kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.539.000   0   0,00%
  • USD/IDR 15.740   20,00   0,13%
  • IDX 7.492   12,43   0,17%
  • KOMPAS100 1.159   4,94   0,43%
  • LQ45 920   6,72   0,74%
  • ISSI 226   -0,39   -0,17%
  • IDX30 475   4,06   0,86%
  • IDXHIDIV20 573   5,12   0,90%
  • IDX80 133   0,95   0,72%
  • IDXV30 141   1,37   0,98%
  • IDXQ30 158   1,02   0,65%

Begini Dampak Krisis Evergrande Terhadap Kinerja Emiten di Tanah Air


Selasa, 30 Januari 2024 / 21:07 WIB
Begini Dampak Krisis Evergrande Terhadap Kinerja Emiten di Tanah Air


Reporter: Pulina Nityakanti | Editor: Noverius Laoli

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Raksasa properti China Evergrande Group diperintahkan Pengadilan Hong Kong untuk melakukan likuidasi aset seusai gagal melakukan restrukturisasi utang.

Akibat masalah perdagangan saham China Evergrande, China Evergrande New Energy Vihicle Group dan Evergrande Property Services dihentikan.

Analis Investindo Nusantara Sekuritas Pandhu Dewanto mengatakan, kebangkrutan Evergrande ini akan menyebabkan guncangan ekonomi di China, sedangkan di Indonesia tidak akan terdampak secara langsung.

Kreditur Evergrande akan mengalami kerugian, hal ini berpotensi memangkas modal investasi mereka, termasuk investasi di Indonesia.

Baca Juga: Menilik Dampak Keruntuhan Evergrande Terhadap Saham Sejumlah Emiten di Indonesia

Selain itu, hal ini juga dapat menekan pertumbuhan ekonomi di China, sehingga dapat menurunkan minat ekspansi para pelaku usaha di sana. Dengan demikian ada ancaman akan mengurangi permintaan sejumlah barang komoditas.

“Dampaknya ke Indonesia akan terasa oleh para emiten yang selama ini banyak melakukan ekspor ke China, seperti batubara, CPO, dan nikel,” ujarnya kepada Kontan, Selasa (30/1).

Pandhu melihat, kinerja emiten baja tidak akan terdampak signifikan, karena rata-rata emiten penjualannya di pasar domestik.

“Mungkin ada potensi gangguan dari sisi suplai jika pabrik baja di China terdampak, atau bahkan menutup usahanya sebagai akibat dari lesunya sektor properti di sana,” tuturnya.

Baca Juga: Harga Minyak Dunia Naik Dipicu Situasi Timur Tengah Selasa (30/1), WTI ke US$76,93

Untuk sektor properti domestik, Pandhu melihat dampak buruk secara langsungnya relatif minim. Justru ada peluang jika para investor melihat ada potensi yang lebih baik di Indonesia dan tertarik untuk mengembangkan bisnis properti di sini.

Namun, jika dilihat dari tingkat suku bunga dan pelemahan rupiah saat ini, tentu menjadi tantangan yang cukup berat untuk sektor properti. Sebab, tingkat return properti belakangan ini tidak terlalu menarik bagi para investor, sehingga mereka cenderung memilih investasi sektor lain.

“Mereka bisa juga investasi tanah langsung ke daerah yang dianggap masih memiliki prospek terkait pembangunannya. Misalnya, daerah yang belum banyak dikuasai para pengembang properti yang sudah listing di BEI,” ungkapnya.


Survei KG Media

TERBARU
Kontan Academy
Advokasi Kebijakan Publik di Era Digital (Teori dan Praktek) Mengenal Pentingnya Sustainability Reporting

[X]
×