Reporter: Yasmine Maghfira | Editor: Herlina Kartika Dewi
Nico juga menyarankan emiten-emiten di industri semen perlu gencar dalam aspek strategis serta peningkatan ekspor.
Meskipun industri semen masih terbilang flat bagi ketiga analis ini, namun beberapa emiten masih menunjukkan kinerja yang cukup baik.
Direktur Riset dan Investasi Pilarmas Investindo Sekuritas Maximilianus Nico Demus mengungkapkan salah satu strategi emiten semen yang melakukan konsolidasi terbilang cukup efektif.
Sebagai contoh PT Semen Indonesia Tbk (SMGR) yang mengakuisisi PT Solusi Bangun Indonesia Tbk (SMCB) pada awal tahun 2019, yang merupakan produsen semen Holcim. Apalagi SMGR merupakan salah satu pemain terbesar di industri semen Indonesia dengan pangsa pasar yang juga besar.
"SMGR salah satu pemain terbesar di semen domestik. Ia juga merupakan salah satu emiten yang masih moncer. Pertumbuhannya cukup luar biasa," ujar Nico.
Berdasarkan laporan keuangan paruh pertama 2019, SMGR mencatatkan pertumbuhan pendapatan sebesar 22,84% (yoy) menjadi Rp 16,35 triliun, sedangkan laba bersih emiten itu tergerus 50,09% (yoy) menjadi Rp 484,78 miliar. Laba SMGR anjlok karena harga pokok penjualan atau cost of goods sold (COGS) meningkat 22,9% menjadi Rp 11,68 triliun.
Kendati demikian, Nico merekomendasikan beli saham SMGR dengan target harga Rp 14.050.
Sementara Cathy mengungkapkan, sebetulnya bisnis semen meningkat kembali sampai dengan kuartal III 2019. Saham-saham SMGR dan INTP (PT Indocement Tunggal Prakarsa Tbk) masing-masing berkontribusi sebesar 10,61% dan 10,56% terhadap JAKBIND Indeks. Di mana harga saham SMGR telah meningkat sebesar 9,57% ytd diikuti oleh saham INTP yang juga meningkat sebesar 9,35% ytd.
Cathy menyatakan peningkatan tersebut di dorong oleh peningkatan volume penjualan semen yang diekspor sebesar 50,87% yoy per 8M19. Selain itu, adanya peluang dari pembangunan ibu kota baru di Kalimantan Timur.
Baca Juga: Penjualan Indocement (INTP) sepanjang September 2019 naik 6,2% dibanding Agustus
Berdasarkan catatannya, permintaan semen nasional yang berasal dari wilayah Kalimantan mencapai 6,24%, dan didominasi oleh SMGR dengan market share sebesar 46,61% dalam tujuh bulan pertama tahun ini.
Namun, Cathy merekomendasi netral pada subsektor semen dengan saham pilihanINTP hold dengan target harga Rp 20.100, dan SMGR hold dengan target harga Rp 12.900.
Alasannya, karena ia memperkirakan sampai akhir tahun ini industri semen masih flat seiring dengan pertumbuhan sektor properti yang juga masih tak membaik.
Sedangkan, analis Jasa Capital Utama Chris Apriliony merekomendasikan beli saham PT Waskita Beton Precast Tbk (WSBP) dengan target harga Rp 400 per sahamnya untuk jangka pendek sampai akhir tahun.
Ia merekomendasi WSBP karena saham emiten itu sudah terkoreksi cukup jauh dari harga IPO dan secara valuasi PER dan PBV masih murah.
Berdasarkan catatan Kontan, WSBP mencatatkan nilai kontrak yang mencapai Rp 3,69 triliun sepanjang Januari hingga September 2019. Sedangkan, target yang ingin dicapai Waskita Beton tahun ini senilai Rp 10,31 triliun. Artinya, progres WSBP baru mencapai 35,8% dari target yang perusahaan tentukan.
"Secara kinerja memang terlihat penurunan, namun hal itu wajar karena kontrak tahun ini tidak sebesar tahun lalu. Ditambah valuasi yang masih murah, emiten semen ini masih layak untuk dikoleksi," tutup Chris.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News