Sumber: KONTAN | Editor: Didi Rhoseno Ardi
JAKARTA. PT Bumi Resources Tbk (BUMI) kembali terantuk masalah. Rencana produsen batubara terbesar di Indonesia ini mendanai program pembelian kembali atau buy back saham dengan pinjaman ditentang oleh Bursa Efek Indonesia (BEI). Alhasil, perusahaan terancam gagal menerbitkan surat utang jangka menengah atau medium term notes (MTN) US$ 600 juta.
Direktur Utama BEI Erry Firmansyah mengatakan, pihaknya telah meminta manajemen BUMI untuk tidak menerbitkan MTN. "Kalau MTN untuk ekspansi operasional perusahaan silahkan," katanya di Jakarta, kemarin. Tapi, dia meminta perusahaan membatalkan penerbitan surat utang itu untuk membiayai program buy back saham.
Menurut Erry, sebaiknya pembelian saham itu dibiayai dari dana internal. Permintaan tersebut sudah disampaikan ke manajemen BUMI. "Sewaktu berbicara dengan manajemen BUMI, mereka menyanggupi permintaan tersebut," ucapnya. Tapi, dia tidak mau berspekulasi apakah anak usaha PT Bakrie & Brothers Tbk (BNBR) ini akan ngotot menerbitkan MTN untuk membiayai aksi korporasi tersebut.
Erry mengaku tidak mengetahui apakah BUMI sudah boleh melaksanakan program buy back. "Setahu saya sudah, tapi tanya saja sama Bapepam-LK (Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan)," imbuhnya.
SVP Hubungan Investor BUMI Dileep Srivastava tidak menyatakan secara tegas akan membatalkan rencana penerbitan MTN itu. Dia hanya bilang, BUMI akan memperhatikan semua aturan yang berlaku dan proses legal yang ada. Yang jelas, BUMI tidak akan membatalkan rencana pembelian kembali 17% sahamnya.
MTN merugikan investor publik
Sebelumnya, BUMI sudah memberikan hasil kajian pendanaan eksternal untuk membiayai buy back saham. BUMI telah meminta pendapat hukum dari penilai independen Adnan Kelana Haryanto & Hermanto tentang rencana mendanai buy back saham dari pinjaman eksternal. Penilai menganggap itu bisa dilakukan asalkan tidak menyebabkan aset bersih BUMI berkurang.
Seperti diketahui, BUMI berencana membeli kembali 3,29 miliar saham (17%) mereka melalui bursa dalam tempo tiga bulan ke depan. Langkah ini bertujuan mendongkrak kembali harga saham perusahaan yang anjlok tajam dalam dua bulan terakhir. Kemarin, saham BUMI naik 5,2% ke posisi Rp 810 per saham. Tapi sejak pencabutan suspend, harganya sudah terpangkas 63%.
Dana untuk membiayai hajatan tersebut mencapai US$ 825 juta. Sumbernya dari kas internal sebesar US$ 225 juta dan pinjaman eksternal US$ 600 juta. "Sumber dana kombinasi," jelas Dileep.
Rencananya bentuk pendanaan eksternalnya adalah hasil penerbitkan MTN senilai US$ 600 juta. BUMI sudah menunjuk Samuel International untuk membantu aksi korporasi ini. Surat utang itu menawarkan bunga 20% atas MTN dalam nilai rupiah dan bunga sebesar 12%-15% untuk MTN dolar. Jangka waktunya dua tahun. Adapun jaminannya adalah saham BUMI hasil buy back. Saat ini, surat utang itu masih dijajakan kepada investor.
Kepala Riset BNI Securities Norico Gaman mengatakan, langkah BUMI menerbitkan MTN ini sebaiknya dikaji lebih mendalam. "Kalau tidak diperkenankan, alangkah baiknya jangan dilakukan," imbuh dia.
Apalagi, pilihan penerbitan MTN ini akan merugikan pemegang saham. Pasalnya, pelunasan MTN tersebut kemungkinan menggunakan laba usaha yang diperoleh perusahaan. Jika laba usaha turun maka akan mengurangi nilai dividen para pemegang saham.
Norico juga menyoroti suku bunga MTN yang sangat tinggi. Saat ini, suku bunga MTN rupiah sekitar 20%, dan MTN dolar sebesar 15%. "Jadi akan merugikan investor publik," tegasnya. Dia menambahkan, buy back saham tersebut tidak akan memberikan nilai tambah bagi perusahaan. "Hanya menimbulkan apresiasi atas saham BUMI," cetusnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News