Reporter: Wafidashfa Cessarry | Editor: Ignatia Maria Sri Sayekti
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Kinerja reksadana syariah menunjukkan tren positif sepanjang 2025, tercermin dari lonjakan dana kelolaan. Berdasarkan data Otoritas Jasa Keuangan (OJK) per November 2025, Asset Under Management (AUM) reksadana syariah mencapai Rp 81,54 triliun atau meningkat 61,30% secara year-to-date (ytd).
Research Analyst Infovesta Kapital Advisori, Arjun Ajwani, menilai kinerja reksadana syariah pada dasarnya sangat dipengaruhi oleh pergerakan instrumen underlying, sama seperti reksadana konvensional. Kinerja reksadana saham syariah mengikuti penguatan pasar saham, baik Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) maupun indeks saham syariah seperti ISSI, yang mencatat kenaikan signifikan sepanjang tahun ini.
Sementara itu, reksadana pendapatan tetap syariah terdorong oleh penurunan yield obligasi, yang juga memberikan dampak positif bagi produk sejenis non-syariah.
Faktor serupa disampaikan Head of Business Development Division Henan Putihrai Asset Management (HPAM), Reza Fahmi. Ia menjelaskan bahwa pergerakan indeks saham syariah menjadi salah satu penentu utama. Saham-saham blue chip yang sensitif terhadap arus dana asing masih tertekan, sementara saham komoditas dan lapis kedua justru mencatat kinerja lebih baik. Kondisi ini membuat indeks saham syariah tertentu bergerak relatif stabil meski volatilitas pasar masih tinggi.
Baca Juga: Reksadana Syariah Kian Diminati, Pertumbuhan Didukung Aset Konservatif
Selain itu, alokasi dana investor juga bergeser ke instrumen yang lebih defensif. Reza mencatat peningkatan dana kelolaan pada reksadana pasar uang dan pendapatan tetap syariah, seiring ketidakpastian suku bunga global dan domestik serta tensi geopolitik.
Meski demikian, sejumlah produk reksadana saham syariah tetap mampu mencatatkan imbal hasil di kisaran 2%–8% sepanjang 2025, didukung kinerja sektor komoditas seperti emas dan logam.
Arjun menekankan bahwa pendekatan di reksadana syariah tetap harus disesuaikan dengan tujuan dan kebutuhan masing-masing investor. Sementara itu, Reza menyebut strategi pengelolaan di HPAM mengandalkan seleksi saham berbasis fundamental, disiplin valuasi, fleksibilitas alokasi kas, serta diversifikasi lintas instrumen syariah, termasuk saham, sukuk, dan pasar uang.
Baca Juga: Mandiri Investasi Jajaki Peluncuran Reksadana ETF Emas Syariah di Awal 2026
“Praktik ini terbukti efektif, salah satunya pada portofolio HPAM Tactical Equity yang mencetak return 26,2% secara year-to-date hingga Agustus 2025,” kata Reza.
Memasuki 2026, prospek reksadana syariah dinilai masih cerah. Reza memperkirakan dana kelolaan industri reksadana dapat mencapai Rp 700–800 triliun pada awal 2026, ditopang pelonggaran suku bunga global dan domestik serta pertumbuhan ekonomi di atas 5%. Investor diperkirakan tetap meminati produk pasar uang dan pendapatan tetap syariah sebagai instrumen defensif, sementara reksadana saham syariah berpeluang kembali menarik seiring pemulihan IHSG dan valuasi yang lebih menarik.
Sejalan dengan itu, Arjun juga menilai prospek reksadana syariah tetap positif, mengikuti outlook pasar saham dan obligasi domestik yang masih konstruktif. Reza menambahkan berdasarkan tren, target return reksadana saham syariah pada 2026 diperkirakan berada di kisaran 8%–12% per tahun, bergantung pada momentum sektor dan strategi pengelolaan risiko.
Baca Juga: Unit Penyertaan Reksadana Syariah Melesat, Cek Proyeksi Imbal Hasilnya di Akhir 2025
Selanjutnya: Sinyal Quantitative Qasing (QE) AS Menguat Dinilai Jadi Angin Segar Kripto
Menarik Dibaca: Daftar 5 Kripto Top Gainers, LEO Memimpin dengan Naik 17%
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News













