kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.541.000   21.000   1,38%
  • USD/IDR 15.880   50,00   0,31%
  • IDX 7.196   54,65   0,77%
  • KOMPAS100 1.104   9,46   0,86%
  • LQ45 877   10,80   1,25%
  • ISSI 221   0,74   0,34%
  • IDX30 449   6,10   1,38%
  • IDXHIDIV20 540   5,33   1,00%
  • IDX80 127   1,26   1,00%
  • IDXV30 135   0,57   0,43%
  • IDXQ30 149   1,56   1,06%

Bisnis unggas berharap pada perhelatan politik


Senin, 16 Oktober 2017 / 08:48 WIB
Bisnis unggas berharap pada perhelatan politik


Reporter: RR Putri Werdiningsih | Editor: Dupla Kartini

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Sejak beberapa tahun terakhir, bisnis unggas di Tanah Air menghadapi tantangan kelebihan pasokan. Bisnis unggas masih sulit menyeimbangkan antara pasokan dan permintaan.

Apalagi selama bulan Suro dan Safar dalam kalender Jawa atau September hingga November 2017 masyarakat tidak menggelar hajatan. Tradisi tersebut turut menekan bisnis unggas. Belum lama ini, pemerintah juga melakukan penyeimbangan antara pasokan dan permintaan yakni dengan mengurangi produksi day old chicken final stock (DOC FC)broiler 6% per minggu.

Joni Wintarja, analis NH Korindo Sekuritas melihat, tahun ini memang kurang bagus bagi emiten sektor unggas. Biaya produksi yang tinggi tidak diikuti oleh harga jual ayam. Sampai akhir tahun, ia menebak biaya produksi dan penjualan hanya mencapai tingkat keseimbangan. "Sampai akhir tahun sulit untung. Dengan harga ayam Rp 16.500 per ekor seperti sekarang, bisa menutup biaya produksi saja sudah bagus," ujarnya kepada KONTAN, akhir pekan lalu.

Di tengah rendahnya permintaan daging ayam, Joni memperkirakan beberapa emiten sektor unggas akan lebih mengandalkan pendapatan dari lini bisnis pakan ternak. Ini terlihat dari produksi pakan PT Japfa Comfeed Indonesia Tbk (JPFA), PT Charoen Pokphand Indonesia Tbk (CPIN) dan PT Malindo Feedmill Tbk (MAIN) yang terus meningkat.

Dari sisi harga, pakan ternak juga masih menguntungkan. Kalau mereka masih bisa mempertahankan margin di kisaran 16% itu bagus, imbuhnya.

Menurut catatan KONTAN, per semester I 2017 hanya JPFA saja yang pendapatannya tak didominasi lini bisnis pakan ternak. Mayoritas pendapatan JPFA disumbang bisnis peternakan yakni sebesar Rp 5,77 triliun dari total pendapatan di luar potongan penjualan yang mencapai Rp 14,32 triliun. Pendapatan pakan ternak hanya berkontribusi 37,18% atau sekitar Rp 5,32 triliun

Sedangkan dari total pendapatatan CPIN sebesar Rp 24,94 triliun, usaha pakan ternak menyumbang pemasukan 49,96% atau sekitar Rp 12,46 triliun. Lalu dari total pendapatan MAIN senilai Rp 2,71 triliun, bisnis pakan ternak menyumbang 66,08% atau sebesar Rp 1,79 triliun.

Namun analis Samuel Sekuritas Indonesia Marlene Tanumihardja melihat sentimen negatif sektor unggas sudah mulai terbatas. Menurut dia, kebijakan pemerintah cukup membantu mengurangi kelebihan pasokan. Salah satunya surat Dirjen Peternakan dan Kesehatan Hewan Kementerian Pertanian No. 2803/PK030/F2/08/2017 yang mengatur pelaku usaha yang memproduksi unggas paling rendah 300.000 ekor per minggu agar segera memiliki rumah potong hewan unggas dan fasilitas cold storage. Kami perkirakan harga broiler dan DOC akan kembali naik seiring dengan surutnya supply, papar Marlene.

Di sisi lain, di bisnis pakan ternak, ia memperkirakan curah hujan yang tinggi berpotensi menekan pasokan jagung. Setelah penutupan keran jagung impor, kini kebutuhan pakan ternak bergantung pada jagung lokal. Dengan datangnya musim hujan, harga jagung berpotensi naik pada kuartal III dan IV.

Oleh sebab itu Marlene cenderung memberikan rating netral untuk emiten sektor unggas. Maklum, pertumbuhan ekonomi Indonesia yang lebih rendah dari ekspektasi.

Marlene merevisi proyeksi pendapatan dari tiga emiten di sektor unggas pada tahun 2017. Pendapatan JPFA diperkirakan akan turun 3,1% dari perkiraan awal Rp 30,75 triliun menjadi Rp 29,79 triliun. Pendapatan CPIN diperkirakan turun 5,2% dari proyeksi awal Rp 41,33 triliun menjadi Rp 39,19 triliun.

Sedangkan pendapatan MAIN diperkirakan akan turun 2,2% dari asumsi awal dari Rp 5,82 triliun menjadi Rp 5,69 triliun.

Prospek cerah pada tahun politik

Tahun depan prospek bisnis sektor ini diperkirakan lebih baik karena permintaan ayam menjelang pemilihan umum bakal meningkat. Analis Danareksa Sekuritas Adeline Soleiman optimistis prospek emiten sektor unggas akan membaik. Penurunan tingkat kelebihan pasokan, potensi penurunan harga jagung lokal hingga peningkatan pertumbuhan ekonomi diyakini akan mendorong kinerja perusahaan di bidang unggas.

Tahun depan ada pemilu, harusnya tingkat konsumsi lebih baik, ungkap Adeline.

Ajang pesta demokrasi itu diperkirakan bisa meningkatkan konsumsi ayam. Dalam hitung-hitungannya, emiten sektor unggas tahun depan mampu mencatatkan pertumbuhan pendapatan sekitar 10% sampai 11%.

Sedangkan untuk sisa tahun 2017, Adeline menilai di antara tiga emiten sektor unggas, CPIN akan lebih diuntungkan dari lini bisnis makanan olahan. Namun secara keseluruhan, ia melihat kontribusi utama emiten unggas masih didominasi dari bisnis pakan ternak.

Adeline merekomendasikan buy saham JPFA dengan target harga Rp 1.650 per saham. Menurutnya, saat ini valuasi harga saham JPFA masih rendah. Menurutnya ada peluang pertumbuhan pendapatan dan laba bersih di tahun depan.

Joni juga merekomendasikan buy saham JPFA dengan harga Rp 1.710 per saham dan CPIN pada harga Rp 3.290 per saham. Alasannya kedua emiten tersebut mempunyai skala ekonomi bagus. Kedua perusahaan tersebut, menurut Joni mempunyai karakter mampu bertahan yang bagus.

Sedangkan Marlene merekomendasikan buy saham JPFA dengan target harga Rp 1.500 per saham. Ia juga menyarankan buysaham CPIN dengan target harga Rp 2.700 per saham dan saham MAIN dengan target harga Rp 1.200 per saham.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU

[X]
×