Reporter: Nur Qolbi | Editor: Tendi Mahadi
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Jumlah dana kelolaan alias asset under management (AUM) industri reksa dana lanjut turun 1,24% pada November 2022 menjadi Rp 515,47 triliun. Pada bulan Oktober 2022, AUM industri reksa dana tercatat sebesar Rp 521,96 triliun.
Dengan begitu, penurunan AUM telah terjadi dalam tiga bulan berturut-turut. Pada Agustus 2022, AUM reksa dana tercatat Rp 544,84 triliun, lalu pada September 2022 Rp 533,92 triliun.
Penurunan AUM terjadi pada reksa dana pasar uang, reksa dana pendapatan tetap, dan reksa dana terproteksi. AUM reksa dana pasar uang pada November 2022 turun 3,12% month-to-month (MoM) menjadi Rp 94,03 triliun, lalu reksa dana pendapatan tetap terkoreksi 1,4% menjadi Rp 142,55 triliun, dan reksa dana terproteksi merosot 3,57% ke Rp 98,02 triliun.
Vice President Head of Sales, Marketing & Investment Research Infovesta Utama Wawan Hendrayana mengatakan, penurunan terbesar terjadi pada reksa dana terproteksi.
Baca Juga: AUM Reksadana Lanjut Turun pada November 2022, Begini Prospeknya ke Depan
"Pasalnya, sebagiannya sudah jatuh tempo, sedangkan penerbitan barunya terbatas," kata Wawan saat dihubungi Kontan.co.id, Jumat (9/12).
Tidak adanya lagi insentif pajak mengurangi minat investor institusi terhadap reksa dana terproteksi. Di samping itu, penerbitan obligasi baru sebagai aset dasar dana terproteksi juga belum pulih, begitu juga dengan reksa dana pendapatan tetap.
Lalu, penurunan yang terjadi pada AUM reksa dana pasar uang disebabkan oleh kembali berputarnya aktivitas ekonomi. Mengingat, reksa dana pasar uang merupakan "tempat parkir" dana. Setelah ekonomi mulai pulih, dana yang diparkir tersebut kembali digunakan untuk aktivitas konsumsi dan lain-lain.
Di sisi lain, reksa dana saham memperlihatkan kinerja yang berlawan dengan ketiga jenis reksa dana di atas. AUM reksa dana saham pada November 2022 naik tipis 0,39% menjadi Rp 113,38 triliun dari Rp 112,94 triliun pada Oktober 2022.
Menurut Wawan, kinerja reksa dana saham naik pada November 2022 karena terdorong rebound harga batubara. Laporan keuangan emiten yang menunjukkan kinerja yang baik juga menjadi sentimen positif bagi pasar saham.
Akan tetapi, di bulan Desember 2022 ini, pasar saham tertekan cukup signifikan sebagai efek penurunan suatu saham teknologi. Pelaku pasar juga masih menunggu kebijakan suku bunga acuan The Fed pada pertemuan Federal Open Market Committee (FOMC) pada 13-14 Desember 2022.
Baca Juga: Return Reksadana Pendapatan Tetap Mulai Naik
Untuk ke depannya, Wawan melihat kinerja reksa dana saham menarik, mengingat target pertumbuhan ekonomi Indonesia tahun 2023 masih di atas 5%. Reksa dana pendapatan tetap juga akan diuntungkan ketika gelombang kenaikan suku bunga The Fed mereda.
"Pasar uang juga akan menikmati kenaikan suku bunga yang terjadi dan proyeksi tahun depan akan lebih tinggi dari tahun ini," ucap Wawan.
Wawan menyampaikan, reksa dana idealnya merupakan instrumen investasi jangka panjang dengan jangka waktu di atas tiga tahun. Oleh sebab itu, koreksi yang terjadi saat ini justru merupakan entry point yang menarik.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News