kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.945.000   -6.000   -0,31%
  • USD/IDR 16.290   6,00   0,04%
  • IDX 7.606   72,54   0,96%
  • KOMPAS100 1.082   12,15   1,14%
  • LQ45 800   6,71   0,85%
  • ISSI 254   -0,52   -0,20%
  • IDX30 413   4,37   1,07%
  • IDXHIDIV20 473   6,15   1,32%
  • IDX80 121   0,84   0,71%
  • IDXV30 126   2,02   1,63%
  • IDXQ30 132   1,65   1,26%

Kesepakatan Dagang RI-AS, Emiten apa yang Untung dan Buntung?


Senin, 11 Agustus 2025 / 18:32 WIB
Kesepakatan Dagang RI-AS, Emiten apa yang Untung dan Buntung?
ILUSTRASI. Kesepakatan perdagangan Indonesia dan Amerika Serikat (AS) resmi berlaku 7 Agustus 2025 lalu. Kesepakatan ini bisa mendatangkan keuntungan dan juga kerugian bagi sektor bisnis tertentu.


Reporter: Rilanda Virasma | Editor: Khomarul Hidayat

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Tepat tanggal 7 Agustus 2025 lalu, Indonesia resmi dikenai tarif impor produk sebesar 19% oleh Amerika Serikat (AS). Sebaliknya, Indonesia membebaskan tarif untuk produk-produk dari AS,

Kesepakatan dagang Indonesia-AS ini menurut analis bisa berbuah untung atau berbalik merugikan bagi sektor-sektor tertentu.

Menurut Ekonom Panin Sekuritas Felix Darmawan, kesepakatan ini akan menekan daya saing produk ekspor Indonesia ke pasar AS. Baik volume ekspor, margin yang tergerus, dan berkurangnya pangsa pasar di AS karena pembeli beralih ke negara dengan tarif lebih rendah.

“Emiten yang pasar ekspornya sangat bergantung ke AS, misalnya tekstil dan garmen, furnitur, atau alas kaki, dan beberapa produk olahan karet serta elektronik komponen akan merasakan tekanan paling besar,” terang Felix kepada Kontan, Senin (11/8/2025).

Sebaliknya, Felix melihat, produsen yang fokus pada pasar domestik atau ekspor ke negara selain AS seperti minyak mentah (CPO), nikel, dan batubara cenderung lebih aman sebab mayoritas diekspor ke Tiongkok dan India.

Baca Juga: IHSG Terpengaruh Pemberlakuan Tarif Trump, Simak Rekomendasi Analis

Head of Investor Relation PT Sampoerna Agro (SGRO), Stefanus Darmagiri membenarkan, industri CPO tidak terdampak langsung. Apalagi, SGRO memfokuskan pasarnya di ranah domestik. 

Sepanjang 2024 dan semester I 2025 saja, Stefanus mengakui, seluruh ekspor SGRO ditujukan untuk pasar Tanah Air. Tercatat, penjualan SGRO di semester I 2025 meningkat 45,18% YoY menjadi Rp 3,29 triliun.

Di lain pihak, Wakil Direktur Utama PT Selamat Sempurna Tbk (SMSM) Ang Andri Pribadi mengatakan, produk ekspor SMSM tidak termasuk dalam daftar komoditas yang dikenai tarif tersebut. Sebab, produk mereka sudah lebih dulu dikenakan tarif di bawah ketentuan Section 232 dalam pedoman resmi US Customs and Border Protection dengan besaran total tarif yakni sebesar 27,5%. Dus, produk ekspor SMSM tidak terdampak tambahan beban tarif tersebut.

“Dalam jangka pendek, struktur tarif yang berlaku saat ini justru memberikan keunggulan kompetitif bagi perseroan, mengingat tingkat tarif efektif SMSM relatif lebih rendah dibandingkan dengan beberapa eksportir lain yang baru terkena dampak dari kebijakan tarif 19%,” jelas Ang.

Adapun, nilai ekspor SMSM ke AS hingga semester I 2025 mencapai Rp 273,85 miliar, meningkat dari periode sama tahun sebelumnya sebesar Rp 240,66 miliar.

Selain AS, SMSM turut pula mengekspor produknya ke Australia, Malaysia, Thailand, Jepang Prancis, Singapura, Uni Emirat Arab, Belgia, dan Jerman.

Baca Juga: Simak Prospek dan Rekomendasi Saham Emiten CPO di Tengah Isu Tarif Trump

Indonesia Lebih Kompetitif

Meski besaran tarif masih tetap membebani eksporti Indonesia, Analis NH Korindo Sekuritas Steven Willie menilai posisi Indonesia lebih kompetitif ketimbang Vietnam yang diganjar tarif 20%.

Memang, kata Steven, eksportir bermargin tipis akan tertekan. Namun, eksportir tembaga olahan seperti PT Amman Mineral Internasional Tbk (AMMN), PT Merdeka Copper Gold Tbk (MDKA), dan PT Aneka Tambang Tbk (ANTM) akan diuntungkan mengingat AS melabeli 0% tarif terhadap komoditas ini.

Tak cuma itu, emiten ritel dan distributor produk impor AS seperti PT Metrodata Electronics Tbk (MTDL), ERAA (PT Erajaya Swasembada Tbk), PT Mitra Adiperkasa Tbk (MAPI), dan PT MAP Aktif Adiperkasa Tbk (MAPA) juga bisa diuntungkan lantaran potensi harga barang masuk yang lebih lebih murah. 

“Akses bebas tarif untuk jagung dan bungkil kedelai AS yang memangkas biaya pakan juga akan menguntungkan integrator unggas seperti PT Japfa Comfeed Indonesia Tbk (JPFA), PT Charoen Pokphand Indonesia Tbk (CPIN), dan produsen makanan pokok seperti PT Indofood CBP Sukses Makmur Tbk (ICBP) dan PT Mayora Indah Tbk (MYOR),” urai Steven.

Baca Juga: Tarif Impor ke AS 19%, Ini Sektor dan Saham yang Diuntungkan dan Dirugikan

Supaya nilai tambah tak menguap, Felix bilang, emiten-emiten yang rentan harus segera mendiversifikasi pasar ekspor ke negara bertarif rendah atau free trade agreement (FTA) yang lebih menguntungkan.

Tak cuma itu, mereka perlu untuk meningkatkan efisiensi produksi dan nilai tambah produk, seperti inovasi desain, brand positioning, atau sertifikasi yang membuat produk memiliki daya jual premium. 

Steven menimpali, pemerintah juga perlu menegosiasikan tarif terhadap produk sektor lain seraya menyuntik insentif fiskal atau pengembalian sebagian atau seluruh pajak (tax rebate) bagi eksportir terdampak. “Perkuat juga proteksi pasar domestik dari banjir impor AS,” sarannya.

Dengan berbagai beban sentimen ini, Steven menilai, saham-saham yang ia sebutkan di atas masih layak koleksi. Namun khusus untuk saham ERAA dan MAPI, dia merekomendasikan speculative buy.

Selanjutnya: KPK: Kerugian Negara Akibat Korupsi Kuota Haji 2024 Mencapai Lebih dari Rp 1 Trilun

Menarik Dibaca: Film Sukma Merilis Official Trailer & Poster, Tayang di Bioskop 11 September

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
Mitigasi Risiko SP2DK dan Pemeriksaan Pajak Executive Macro Mastery

[X]
×