kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45919,51   10,20   1.12%
  • EMAS1.343.000 -0,81%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Ayam indukan pensiun dini, bisnis JPFA berkotek


Jumat, 08 Januari 2016 / 07:33 WIB
Ayam indukan pensiun dini, bisnis JPFA berkotek


Reporter: Dityasa H Forddanta | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie

JAKARTA. Tahun ini akan menjadi tahun yang lebih baik bagi PT Japfa Comfeed Indonesia Tbk (JPFA) ketimbang tahun lalu. Persoalan utama JPFA selama ini, yakni kelebihan pasokan bisa diatasi.

JPFA menekan pasokan lewat program culling yang digagas oleh Kementerian Pertanian. Umumnya, ayam indukan bisa memproduksi antara 130 DOC hingga 150 DOC dalam beberapa pekan saja.

Culling ini semacam program pensiun dini bagi indukan. Jadi, sebelum mencapai angka produksi maksimal, indukan bisa dijual. "Program culling sukses mengatasi kelebihan suplai yang ada dan ini sentimen yang paling signifikan bagi performa JPFA," jelas Michael Ramba, analis Buana Capital kepada KONTAN, Kamis (7/12).

Suplai yang terbatas akan mengerek harga. Harga ayam DOC dari JPFA saat ini berada di sekitar Rp 5.700 per ekor. Harga terendah DOC tercatat pada Agustus 2015 yang hanya Rp 2.500 per ekor.

"Harga sudah di atas biaya produksi antara Rp 4.300-Rp 4.500 per ekor," tambah Michael.

Franky Kumendong, analis UOB Kay Hian Securities, dalam riset 7 Januari 2016 mengatakan, efek program culling ini masih tampak. Sebab, program ini berlangsung dalam beberapa tahap.

Tahap pertama dilakukan pada akhir Oktober 2015 lalu, dengan culling atas dua juta ayam induk. Tahap kedua dimulai pada akhir tahun 2015. Masih ada rencana culling tahap ketiga.

Pemerintah menargetkan bakal ada enam juta ayam indukan yang terkena pensiun dini. "Jadi, harga DOC bakal jauh lebih stabil lagi saat culling tahap II nanti selesai," ujar Franky.

Divisi pakan ternak JPFA juga tertiup angin segar. Hampir seluruh bahan baku divisi pakan ternak JPFA menggunakan bahan baku impor, kecuali jagung. JPFA menggunakan sekitar 70% jagung lokal dan 30% jagung impor.

Pemerintah membatasi impor jagung sehingga harganya naik. Tapi, JPFA bisa menimpakan biaya bahan baku pada kenaikan harga produk. "Sebagian besar jagung yang digunakan merupakan jagung lokal, hal itu enggak ada masalah," tutur Michael.

Performa seperti ini bakal terjaga hingga setahun ke depan. Ia memprediksi, pendapatan JPFA tahun 2015 bisa mencapai Rp 25,08 triliun dengan kerugian Rp 76 miliar. Sementara pendapatan JPFA tahun ini akan mencapai Rp 27,34 triliun dan laba Rp 333 miliar.

Franky mengatakan, kenaikan harga jual divisi pakan ternak JPFA sebesar Rp 400 per kg-Rp 500 per kg menjadi Rp 6.800-Rp 6.850 per kg, cukup menetralisir kenaikan harga jagung, yang pada Oktober lalu telah mencapai Rp 4.500 sampai Rp 4.800 per kg.

Kondisi ini membuat Franky percaya, performa JPFA jauh lebih baik. Dia memprediksi, laba bersih JPFA tahun ini bisa mencapai Rp 517 miliar, meroket 392% dibandingkan estimasi laba bersih 2015, sebesar Rp 105 miliar.

Sentimen positif bagi JPFA juga hadir dari faktor ekonomi makro. "Membaiknya daya beli masyarakat bisa ditranslasikan dengan naiknya ayam potong dan DOC," tambah Harry Su, Kepala Riset Bahana Securities.

Ia memprediksi, JPFA bisa mencatat pendapatan Rp 27,5 triliun dengan laba bersih Rp 376 miliar pada tahun ini. Ketiga analis kompak merekomendasikan beli saham JPFA. Michael masih menghitung target harga terbaru JPFA.

Target harga terakhir darinya Rp 500 per saham. "Rekomendasinya masih maintain buy," ujarnya. Lalu, target harga Franky Rp 800 per saham.

Harry juga masih menghitung ulang target harga JPFA. Target harga sebelumnya adalah Rp 550 per saham.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
Success in B2B Selling Omzet Meningkat dengan Digital Marketing #BisnisJangkaPanjang, #TanpaCoding, #PraktekLangsung

[X]
×