Reporter: Maggie Quesada Sukiwan | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie
JAKARTA. Volatilitas yang melanda pasar memicu investor asing untuk mengalihkan dananya ke Surat Utang Negara (SUN) bertempo pendek. Pemodal asing diprediksi baru kembali ke tenor panjang lagi jika ketidakpastian di pasar global sudah mereda.
Mengacu data Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko (DJPPR) Kementerian Keuangan per 11 November 2016, kepemilikan asing di obligasi Pemerintah RI mencapai Rp 674,71 triliun. Dari jumlah itu, porsi SUN tenor panjang 38,98%, menyusut dari posisi akhir 2015 sebesar 44,68%.
Sebaliknya, SUN tenor dua tahun hingga lima tahun melonjak, dari 11,82% ke level 18,42%.
Analis Fixed Income MNC Securities I Made Adi Saputra menuturkan, aksi switching investor asing dari SUN bertenor panjang ke tenor pendek sudah dimulai sejak Juli 2016. Investor mengantisipasi tekanan pasar di dalam negeri.
Maklum, kendati masih menguat secara year to date (ytd), rupiah sempat melemah hingga Rp 13.800 per dollar Amerika Serikat (AS). Akibatnya, investor asing berpotensi merugi saat mengonversikan hasil transaksi SUN dari rupiah kembali ke dollar AS.
Dalam kurun tiga pekan terakhir, pasar obligasi negara merosot. Pemicunya, spekulasi kenaikan suku bunga acuan bank sentral AS, The Fed pada 13–14 Desember 2016. Pasar mencermati besaran kenaikan suku bunga The Fed yang saat ini berkisar 0,25%–0,5%.
"Apakah The Fed akan menaikkan 25 bps atau 50 bps? Tapi, reaksi pasar ini sudah berlebihan," kata Made.
Per 23 November 2016, asing di pasar SBN sudah mencatat penjualan bersih Rp 18,75 triliun.
Desmon Silitonga, Analis PT Capital Asset Management, menambahkan, katalis negatif juga berasal dari ketidakpastian global pasca terpilihnya Donald Trump sebagai Presiden AS. Investor menantikan kebijakan Trump.
Jika Trump memangkas pajak dan menggenjot anggaran belanja, inflasi AS berpotensi meningkat. Imbasnya, The Fed berpeluang mengerek suku bunga acuan lebih agresif. Trump disinyalir akan mengais dana dari pasar obligasi. Yield US Treasury pun berpotensi naik.
"Strategi investasi memang begitu. Jika ketidakpastian naik, switch ke yang pendek," kata Desmon.
Kendati demikian, Desmon optimistis, tekanan yang dialami oleh pasar SUN hanya bersifat temporer. Pasar masih akan mencermati susunan kabinet Trump, terutama posisi menteri keuangan dan menteri ekonomi lain.
Made menambahkan, setelah kebijakan Trump terlihat jelas, barulah investor asing kembali menggeser portofolionya ke SUN tenor panjang. Soalnya, obligasi negara Indonesia menawarkan imbal hasil yang lebih atraktif.
Di pengujung 2016, Made memprediksikan, yield SUN tenor 10 tahun bakal bergulir di posisi 7,5% sampai 7,75% dan mencapai 8% pada kuartal I 2017 mendatang.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News