kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.901.000   -17.000   -0,89%
  • USD/IDR 16.474   44,00   0,27%
  • IDX 7.521   -28,89   -0,38%
  • KOMPAS100 1.055   -3,43   -0,32%
  • LQ45 795   -3,20   -0,40%
  • ISSI 255   0,15   0,06%
  • IDX30 412   -1,69   -0,41%
  • IDXHIDIV20 469   -3,64   -0,77%
  • IDX80 119   -0,37   -0,31%
  • IDXV30 123   -0,46   -0,37%
  • IDXQ30 130   -0,80   -0,61%

Industri Batubara Tertekan, Kinerja Emiten Kontraktor Pertambangan Terancam Redup


Rabu, 30 Juli 2025 / 18:40 WIB
Industri Batubara Tertekan, Kinerja Emiten Kontraktor Pertambangan Terancam Redup
ILUSTRASI. Emiten yang bergerak di bidang kontraktor atau jasa pertambangan juga menghadapi tantangan berat seiring pelemahan harga komoditas.


Reporter: Dimas Andi | Editor: Herlina Kartika Dewi

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Tidak hanya produsen batubara saja, emiten yang bergerak di bidang kontraktor atau jasa pertambangan juga menghadapi tantangan berat seiring pelemahan harga komoditas tersebut.

Dalam riset Stockbit Sekuritas yang dipublikasikan 26 Juli 2025, prospek emiten sektor kontraktor pertambangan cukup menantang. Hal ini dipengaruhi oleh ekspektasi penurunan produksi batubara nasional. Kementerian ESDM menyebut, produksi batubara Indonesia berpotensi turun 11% year on year (yoy) menjadi 739,5 juta ton atau lebih rendah 19% dibandingkan Rencana Kerja dan Anggaran Biaya (RKAB) 2025 sebesar 917 juta ton.

“Kami mengekspektasikan penurunan produksi batubara dapat berlanjut pada 2026 seiring respons dari pemerintah terhadap permintaan China dan India yang masih cenderung lemah,” tulis Investment Analyst Stockbit Hendriko Gani dalam riset.

Di samping itu, harga batubara juga cenderung melandai di kisaran US$ 100- US$ 130 per ton, sehingga berpotensi menekan stripping ratio.

Baca Juga: Ada Proyek Hilirisasi, Begini Dampak ke Emiten Tambang

Pamor komoditas nikel yang sedang meningkat pun belum menolong emiten kontraktor pertambangan. Sebab, total volume overburden (lapisan batuan penutup) dari nikel hanya setara 10% dari total overburden batubara akibat perbedaan skala produksi dan level stripping ratio.

Investment Analyst Infovesta Utama Ekky Topan menilai, emiten kontraktor pertambangan sangat bergantung pada volume overburden dan produksi tambang, sehingga meraka akan menghadapi tekanan di tengah pelemahan harga batubara. Jika produksi batubara dari pelanggan utama dipangkas, maka otomatis aktivitas jasa penambangan juga ikut menurun.

Dalam beberapa kasus, pihak kontraktor bisa melakukan renegosiasi kontrak kerja dengan pihak pemilik tambang, seperti penyesuaian volume produksi atau tarif per kubik. “Namun, hal ini sangat bergantung pada ketentuan kontraktual dan hasil negosiasi masing-masing pihak,” kata dia, Rabu (30/7/2025).

Beberapa kontraktor tambang kini mulai mendiversifikasi bisnisnya ke proyek tambang mineral, seperti nikel. Sebenarnya langkah ini cukup baik untuk mengurangi ketergantungan terhadap batubara. 

Namun, harus diakui proyek nikel masih berada dalam tahap awal dan skalanya belum sebesar bisnis batubara. Pengembangan tambang nikel juga membutuhkan modal yang besar dan infrastruktur yang lebih kompleks. Alhasil, langkah diversifikasi tersebut kemungkinan baru terlihat hasilnya dalam jangka menengah dan panjang.

Secara umum, Ekky melihat prospek kinerja emiten kontraktor tambang pada semester II-2025 masih cukup berat. Namun, emiten yang memiliki efisiensi tinggi, kontrak jangka panjang dengan pelanggan, serta manajemen biaya yang mumpuni cenderung lebih mampu untuk bertahan dalam kondisi ketidakpastian ini.

“Contohnya adalah PT United Tractors Tbk (UNTR) yang memiliki diversifikasi bisnis dan dukungan grup besar, sehingga pergerakan sahamnya relatif lebih stabil dibandingkan kontraktor lain yang sepenuhnya mengandalkan batubara,” ungkap dia.

Dia pun merekomendasikan beli saham UNTR dengan target harga di kisaran Rp 26.600-27.000 per saham.

Selain UNTR, saham PT Dharma Henwa Tbk (DEWA) juga bisa dijadikan opsi bagi investor lantaran punya daya tarik secara teknikal. Jika tren penguatan harga berlanjut, maka saham DEWA berpotensi menguji tarot di kisaran Rp 280—300 per saham.

Baca Juga: Emiten Batubara Mulai Ekspansi ke Tambang Mineral, Begini Prospek Sahamnya

Stockbit Sekuritas menganggap positif saham DEWA dan PT Petrosea Tbk (PTRO). Saham DEWA layak diperhitungkan karena adanya transformasi bisnis dan potensi penambahan kontrak dari grup afiliasi. Compound Annual Growth Rate (CAGR) DEWA diperkirakan Stockbit Sekuritas dapat tumbuh 216% pada periode 2024—2028.

Sementara itu, masuknya PTRO ke Grup Barito dapat mendorong perusahaan untuk berfokus kembali pada bisnis inti, yakni layanan EPC dan jasa kontraktor pertambangan.

“Kami estimasikan CAGR PTRO dapat tumbuh 66% pada 2024—2028 yang didorong oleh peningkatan kontribusi kontrak eksternal baru dan penugasan proyek EPC adati entitas afiliasi,” jelas Hendriko. 

Senior Market Analyst Mirae Asset Sekuritas Nafan Aji Gusta melihat, peluang perbaikan kinerja emiten kontraktor pertambangan masih cukup terbuka. Apalagi, kondisi pasar global sudah mulai kondusif seiring tensi perang tarif yang mereda. Hal ini akan memacu banyak negara untuk meningkatkan kegiatan ekonominya, sehingga kebutuhan batubara juga akan tumbuh.

Produksi batubara juga berpeluang tumbuh ketika periode musiman seperti musim dingin, sehingga ada kemungkinan harga batubara akan kembali pulih. “Potensi pemulihan harga batubara akan menguntungkan emiten-emiten kontraktor pertambangan,” imbuh dia, Rabu (18/7/2025).

Nafan menyarankan investor untuk sell on strength saham DEWA dan PTRO. Adapun saham PT BUMA Internasional Grup Tbk (DOID) direkomendasikan wait and see.

Selanjutnya: Kolaborasi Siloam–Syneos Buka Pintu Uji Klinis Global di Tanah Air

Menarik Dibaca: Padel Jadi Tren, MPM Insurance Soroti Proteksi Cegah Risiko

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
Mitigasi Risiko SP2DK dan Pemeriksaan Pajak Executive Macro Mastery

[X]
×