Reporter: Ridwan Nanda Mulyana | Editor: Herlina Kartika Dewi
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Penggunaan dana hasil penawaran umum perdana saham alias Initial Public Offering (IPO) menjadi perhatian publik. Ini buntut dari sorotan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) terhadap realisasi dana IPO PT Bukalapak.com Tbk (BUKA).
Kepala Eksekutif Pengawas Pasar Modal, Keuangan Derivatif dan Bursa Karbon OJK Inarno Djajadi mengatakan, pihaknya telah mengirimkan beberapa kali surat kepada BUKA, untuk mengingatkan agar dana hasil IPO segera digunakan.
"Bukalapak menyampaikan bahwa seluruh dana akan direalisasikan sebagaimana rencana dalam prospektus, selambat-lambatnya pada 31 Desember 2025," ungkap Inarno.
Baca Juga: Bukalapak (BUKA) Kena Semprit OJK, Ini Penyebabnya
Pasalnya, sampai dengan 30 Juni 2024 BUKA masih menyisakan dana IPO dengan jumlah yang jumbo, yakni sebesar Rp 9,82 triliun. Dari jumlah tersebut, sekitar Rp 900 miliar ditempatkan pada deposito dan giro, sedangkan Rp 8,9 triliun ditempatkan pada obligasi pemerintah.
BUKA resmi melantai di Bursa Efek Indonesia (BEI) pada 6 Agustus 2021 dengan menghimpun dana Rp 21,9 triliun. Setelah dikurangi biaya penawaran umum, jumlah bersih dana IPO sebesar Rp 21,32 triliun. Artinya, sisa dana IPO BUKA masih sebesar 46,06% dari total dana bersih yang diraih.
Merujuk laporan rencana dan realisasi penggunaan dana IPO per 30 Juni 2024, BUKA masih akan menggelontorkan dana untuk modal kerja perusahaan, modal kerja di enam entitas anak, serta untuk keperluan pengembangan usaha perusahaan dan entitas anak selain yang sudah disebutkan.
Founder & CEO Finvesol Consulting Fendi Susiyanto menyoroti, bisa jadi ada sederet emiten lain yang masih mengendapkan dana hasil IPO dalam waktu yang cukup lama. Di sisi lain, wajar BUKA paling menjadi sorotan lantaran dana yang mengendap masih dalam jumlah jumbo.
Baca Juga: OJK Tegur Bukalapak (BUKA) Akibat Ternak Dana Hasil IPO
"Mungkin ada banyak emiten lain, hanya saja size is really matter, jadi BUKA kelihatan signifikan. Sehingga perlu menjelaskan kepada regulator dan investor (mengapa dana IPO yang belum terpakai masih besar)," kata Fendi kepada Kontan.co.id, Rabu (11/9).
Laporan realisasi penggunaan dana hasil penawaran umum sudah diatur dalam Peraturan OJK (POJK) No. 30/POJK.04/2015. Fendi mengatakan, hal yang wajar jika di tengah jalan terjadi perubahan penggunaan dana dari prospektus awal.
Tapi, emiten mesti menjelaskan secara rinci perubahan rencana penggunaan dana hingga penyesuaian strategi bisnisnya. "Intinya bagaimana itu tetap dilakukan secara governance, karena monitoring penggunaan dana sangat penting," imbuh Fendi.
Regulasi yang Lebih Tegas
Pengamat Pasar Modal & Direktur Avere Investama Teguh Hidayat menekankan perlunya regulasi yang lebih tegas serta penyaringan lebih ketat sejak IPO. Prospektus mesti lebih rinci menjelaskan tentang peruntukan rencana penggunaan dana, tidak cukup hanya dengan keterangan untuk modal kerja.
Jika perlu, ada penegasan mengenai jangka waktu dana tersebut harus sudah terserap. Hal ini penting untuk mempersempit peluang calon emiten menggelar IPO hanya sebagai exit liquidity.
"Misalnya, cukup masuk akal lima tahun sejak IPO dana itu mesti habis. Harus lebih tegas dan ketat sejak awal, agar yang tersaring masuk IPO hanya perusahaan yang memang berniat untuk mengembangkan usahanya saja," tegas Teguh.
Baca Juga: Portofolio Masih Baik, Simak Prospek Kinerja Emiten Investasi pada Semester II 2024
Apabila emiten masih mengendapkan dana IPO dengan jumlah jumbo dan dalam waktu yang lama, Teguh menyarankan agar regulator memberikan teguran hingga sanksi. Contohnya dengan menggunakan dana tersebut untuk buyback saham atau dengan membayarkan dividen.
Mengenai penguatan regulasi terkait realisasi dana IPO, pihak OJK dan BEI belum memberikan tanggapan. Inarno hanya menegaskan bahwa OJK terus melakukan pengawasan. "Kami selalu awasi use of proceed dana IPO," kata Inarno.
Vice President Infovesta Utama Wawan Hendrayana mengatakan dana IPO idealnya digunakan sesuai dengan prospektus. Sebab, asumsi dalam prospektus menjadi acuan investor ketika membeli saham emiten, khususnya saat penawaran perdana.
Emiten memang bisa mengubah penggunaan dana IPO untuk menyesuaikan dengan perkembangan ekonomi atau prospek dan strategi bisnisnya. Hanya saja, Wawan mengingatkan realisasi penggunaan dana oleh emiten akan mempengaruhi kepercayaan dan minat investor terhadap sahamnya.
"Investor non-pengendali memang tidak memiliki kuasa untuk menentukan arah emiten, yang dilakukan umumnya melakukan transaksi. Bila memang emiten dipercaya, harga akan naik. Sebaliknya bila perubahan ini tidak sesuai, harga cenderung turun," terang Wawan.
Pengamat Pasar Modal & Founder WH-Project William Hartanto menambahkan, penyerapan dana IPO memang tergantung dari strategi masing-masing emiten. Namun, serapan dana IPO bisa memberikan pengaruh atau sentimen terhadap minat pelaku pasar terhadap saham emiten.
"Selama hanya menjadi dana yang diam saja, enggak ada pengaruh apa-apa terhadap harga saham maupun minat pasar. Tanpa ada rencana penggunaan, ya nggak akan jadi sentimen atau prospek apa-apa," kata William.
Head Customer Literation and Education Kiwoom Sekuritas Oktavianus Audi mengamini, rencana penggunaan dana adalah salah satu faktor yang membawa ketertarikan investor saat membeli saham IPO. Penggunaan dana akan terkait dengan prospek kinerja dan pengembangan bisnis emiten ke depan.
Prospek dan kinerja bisnis tersebut kemudian akan berkorelasi positif terhadap performa saham emiten. "Penyerapan dana memang bisa disesuaikan. Namun jika emiten gagal, maka akan berdampak pada menurunnya kepercayaan publik," tandas Audi.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News