Reporter: Hasyim Ashari | Editor: Yudho Winarto
JAKARTA. Perdagangan saham akhir pekan lalu didominasi oleh aksi ambil untung pemodal di tengah meningkatnya risiko geopolitik kawasan setelah Amerika menembakkan rudal ke Suriah. IHSG akhirnya tutup di 5.653,486 atau koreksi 26,753 poin (0,47%).
Menurut Analis First Asia Kapital, David Sutyanto menyampaikan aksi ambil untung terutama melanda sejumlah saham sektoral yang bergerak di perbankan, infrastruktur dan aneka industri. Harga emas juga ikut menguat sekitar 1% di US$1267/t.oz seiring meningkatnya risiko pasar.
"Sedangkan aksi beli selektif melanda saham sektor energi seperti batubara dan yang terkait dengan migas seiring melonjaknya harga minyak mentah di perdagangan Pasar Asia pekan lalu hingga 1,7% menembus level USD52 per barel," ujar David melalui keterangan tertulis kepada KONTAN, Senin (10/4).
IHSG sepekan kemarin melanjutkan tren bullish menguat 1,5% dan berhasil mencapai level tertinggi baru di 5680,239. Derasnya arus dana asing yang masuk menjadi pendorong penguatan IHSG. Pekan kemarin pembelian bersih asing mencapai Rp3 triliun. Sepanjang tahun ini (YTD) asing net buying Rp11,35 triliun dan IHSG menguat 674% (YTD).
Pada perdagangan awal pekan ini, IHSG diperkirakan berpeluang rebound seiring rendahnya risiko geopolitik global dan sentimen positif individual sejumlah emiten sektoral. Data cadangan devisa akhir Maret 2017 yang meningkat mencapai US$121.81 miliar ikut menopang sentimen positif pasar. "IHSG diperkirakan bergerak di kisaran 5640 hingga 5690 berpeluang rebound," ungkapnya.
Sementara Kepala Riset MNC Sekuritas, Edwin Sebayang menyampaikan Katalis pembagian dividen dan money inflow menjadikan IHSG selama sepekan lalu menguat sebesar +85.4 poin (+1.53%) disertai besarnya Net Buy asing Rp 3.02 triliun sehingga Net Buy Asing hingga minggu ke-16 mencapai Rp +11.34 triliun.
Kombinasi turunnya EIDO -0.04%, DJIA -0.03%, Nickel -0.99% & CPO -1.77% menjadikan IHSG ES perkirakan turun di tengah turunnya pertumbuhan kredit perbankan nasional secara YTD (per 7 April) masih -0,7%.
"Kibat belum menggeliatnya kegiatan ekonomi & rasio kredit bermasalah kotor (NPL Gross) yang dalam tren meningkat di level 3,1% per Januari 2017 serta mahalnya PER IHSG, baik trailing & estimasi, ketimbang PER Indeks Bursa Asia lainnya," ungkapnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News