetya Gunadi mengatakan DSSA berpotensi tinggi masuk ke dalam MSCI Indonesia Big Cap Index. Prediksi ini ditopang oleh nilai kapitalisasi pasar free float yang mencapai US$ 6,6 miliar, jauh melampaui ambang minimum sebesar US$ 1,5 miliar.
"Selain itu, DSSA mencatatkan rata-rata transaksi harian selama 12 bulan sebesar US$ 7,2 juta juga melebihi syarat minimum sebesar US$ 2,5 juta. Adapun rasio nilai rata-rata yang diperdagangkan juga telah melampaui ambang batas 15%," kata Prasetya dalam risetnya, Kamis (17/7) lalu.
Sementara itu, Analis Samuel Sekuritas, Ahnaf Yassar dan Prasetya Gunadi juga menilai SSIA layak masuk ke dalam MSCI Small Cap Index. Peluang ini terbuka setelah saham SSIA mengalami lonjakan harga, salah satunya didorong oleh akuisisi 5,89% saham oleh Grup Djarum.
Kenaikan harga tersebut juga telah mendorong kapitalisasi pasar free float SSIA menjadi US$ 618 juta, jauh melampaui ambang batas US$ 250 juta. Dari sisi likuiditas, SSIA juga mencatatkan rata-rata transaksi harian dalam 12 bulan terakhir sebesar US$ 1,8 juta per hari, melebihi ketentuan minimum US$ 1 juta per hari.
"Masuknya saham SSIA ke dalam indeks MSCI akan meningkatkan visibilitas SSIA di mata investor global dan berpotensi menarik aliran dana dari investor pasif yang mengikuti indeks sekaligus membalikkan tren penjualan asing menjadi pembelian bersih," kata Ahnaf dan Prasetya dalam risetnya, Selasa (22/7).
Baca Juga: Dian Swastika(DSSA) & Saham Prajogo Pangestu Berpotensi Masuk Kocok Ulang MSCI
Head of Research & Chief Economist PT Mirae Asset Sekuritas Rully Wisnubroto sepakat saham DSSA dan SSIA memiliki prospek kuat untuk masuk ke dalam indeks MSCI pada periode berikutnya. Ia juga menambahkan bahwa saham PT Aneka Tambang Tbk (ANTM) berpeluang mengikuti jejak serupa.
"Saham-saham tersebut memiliki kapitalisasi pasar free float dan likuiditas harian yang mencukupi," jelas Rully kepada Kontan, Selasa (23/7).
Analis MNC Sekuritas PIK Hijjah Marhama punya pendapat lain. Menurutnya, salah satu saham yang punya kans untuk masuk indeks MSCI Small Cap ialah PT Bumi Resources Minerals Tbk (BRMS).
Emiten ini memiliki free float yang cukup besar, yakni sekitar 35%, sehingga memenuhi salah satu kriteria MSCI. Namun demikian, Hijjah bilang agar memenuhi syarat minimum kapitalisasi pasar, harga saham BRMS idealnya harus berada di atas level Rp 490–Rp 500 per saham.
Sebagai catatan, MSCI Small Cap menetapkan persyaratan minimum free float market cap sebesar sekitar US$ 250 juta, dengan proporsi kepemilikan publik minimal 15% dan likuiditas harian di atas US$ 1 juta atau setara dengan Rp 16 miliar–Rp 20 miliar per hari.
Dari sisi likuiditas, BRMS termasuk salah satu saham yang aktif diperdagangkan, dengan nilai transaksi harian yang umumnya berada di kisaran Rp 200 miliar hingga Rp 300 miliar. Bahkan, pada 11 Juni 2025 lalu, nilai transaksi BRMS mencatatkan rekor tertinggi harian mencapai Rp 1,2 triliun, seiring dengan penguatan harga saham sebesar 12% dalam sehari. Ini turut ditopang oleh volatilitas harga emas sebagai komoditas utama yang menjadi fokus bisnis BRMS.
Baca Juga: Saham Prajogo Pangestu Melonjak Tajam Usai Pengumuman Baru dari MSCI
Sementara itu, saham PT Bank Syariah Indonesia Tbk (BRIS) dan PT Pertamina Geothermal Energy Tbk (PGEO) dinilai memiliki fundamental yang cukup solid untuk masuk indeks MSCI. Namun, keduanya masih menghadapi tantangan dalam hal kepemilikan publik yang relatif kecil.
"Rebalancing MSCI perlu diperhatikan sebagai salah satu faktor yang dapat dijadikan acuan oleh investor dalam bertransaksi saham, khususnya untuk menilai tingkat likuiditas suatu saham," ucap Hijjah kepada Kontan, Rabu (23/7).
Hijjah menyarankan investor dan pelaku pasar agar memanfaatkan momentum menjelang rebalancing MSCI secara spekulatif.
"Bisa buy saham yang berpotensi masuk MSCI secara kualifikasi dan sell on high saat inflow masuk pada momen rebalancing," tambah Hijjah.
Hijjah melihat ada peluang trading buy saham BRMS menuju level psikologis Rp 500 per saham dan stop loss di posisi Rp 420 per saham. Sementara itu, SSIA mulai mengalami fase retracement, namun area support di kisaran Rp 2.150–Rp 2.200 bisa menjadi titik pertimbangan untuk posisi re-entry.
Selain itu, Rully menilai bahwa rebalancing indeks MSCI pada periode Agustus berpotensi mendorong penguatan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG), seiring dengan munculnya kabar positif menjelang pengumuman MSCI.
"Secara teoretis (meningkatkan IHSG). Sekarang saja sudah terbukti menggairahkan," tutup Rully.
Selanjutnya: Belum Merata, AFPI Dukung Akses Pembiayaan bagi Pelaku Usaha Perempuan
Menarik Dibaca: Fitur Lifestyle Hadir di PLN Mobile, Perluas Layanan ke Ranah Hiburan dan Gaya Hidup
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News