Reporter: Intan Nirmala Sari | Editor: Yudho Winarto
“Menyikapi dampak ekspansi moneter sejak krisis keuangan global 2008 yang tidak memacu inflasi, saya tidak terlalu khawatir terhadap dampak inflasi akibat penciptaan uang oleh BI. Semakin nyata bahwa inflasi lebih terkait realitas globalisasi seperti akibat kelebihan kapasitas produksi negara lain yang kita impor, termasuk penurunan harga energi,” ungkap Budi.
Sementara itu, kesempatan kerja dan pertumbuhan ekonomi yang lebih tegas sejatinya mencerminkan determinasi pemerintah untuk melakukan reformasi struktural. Setelah pemerintah dan BI menuntaskan tantangan langsung untuk bertahan, investor selanjutnya mengharapkan keberanian menempuh terobosan untuk membangkitkan kembali ekonomi negara.
Baca Juga: Ekonom: Burden sharing mampu jaga level layak investasi surat utang pemerintah
Ke depan, Budi berharap pemerintah dapat mempercepat realisasi penyerapan stimulus di semester II-2020, baik itu untuk sektor kesehatan, bantuan sosial, penguatan UMKM dan korporasi agar roda perekonomian mulai bergerak.
Percepatan stimulus ini sangat penting bagi keberlangsungan perusahaan dan kemauan perbankan untuk kembali menyalurkan kredit.
“Kami memantau laju pertumbuhan M1 (uang kartal dan uang kiral) berbagai negara. Secara historis, pertumbuhan M1 pada Mei 2020 yang sebesar 9,65% memang terbilang tinggi. Namun, bila dibandingkan negara berkembang lainnya terbilang kurang impresif. Percepatan stimulus yang memperkuat daya beli dan penurunan yield SBN meningkatkan valuasi dan, dengan demikian, peluang kenaikan harga saham,” simpulnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News