kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.884.000   -21.000   -1,10%
  • USD/IDR 16.625   -20,00   -0,12%
  • IDX 6.833   5,05   0,07%
  • KOMPAS100 987   -1,19   -0,12%
  • LQ45 765   1,61   0,21%
  • ISSI 218   -0,33   -0,15%
  • IDX30 397   1,17   0,30%
  • IDXHIDIV20 467   0,48   0,10%
  • IDX80 112   0,13   0,12%
  • IDXV30 114   0,08   0,07%
  • IDXQ30 129   0,38   0,29%

Begini Prospek Kinerja Emiten Nikel di Tengah Wacana Larangan Ekspor oleh Filipina


Selasa, 13 Mei 2025 / 19:10 WIB
Begini Prospek Kinerja Emiten Nikel di Tengah Wacana Larangan Ekspor oleh Filipina
ILUSTRASI. Emiten nikel masih menghadapi tantangan berat di tengah fluktuasi harga nikel hingga rencana pelarangan ekspor komoditas tersebut oleh Filipina.


Reporter: Dimas Andi | Editor: Herlina Kartika Dewi

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Emiten-emiten di sektor industri nikel masih menghadapi tantangan berat di tengah fluktuasi harga nikel hingga rencana pelarangan ekspor komoditas tersebut oleh Filipina.

Merujuk situs Trading Economics, harga nikel di pasar global berada di level US$ 15.622 per ton pada Selasa (13/5) pukul 18.10 WIB, atau naik 0,46% dibandingkan hari sebelumnya. Namun, dalam satu tahun terakhir, harga nikel mengalami penurunan 18,02% year on year (yoy).

Pada awal April lalu, harga komoditas ini juga sempat jatuh di kisaran level US$ 14.000 per ton ketika Amerika Serikat (AS) mengumumkan kebijakan tarif impor kepada mitra dagangnya.

Di tengah risiko koreksi harga nikel, sejumlah pelaku industri dan pengamat mendesak pemerintah untuk mengendalikan produksi nikel di dalam negeri. Sebab, produksi nikel yang berlebih di tengah permintaan yang lemah, terutama dari China sebagai pangsa pasar ekspor terbesar Indonesia, hanya akan memperparah tekanan harga dan merugikan produsen di sektor hulu.

Baca Juga: Pengusaha Nikel RI Cermati Dampak Kebijakan Pelarangan Ekspor Nikel Filipina

Tantangan kembali muncul dari kebijakan terbaru Pemerintah Filipina yang akan melarang ekspor mineral mentah seperti nikel mulai Juni 2025. Di atas kertas, larangan ekspor ini akan berpengaruh pada ketersediaan nikel di pasar global yang nantinya berimplikasi pada harga komoditas di kemudian hari, sehingga perlu diantisipasi oleh setiap produsen.

Investment Analyst Edvisor Provina Visindo Indy Naila menilai, emiten-emiten nikel memang harus bekerja lebih keras untuk mempertahankan kinerjanya di tengah ketidakpastian pasar. Dia menyebut, jika pemerintah benar-benar menjalankan kebijakan pengendalian produksi nikel, maka isu kelebihan pasokan nikel di pasar dapat mereda.

Hal ini diharapkan dapat mendukung perbaikan harga nikel di pasar global yang pada akhirnya dapat menguntungkan bagi emiten produsen nikel, mengingat margin mereka berpotensi tumbuh.

Emiten nikel juga berpotensi merasakan dampak jangka pendek jika harga nikel bergerak naik ketika larangan ekspor oleh Filipina diberlakukan. Namun, bagi emiten nikel yang turut mengoperasikan smelter, kebijakan ini bisa jadi alarm tanda bahaya. Sebab, Indonesia cukup aktif mengimpor nikel dari Filipina sebagai bahan baku smelter. Apalagi, Filipina mampu menghasilkan nikel berkadar tinggi yang mulai langka di dalam negeri.

“Beberapa emiten yang mengimpor bijih nikel dari Filipina memiliki risiko kenaikan biaya produksi dan dapat menekan margin,” tutur dia, Selasa (13/5).

Dalam berita sebelumnya, Indonesia mengimpor 10,29 miliar kilogram nikel atau setara 10,26 juta ton nikel ore dan konsentrat pada Januari—November 2024. Volume terbesar berasal dari Filipina yakni 10 miliar kg atau setara 10 juta ton nikel ore dan konsentrat.

Senior Market Analyst Mirae Asset Sekuritas Nafan Aji Gusta menambahkan, sampai saat ini harga nikel masih bergerak di bawah rata-rata dan mendekati lower base. Hal ini sangat dipengaruhi oleh rendahnya penyerapan nikel oleh China yang pertumbuhan ekonominya mengalami perlambatan. Ditambah lagi, industri kendaraan listrik di China juga mulai menemukan bahan baku baterai alternatif selain nikel, sehingga ketergantungan terhadap komoditas ini berkurang.

Baca Juga: Larangan Ekspor Nikel Filipina, Industri Smelter RI Terancam Kekurangan Bahan Baku

Nafan beranggapan, wacana intervensi produksi nikel dalam negeri dan larangan ekspor nikel oleh Filipina sebenarnya bisa menjadi angin segar bagi emiten produsen nikel, sekalipun risiko di balik kebijakan tersebut tetap patut diwaspadai.

“Setidaknya itu bisa memperbaiki average selling price (ASP) dan pendapatan emiten nikel,” kata dia, Selasa (13/5).

Nafan tidak memberi rekomendasi saham untuk emiten-emiten nikel. Sementara Indy merekomendasikan beli saham PT Aneka Tambang Tbk (ANTM) dengan target harga Rp 2.800 per saham.

Dalam riset tertanggal 11 Maret 2025 lalu, Analis BRI Danareksa Sekuritas Timothy Wijaya dan Naura Reyhan Muchlis menyematkan rating netral untuk sektor industri logam dasar, termasuk nikel. Selain volatilitas harga, emiten di sektor ini juga terpapar efek kebijakan penyesuaian tarif royalti minerba yang diberlakukan pemerintah.

Selanjutnya: Potensi Kupon Lebih Baik, Permintaan SR022 Diproyeksi Lebih Semarak

Menarik Dibaca: 4 Rekomendasi Cysteamine Cream yang Ampuh dan Aman, Sudah Berizin BPOM

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
Cara Praktis Menyusun Sustainability Report dengan GRI Standards Strive

[X]
×