kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.901.000   -17.000   -0,89%
  • USD/IDR 16.481   54,00   0,33%
  • IDX 7.513   -36,57   -0,48%
  • KOMPAS100 1.054   -4,38   -0,41%
  • LQ45 794   -3,93   -0,49%
  • ISSI 255   -0,25   -0,10%
  • IDX30 412   -1,69   -0,41%
  • IDXHIDIV20 468   -4,55   -0,96%
  • IDX80 119   -0,42   -0,35%
  • IDXV30 123   -0,68   -0,55%
  • IDXQ30 130   -0,75   -0,57%

Kinerja TBS Energi Utama (TOBA) Terdampak Divestasi PLTU, Begini Penjelasan Manajemen


Rabu, 30 Juli 2025 / 19:22 WIB
Kinerja TBS Energi Utama (TOBA) Terdampak Divestasi PLTU, Begini Penjelasan Manajemen
ILUSTRASI. PT TBS Energi Utama Tbk (TOBA) mencatatkan kerugian pada periode Januari–Juni 2025, salah satunya disebabkan oleh divestasi PLTU.


Reporter: Yuliana Hema | Editor: Herlina Kartika Dewi

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Emiten energi, PT TBS Energi Utama Tbk (TOBA) mencatatkan kerugian pada periode Januari–Juni 2025. Ini salah satunya disebabkan oleh divestasi Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU). 

Melansir laporan keuangan per Juni 2025, TOBA meraup pendapatan dari kontrak dengan pelanggan sebesar US$ 172,21 juta. Ini turun 30,75% secara tahunan atau Year on Year (YoY) dari US$ 248,67 juta. 

Akibat penurunan pendapatan itu, secara operasional TOBA harus menanggung rugi usaha sebesar US$ 5,19 juta. Ini berbalik dari laba usaha sebesar US$ 65,90 juta per Juni 2024. 

Baca Juga: Penjualan Turun, TBS Energi Utama (TOBA) Bukukan Rugi US$ 115,61 Juta

Dari sisi bottom line, rugi periode berjalan yang dapat diatribusikan kepada entitas induk TOBA mencapai US$ 115,61 juta. Ini sebagian disebabkan oleh pencatatan rugi non-kas dari divestasi dua anak usaha pembangkit listrik tenaga uap. 

Yakni, PT Minahasa Cahaya Lestari (MCL) dan PT Gorontalo Listrik Perdana (GLP) yang tuntas pada Maret 2025 dan Mei 2025. Adapun rugi non-kas dari divestasi ini tercatat sebesar US$ 96,9 juta. 

Direktur TBS Energi Utama Juli Oktarina menjelaskan kerugian tersebut tidak berdampak pada arus kas, justru menghasilkan tambahan dana segar berupa pemasukan ke dalam kas TOBA sebesar US$ 123,6 juta. 

Juli mengatakan selain mendapatkan dana segar, TOBA juga berhasil menurunkan emisi karbon lebih dari 80% atau setara 1,3 juta ton CO2 per tahun karena menjual PLTU.

“Hal ini memperkuat kondisi fundamental operasional TOBA yang tetap terjaga di tengah masa transisi,” jelasnya dalam keterangan resmi, Rabu (30/7/2025). 

Equity Research Analyst di NH Korindo Sekuritas Leonardo Lijuwardi menjelaskan divestasi kedua PLTU itu tidak berdampak pada finansial dan fundamental TOBA, tetapi menjadi keuntungan strategis bagi TOBA. 

Baca Juga: Saham TOBA Ditutup Naik 0,95% Kamis 24 Juli, Nilai Transaksi Capai Rp 347,30 Miliar

Pertama, TOBA mendapatkan dana yang dapat mempertebal posisi kas. Kedua, agenda strategis TOBA menuju netral karbon pada 2030 menjadi lebih mudah dicapai karena penjualan PLTU memangkas emisi karbon dalam jumlah signifikan. 

Leonardo mengenaskan kerugian ini merupakan dampak akuntansi dan bersifat non-kas, ini yang penting untuk dicatat. Aset seperti PLTU divaluasi dengan pendekatan tertentu dan mengacu pada Peraturan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK). 

Standar akuntansi PSAK mengharuskan pencatatan dimuka atas pendapatan konstruksi pembangkit dan transmisi IPP (Independent Power Producer) dengan skema Build Own Operate Transfer (BOOT) selama 25 tahun sesuai periode Perjanjian Jual Beli Listrik (PJBL) yang berlaku. 

“Oleh karena itu, nilai aset yang tercatat di buku pada saat transaksi akan mencakup pendapatan di masa depan yang belum ditagihkan,” jelas Leonardo dalam paparannya, Rabu (30/7/2025). 

Menurutnya, karena hanya terkait pencatatan akuntansi, maka rugi dari divestasi ini tidak mengindikasikan bahwa bisnis TOBA memburuk atau tertekan. Justru Ia melihat bahwa rugi yang dialami. 

Pasalnya, TOBA sudah beralih dari bisnis batubara yang ekstraktif dan siklikal ke bisnis yang fokus pada ESG dan sustainability dengan divestasi aset-aset seperti PLTU. Arus kas yang diperoleh dari divestasi  ini diinvestasikan kembali ke bisnis yang lebih berkelanjutan seperti pengelolaan limbah. 

Leonardo bilang investor dapat mencermati kontribusi bisnis non batubara yang terus bertumbuh proporsinya seperti bisnis pengolahan sampah di Singapura, pembangkit listrik mikrohidro (PLTM) di Lampung dan segmen motor listrik. Proyek energi hijau lainnya yang tengah dikembangkan seperti PLTS di Batam juga layak diperhatikan.

“Bisnis pengolahan sampah sudah menghasilkan pendapatan dengan margin EBITDA yang semakin baik. Ini menjanjikan karena Indonesia sudah masuk fase darurat sampah dan TOBA memiliki bisnis model yang teruji setelah mengakuisisi perusahaan sejenis di Singapura, Sembcorp,” katanya. 

Selanjutnya: Adu Kinerja Penyaluran Kredit BCA, BNI dan CIMB Niaga pada Semester I-2025

Menarik Dibaca: Film Pendek Keluarga Suami Adalah Hama jadi Konten Terlaris di Noice

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
Mitigasi Risiko SP2DK dan Pemeriksaan Pajak Executive Macro Mastery

[X]
×