Reporter: Ika Puspitasari | Editor: Tendi Mahadi
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Sejumlah analis menilai emiten penambangan nikel memiliki prospek yang menarik sejalan dengan berkembangnya industri mobil listrik.
Analis Jasa Utama Capital Sekuritas Chris Apriliony mengatakan, meningkatnya permintaan terhadap nikel akibat pengembangan industri mobil listrik dapat menjadikan nikel sebagai komoditas andalan Indonesia.
Hanya saja, Chris melihat cadangan nikel di Indonesia perlu adanya eksplorasi lanjutan lantaran saat ini cenderung cukup kecil jika dibandingkan dengan produksinya.
Baca Juga: Ini rekomendasi analis untuk saham-saham emiten poultry
Berdasarkan catatan Kontan, hingga Juli 2020 total neraca sumber daya bijih nikel Indonesia mencapai 11,88 miliar ton. Sedangkan total sumber daya logam nikel sebesar 174 juta ton. Adapun, neraca cadangan bijih nikel hingga Juli 2020 tercatat sebesar 4,34 miliar ton dan total cadangan logam nikel sebesar 68 juta ton. Data tersebut dikumpulkan dari 328 lokasi di Indonesia.
Lebih lanjut ia bilang, adanya penambangan nikel lebih luas di Indonesia juga akan berdampak positif bagi penduduk di sekitar tambang, hal ini karena biasanya wilayah yang dekat dengan tambang memberikan pengaruh cukup baik bagi ekonomi di area tersebut. "Namun, perlu diperhatikan dari sisi pembuangan limbah tambangnya dan menerapkan good mining practice yang baik," katanya, Selasa (13/10).
Dengan harga nikel yang kembali meningkat, bahkan menembus US$ 15.000 per metrik ton dapat mengerek kinerja perusahaan nikel. Sehingga ia memprediksi emiten penambang nikel akan mencetak kinerja yang cukup baik sampai tutup tahun ini. Guna meningkatkan kinerja, sambungnya, perusahaan juga bisa mencari potensi kontrak baru untuk penjualan nikel serta melakukan eksplorasi untuk mencari cadangan anyar.
Analis Kiwoom Sekuritas Indonesia Sukarno Alatas juga menyampaikan hal yang sama. Ia berpendapat adanya kebutuhan bahan baku baterai listrik bakal meningkatkan permintaan nikel, sehingga prospek emiten nikel akan menarik ke depannya.
Baca Juga: INCO optimistis produksi nikel bisa capai 73.000 ton pada 2020
"Harga nikel global juga dalam tren kenaikan, ini menjadi sentimen positif untuk kinerja emiten. Penurunan harga minyak juga menjadi sentimen positif karena efisiensi cost produksi," kata Sukarno.
Sukarno menjagokan saham INCO lantaran dari sisi kinerja juga diprediksi akan lebih baik ketimbang tahun lalu. Berdasar catatan Kontan, penjualan INCO di semester I-2020 tercatat sebesar US$ 360,37 juta atau meningkat bila dibandingkan semester I-2019 yang sebesar US$ 292,25 juta.
Sukarno menuturkan, INCO bisa memaksimalkan produksi selagi harga minyak belum terlalu pulih. Ia merekomendasikan pelaku pasar untuk dapat mengoleksi saham INCO dengan target harga Rp 4.000 dan target harga berikutnya di Rp 4.300.
Baca Juga: Ayana Land International (NASA) resmi berubah nama jadi Andalan Perkasa Abadi
Selain INCO, bagi Chris saham ANTM juga menarik untuk jadi pilihan lantaran saat ini memproduksi nikel dengan porsi yang cukup besar. "Dan memang saat ini INCO dan ANTM lebih berfokus pada komoditas nikel serta memiliki cadangan nikel yang cukup besar," imbuhnya.
Chris memasang target harga Rp 1.100 untuk ANTM dan INCO dengan target harga Rp 4.600. Pada akhir perdagangan hari ini, saham INCO terkoreksi 2,79% ke harga Rp 3.830 per saham dan saham ANTM juga melemah 1,92% ke harga Rp 765 per saham.
Selanjutnya: IHSG diprediksi menguat pada Rabu (14/10), simak sentimen pendukungnya
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News