Reporter: Andy Dwijayanto | Editor: Yudho Winarto
JAKARTA. Emiten sektor pakan ternak diprediksi tetap tumbuh pada tahun ini. Keputusan pemerintah untuk menutup pintu impor jagung bagi swasta, membuat harga jagung lokal melonjak drastis hampir dua kali lipat dari harga normal. Namun kondisi ini dirasa tidak akan berdampak banyak terhadap emiten pakan ternak.
Yosafat Jonathan, Analis Bahana Securities mengatakan untuk tahun ini emiten pakan ternak akan bisa menaikkan revenue mereka. Ia memprediksi penjualan emiten pakan ternak akan lebih baik dibandingkan dengan tahun lalu, akibat perbaikan ekonomi dan permintaan yang meningkat.
"Tahun ini akan lebih baik dibandingkan dengan tahun lalu, karena tahun lalu kan banyak persoalan seperti kurs dan permintaan," ujarnya kepada KONTAN, Selasa (26/1).
Kenaikan harga jagung saat ini, akan dibarengi dengan peningkatan harga jual produk. Pasalnya saat ini terbuka peluang bagi emiten untuk menambah supply di pasar seiring dengan tumbuhnya permintaan.
Seperti diketahui, merosotnya harga ayam pada tahun lalu disebabkan oleh kelebihan suplai. Hal itu membuat banyak emiten melakukan pemangkasan terhadap pasokan day old chicken (DOC). Selain itu, pemusnahan induk ayam alias parent stock juga mampu meningkatkan harga menjelang akhir tahun.
"Kenaikan harga pakan ternak itu akan dibarengi dengan peningkatan harga jual dan permintaan. Dengan ada peningkatan harga itu tentu bisa mempercepat emiten pakan ternak untuk meningkatkan revenue-nya," lanjutnya.
Pada tahun ini, Ia memperkirakan PT Japfa Comfeed Indonesia Tbk (JPFA) akan mencatatkan kinerja yang lebih baik dibandingkan PT Charoen Pokphand Indonesia Tbk (CPIN) dan PT Malindo Feedmill Tbk (MAIN). Melihat dari tahun lalu, JPFA merupakan emiten pakan ternak yang paling cepat recovery dibandingkan yang lain.
"Saat ini kami melihat tiga-tiganya potensinya bagus CPIN, JPFA, dan MAIN. Tapi mungkin JPFA ya yang sedikit agak membaik pada tahun ini," pungkasnya.
Robertus Yanuar Hardy, Analis Reliance Securities mengatakan tahun ini pertumbuhan penjualan emiten sektor pakan ternak akan tumbuh 5%-6% dari GDP. Walaupun dirinya melihat akan ada dampak negatif dan positif dari pembatasan impor jagung tersebut terhadap emiten pakan ternak.
"Kebijakan itu bakal menaikkan biaya karena sebagian emiten pakan itu masih mengandalkan jagung dan gandum. Itu akan menaikkan beban usaha, karena bahan bakunya naik," ujarnya.
Namun, prospek emiten pakan ternak akan membaik bila dibandingkan tahun lalu. Pembatasan kuota impor jagung bisa berdampak baik dari sisi penghematan karena emiten pakan ternak akan membeli bahan baku dari petani lokal.
"Ya sebenarnya kebijakan itu bisa melindungi industri dalam negeri. Kan kalau produk bahan baku dalam negeri belinya pakai rupiah tentu itu mereka bisa menghemat," lanjutnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News