Reporter: Wahyu Satriani | Editor: Yudho Winarto
JAKARTA. Alternatif investasi semakin bertambah. Kali ini, PT BNI Asset Management akan menerbitkan reksadana pendapatan tetap syariah berbasis sukuk.
"Reksadana tersebut telah mendapatkan izin efektif dari OJK (otoritas jasa keuangan) dan akan kami luncurkan pekan depan," ujar Head of investment at BNI Asset Management Hanif Mantiq, Jumat (5/8).
Hanif mengatakan produk ini mengambil aset dasar tiga seri sukuk negara project based sukuk (PBS). Pihaknya akan berburu sukuk di lelang reguler yang digelar pemerintah.
Adapun tenor yang dipilih berkisar lima hingga 15 tahun. "Kami mencari yang likuid," ujar Hanif.
Produk ini ditargetkan bisa mengumpulkan dana kelolaan Rp 100 miliar. Hingga kini, perusahaan telah menggenggam dana kelolaan sekitar Rp 25 miliar.
Menurut Hanif, reksadana ini bisa membagikan return sekitar 7%. Asumsi tersebut turun dibandingkan perkiraan sebelumnya yang dikisaran 10%. Penyebabnya, tren kenaikan harga sukuk di pasar sekunder.
"Sehingga begitu produk ini diluncurkan, maka kami masuk di harga yang sudah tinggi," ujar Hanif.
Penerbitan produk tersebut sesuai Ketentuan otoritas jasa keuangan (POJK) No.19/POJK.04/2016 tentang Penerbitan dan Persyaratan Reksadana Syariah. Di mana, reksadana berbasis sukuk bisa melakukan investasi pada satu atau lebih sukuk dengan komposisi 85%-100% dari nilai aktiva bersih (NAB).
Total dana kelolaan reksadana syariah BNI AM tercatat naik menjadi Rp 680 miliar di akhir Juli 2016 dibandingkan awal tahun yang sebesar Rp 450 miliar. Hanif mengatakan kenaikan tersebut disumbang oleh reksadana terproteksi yang naik Rp 200 miliar dan sisanya merupakan reksadana saham syariah.
Ketentuan reksadana berbasis sukuk diprediksi akan memicu masuknya manajer investasi ke surat berharga syariah negara (SBSN) atau sukuk negara.
Head of Fixed Income Indomitra Securities Maximilianus Nico Demus mengatakan aturan ini berpeluang mendorong kenaikan porsi kepemilikan manajer investasi di sukuk negara menjadi 30%-50%.
Manajer investasi diprediksi akan memborong sukuk lantaran memiliki kupon dan yield yang lebih tinggi ketimbang obligasi konvensional.
"Apabila supply sukuk cukup banyak, otomatis penambahannya akan cukup banyak, namun kenaikan porsi sukuk akan bertahap dan membutuhkan waktu lama," tutur Nico.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News