Reporter: Maggie Quesada Sukiwan | Editor: Yudho Winarto
JAKARTA. Menjelang Rapat Dewan Gubernur Bank Sentral Amerika (FOMC Meeting) pekan ini, kinerja rupiah kian tertekan. Imbasnya, harga Surat Utang Negara (SUN) seri acuan merosot.
Data Indonesia Bond Pricing Agency (IBPA) menunjukkan rata-rata harga obligasi INDOBeX Composite Clean Price pada Senin (14/9) terkoreksi 0,17% ketimbang akhir pekan lalu menjadi 102,65.
Di saat yang sama, harga SUN seri acuan bertenor lima tahun, FR0069, turun 0,25% dibandingkan posisi akhir pekan lalu menjadi 97,07. Dus, yield instrumen surat utang ini merangkak dari semula 8,75% menjadi 8,83%.
Jika harga SUN turun, yield instrumen tersebut akan naik. Sebaliknya, ketika harga SUN terangkat, yield-nya akan menyusut.
Harga SUN seri acuan bertenor 10 tahun, FR0070, susut 0,08% dibandingkan posisi akhir pekan lalu menjadi 95,25. Dus, yield instrumen surat utang ini naik dari semula 9,17% menjadi 9,19%.
Begitu pula dengan harga SUN seri acuan bertenor 15 tahun, FR0071, terlempar 0,58% dibandingkan posisi akhir pekan lalu menjadi 97,07. Dus, yield instrumen surat utang ini terangkat dari semula 9,3% menjadi 9,38%.
Harga SUN seri acuan bertenor 20 tahun, FR0068 juga terkoreksi 0,27% dibandingkan posisi akhir pekan lalu menjadi 90,71. Dus, yield instrumen surat utang ini merangkak dari semula 9,41% menjadi 9,44%.
Analis Sucorinvest Central Gani Ariawan menjelaskan, tertekannya pasar surat utang domestik mayoritas disebabkan oleh sentimen dari luar negeri. Pertama, kekhawatiran terhadap perlambatan ekonomi China dan global yang berimbas pada volatiltas pasar.
Pada Agustus 2015, China telah mendevaluasi mata uang Yuan sebesar 2% guna mendongkrak ekspor. Namun aksi tersebut direspons pasar sebagai bukti nyata perlambatan ekonomi Negeri Tirai Bambu tersebut.
Kedua, pelemahan rupiah menjelang pertemuan FOMC. Pada Senin (14/9), rupiah melemah 0,08% ketimbang akhir pekan lalu menjadi Rp 14.333 per dollar AS.
“Ada ketidakpastian rencana kenaikan suku bunga acuan AS memicu volatilitas terhadap rupiah. Melemahnya rupiah menjadi salah satu tekanan terhadap pasar obligasi Indonesia,” paparnya.
Rapat FOMC yang berlangsung pada 16 September 2015 – 17 September 2015 besar peluang akan memastikan kapan kenaikan suku bunga acuan AS direalisasikan.
Ketiga, Indonesia akan merilis data neraca perdagangan per Juli 2015 pekan ini. Ada pula Rapat Dewan Gubernur Bank Indonesia yang menentukan suku bunga acuan. Sehingga, pasar mengantisipasi beberapa agenda penting tersebut.
Analis obligasi BNI Securities I Made Adi Saputra menambahkan, pasar obligasi dalam negeri juga tertekan akibat agenda lelang SUN pada Selasa (15/9). Umumnya, sebelum lelang, transaksi para investor di pasar surat utang berkurang. Sehingga mereka dapat mendongkrak yield.
Di sisi lain, lanjut Made, tertekannya pasar obligasi juga akibat kekecewaan pasar terhadap paket kebijakan ekonomi Indonesia yang dirilis pekan lalu. “Investor awalnya berharap paket kebijakan ini dapat dieksekusi waktu dekat. Nyatanya lebih ke jangka menengah dan panjang,” jelasnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News