Reporter: Rezha Hadyan | Editor: Yudho Winarto
Selain itu, pertumbuhan Pembentukan Modal Tetap Bruto (PMTB) yang tinggi juga ikut menjadi katalis pertumbuhan ekonomi Indonesia di kuartal keempat tahun 2018. Hal itu sejalan dengan tingginya pertumbuhan kredit perbankan nasional sebesar 12% yoy.
Asal tahu saja pertumbuhan kontribusi PMTB bersumber dari kredit perbankan. Oleh karena itu pertumbuhan kontribusi PMTB selalu berbanding lurus dengan pertumbuhan kredit perbankan. "PMTB diproyeksi bisa tumbuh di kisaran 6,3 - 6,7% yoy dan dari sisi realisasi investasi tahun lalu hanya tumbuh 4% atau berada di angka Rp 721.3 triliun," kata Ahmad.
Angka itu kata dia meleset dari target yang ditetapkan pemerintah sebesar Rp 765 triliun dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN). Berdasarkan data Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) porsi foreign direct investment alias penanaman modal asing (PMA) pada tahun 2018 sebesar Rp 99 triliun, atau turun 11,6% yoy yang berada di posisi Rp 112 triliun.
"Memang foreign direct investment tidak mencapai target, tapi kalau PMTB dalam negeri tumbuh, searah dengan pertumbuhan kredit perbankan," ujar Ahmad.
Kemudian Ahmad bilang bahwa biang kerok yang menurunnya pertumbuhan ekonomi tahun lalu bersumber dari neraca perdagangan yang defisit. Berdasarkan Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat, neraca perdagangan Indonesia sepanjang tahun 2018 defisit US$ 8,57 miliar atau rekor terparah sejak satu dekade lalu.
Defisit tersebut disebabkan oleh melonjaknya impor hingga 20,15% atau senilai US$ 188,63 miliar. Padahal tahun sebelumnya nilai impor hanya mencapai US$ 156,99 miliar.
"Melihat konsumsi domestik, investasi di tahun 2018 bisa dibilang kuat, tapi defisit akibat impor itu yang akhirnya menurunkan pertumbuhan ekonomi," ujar Ahmad.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News