Reporter: Annisa Aninditya Wibawa, Sandy Baskoro | Editor: Sandy Baskoro
JAKARTA. Di ujung tahun politik ini, peta emiten paling berpengaruh di Bursa Efek Indonesia bergeser. PT Bank Central Asia Tbk (BBCA) tampil perkasa dengan mencetak kapitalisasi pasar tertinggi, yakni Rp 324,21 triliun. Bank yang terafiliasi Grup Djarum ini merebut tahta PT Astra International Tbk (ASII) yang di awal tahun ini sempat menduduki posisi tertinggi.
Sejak awal tahun hingga kemarin atau year-to-date (ytd), nilai kapitalisasi pasar BBCA melesat sebesar Rp 89,89 triliun. Sedangkan kapitalisasi pasar ASII hanya naik Rp 22,26 triliun. Lompatan besar terjadi pada PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (BBRI). Per Senin (29/12), bank pelat merah ini mengantongi kapitalisasi pasar Rp 287,40 triliun dan di posisi keempat. BBRI menyodok tiga level ketimbang awal tahun yang masih di posisi tujuh. Bahkan, BBRI menjadi emiten pengggerak utama Indeks Harga Saham Gabungan. Maklumlah, kinerja saham BBRI paling tinggi diantara emiten raksasa, yakni mencapai 60,69% (ytd).
Tahun 2014 merupakan tahun kejayaan emiten perbankan. Selain BBCA dan BBRI, dua emiten bank lainnya yaitu PT Bank Mandiri Tbk (BMRI) dan PT Bank Negara Indonesia Tbk (BBNI) masuk 10 besar emiten berkapitalisasi jumbo di BEI.
Sektor perbankan merupakan salah satu pendongkrak IHSG. Kepala Riset HD Capital Yuganur Wijanarko bilang sektor perbankan menyumbang sekitar 35% dari total kapitalisasi pasar BEI.
BBCA juga memiliki pengalaman melewati krisis 1998 dengan selamat. Saat ini, ketika Bank Sentral Amerika Serikat (The Fed) bisa kapan saja mengerek suku bunga acuan, BBCA tampaknya siap menghadapi masa-masa sulit itu. "Hal inilah yang dilihat investor asing, BBCA bisa survive," ungkap Kepala Riset Henan Putihrai Ibnu Anjar Widodo.
Adapun prospek ASII tahun ini tak secerah tahun lalu. Pemicunya adalah kenaikan harga BBM bersubsidi yang turut menekan permintaan kendaraan. Di sisi lain, "Anak usaha ASII, yakni PT United Tractors Tbk (UNTR) dan PT Astra Agro Lestari Tbk (AALI), tidak terlalu perform," ujar praktisi pasar saham, Ellen May.
Sejatinya, menurut Ibnu, ASII tengah ekspansi kapasitas produksi dalam jumlah besar. Tapi tingkat utilisasinya rendah. Ini yang membuat investor ragu. Sedangkan PT HM Sampoerna Tbk (HMSP) terkendala pada likuiditas saham. Apalagi, masa kejayaan industri rokok sudah berlalu.
Meski sektor perbankan berprospek cerah, bukan berarti bebas hambatan. Jika Bank Indonesia kembali menaikkan suku bunga acuan (BI rate), Kepala Riset Woori Korindo Securities Reza Priyambada khawatir pertumbuhan kredit perbankan melambat. Kredit BBCA diprediksi tumbuh 8%-10% tahun depan. Reza menyarankan buy BBCA dengan target terdekat Rp 13.550-Rp 13.650 per saham. Sedangkan Ibnu lebih menyukai BBRI dan merekomendasikan buy dengan target Rp 13.000 di 2015.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News