Reporter: Rashif Usman | Editor: Khomarul Hidayat
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Indeks bursa saham di Asia menutup perdagangan Senin (27/1) dengan beragam atau mixed.
Melansir RTI, performa indeks saham utama Hongkong, yakni Hang Seng Index (HSI) ditutup menguat 0,66% dan indeks Shanghai Composite asal Shanghai melemah 0,06%
Masih di kawasan Asia Timur, indeks Nikkei 225 asal Tokyo melemah 0,92%. Sementara indeks saham asal Singapura, Straits Times melemah 0,20%.
VP Marketing, Strategy and Planning Kiwoom Sekuritas Oktavianus Audi melihat bursa Asia cenderung bergerak melemah di tengah tekanan pada saham teknologi dan penantian rilis kinerja kuartal IV-2024.
"Untuk indeks Nikkei 225, tekanan didorong juga akibat Bank of Japan (BoJ) yang di luar ekspektasi menaikkan suku bunga acuan sebesar 50 bps," kata Audi kepada Kontan, Senin (27/1).
Baca Juga: Bursa Selandia Baru Ditutup Tergelincir Senin (27/1), Pasar Australia Libur
Efek tarif Trump
Audi menambahkan melemahnya bura Asia juga didorong pasca Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump mengumumkan terkait pengenaan tarif dan sanksi dari Kolombia. Kondisi ini membuat saham teknologi mengalami penurunan yang paling dalam.
Audi berpandangan bursa Asia masih akan cenderung tertekan di tengah penantian rilis kinerja kuartal IV-2024 serta kebijakan tarif Trump yang berpotensi meningkatkan ketidakpastian ekonomi, termasuk di Asia.
Ia memperkirakan pergerakan beberapa indeks utama, seperti Nikkei 225 diproyeksikan melemah dengan rentang level support di 38.490 dan resistance di 39.460.
Kemudian, Straits Times Index (STI) berpotensi bergerak mixed dalam rentang support 3.774 dan resistance 3.818.
Sementara itu, Senior Analyst Investment Information Mirae Asset Sekuritas, Nafan Aji Gusta melihat bursa regional Asia bergerak mixed pada perdagangan Senin (27/1).
Menurutnya, data makroekonomi yang dirilis sejauh ini belum memberikan dampak signifikan atau memiliki high market impact.
Baca Juga: Mata Uang Asia Melemah Karena Kekhawatiran Tarif Trump, Kebijakan Fed Menjadi Fokus
January effect
Menurut Nafan, January Effect masih terbuka lebar, khususnya di kawasan Asia. Ia memproyeksikan bahwa pergerakan bursa Asia cenderung mix dengan potensi menguat.
"Untuk proyeksi di Selasa (28/1) memang sentimen dari libur bursa di China masih relatif kuat," kata Nafan kepada Kontan, Senin (27/1).
Selain itu, beberapa data perdagangan global yang memiliki dampak besar pada pasar menjadi perhatian pelaku pasar, seperti indeks keyakinan konsumen di Amerika Serikat (AS) yang mengalami kenaikan. Selain itu, data Personal Consumption Expenditures (PCE) AS juga menjadi sorotan penting.
Kemudian pelaku pasar juga menunggu hasil rapat Federal Open Market Committee (FOMC) terkait kebijakan suku bunga.
"Diprediksi suku bunga AS tetap berada di level yang sama dan peluangnya 99% The Federal Reserves (The Fed) akan mempertahankan suku bunga acuan pada level yang sama," ujarnya.
Baca Juga: IHSG Hanya Naik Tipis Hingga Jumat (24/1), Saham JSPT, PANI, CBDK Jadi Penggerak
Nafan juga menyebut bahwa rilis data Produk Domestik Bruto (PDB) AS memiliki pengaruh besar terhadap pergerakan bursa di regional Asia. Dengan data-data tersebut, Nafan menilai pasar global sudah price-in terhadap berbagai sentimen tersebut.
Di sisi lain, kondisi geopolitik saat ini relatif stabil sehingga tidak memberikan tekanan signifikan pada pasar. Selain itu, pasar juga menunggu perkembangan kebijakan moneter European Central Bank (ECB) yang berpeluang melonggarkan kebijakan moneter.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News