kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45903,33   4,58   0.51%
  • EMAS1.313.000 0,00%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Amankan portofolio dengan beli berbagai kelas aset


Rabu, 22 Juli 2020 / 23:49 WIB
Amankan portofolio dengan beli berbagai kelas aset
ILUSTRASI. Chief Investment Officer Eastspring Investments Indonesia Ari Pitojo saat Global and Market Outlook 2018 di Jakarta, Rabu (7/2).


Reporter: Djumyati Partawidjaja | Editor: Djumyati P.

Kalau kita bicara pasar finansial, bagaimana perkembangannya di pasar saham dan obligasi?

Saya lebih senang pasar obligasi. Kita lihat suku bunga acuan turun dan kemungkinan akan lebih turun atau sama daripada kemungkinan untuk naik. Kalau kita taruh di deposito sekarang paling 4% dipotong pajak kan sekitar 3,2%. Kalau kita masuk di obligasi 10 tahun sekarang ini 7%.

 Obligasi ini kelihatan lebih baik dibandingkan saham karena tahun ini revenue minus, net income pasti minus. Tahun depan perkiraan pertumbuhan ekonomi naik sekitar 4,8%, inflasi berapa? Bisa jadi 3%-4%? Jadi kemungkinan perusahaan-perusahaan bisa naik belasan persen di tahun depan, tapi labanya masih kecil. Obligasi masih lebih menarik versus saham.

Akan tetapi yang harus diwaspadai itu inflasi. Konsensus semua sudah bilang di dunia itu akan terjadi deflasi atau inflasinya tidak naik. Saya memang lebih suka obligasi, tapi yang harus diwaspadai itu inflasi. Banyak orang yang berpikir there must be a price for everything that they do. Maksudnya yang pemerintah dunia lakukan waktu mencetak uang gila-gilaan. Masa sih inflasi sih enggak naik.

Nah ini yang mungkin kalau ada the next black swan itu ya inflasi. Ya saya percaya obligasi tapi saya akan terus berhati-hati dengan inflasi karena suatu hari akan keluar.

Inflasi itu kan seharusnya berbanding lurus dengan jumlah uang yang dicetak, tapi kenapa sekarang ini tidak terjadi?

Betul. Ini berkaitan dengan pencetakan uang dan juga ketika ekonomi kembali bangkit. Ketika ekonomi naik, apakah kebutuhannya bisa ditutupi oleh demand.

Contoh paling gampang adalah pemblokiran jalan ketika ada covid ini. Kedua dampak dari covid ini terhadap struktur logistik. Misalnya saja saya pengusaha sayur  dari Jawa Tengah suplai ke hotel dan rumah tangga. Sekarang ini kan hotel enggak ada rumah tangganya mungkin bertambah,  tapi itu kan logistiknya berbeda. Ketika terjadi gangguan logistik akan ada dampaknya. Lalu beberapa pengusaha itu juga mungkin sudah mau bangkrut, ada beberapa teman saya juga sudah mau bangkrut, karena working capital segala macam. Itu kan akan ada dampaknya.

Memang konsensus bersama akan ada deflasi, karena permintaannya berkurang dan suplainya tetap maka harga akan turun. Asumsi suplai akan tetap, tapi apakah mereka akan tetap ada? Kita tidak tahu.

Ini semua kan ada economic of scale, ketika economic of scale-nya turun harga akan naik. Ketika jumlah permintaan turun kan belum tentu harganya tetap kan? Suplai-nya juga kan akan menyesuaikan. Entah karena permintaan turun, entah karena kebangkrutan entah karena logistiknya berubah itu bisa disruption. Disruption itu maksudnya bisa inflasi.

In semua tergantung dari perilaku orang menghadapi covid juga sih. Misalnya saja saya pengusaha yang mengambil suplai daging dari perusahaan di Amerika. Melihat ini kadang stop kadang enggak, saya kan harus menyiapkan cadangannya kan. Mengantisipasi ketidakpastian ini kan berarti ada kenaikan harga, karena biasanya saya order 1 ini saya buat jadi 1,5. Tapi ketika saya dapat 1,5 saya juga bingung. Jadi disrupsi dari logistik ini yang kita juga tidak tahu.

 Lalu kan ada trade war antara China dan Amerika. Berarti saya harus membuat pabrik di negara sendiri, karena tidak mau terlalu bergantung dengan China kalau tiba-tiba mereka menyetop suplai.  Seperti contohnya APD. Berarti saya harus bikin sendiri, tapi pada waktu saya bikin sendiri economic of scale-nya kan enggak sampai. Kita tidak tahu dampak seperti ini semua akan seperti apa.

Kenapa asing banyak keluar dan belum masuk-masuk lagi ya, karena asing-asing itu bingung harus beli apa.

Apa saran Anda untuk para investor di kondisi sekarang ini?

Ini tergantung investor apa, kita lihat investor ritel tetap masuk di pasar saham. Tapi kalau kita katakan pasar saham ini kenapa asing banyak keluar dan belum masuk-masuk lagi ya, karena asing-asing itu bingung harus beli apa.

Mau  beli sektor perbankan sudah punya. Kalau bicara sektor-sektor yang lain, pilihannya enggak banyak. Makanya kenapa ketika ada tren pergerakan jangka panjangnya naik, itu kan sebenarnya karena perusahaan-perusahaan internet. Kita enggak ada.

Ketika bicara perbankan, ngapain masuk lebih banyak  lagi? Tahun ini masih susah, tahun depan juga masih belum tentu kita lihat saja. Tahun ini kan mereka harus restrukturisasi, ketika bayar betulan apakah bisa atau enggak?

Jadi ini yang menyebabkan pasar saham kita susah naik. Sementara di negara lain naik-naik terus karena banyak perusahaan berbasis internet, makanya keluar dari Indonesia ditaruh di luar. Jadi turun terus bukan karena kita jelek sekali tapi komparatif dengan yang di luar kita jadi kurang bagus.

Di China itu banyak perusahaan-perusahaan variasinya banyak sekali. Anda boleh meragukannya, tapi variasinya mereka luar biasa banyak sekali. Ada online insurance, Alibaba juga pertumbuhannya bagus.

Makanya kabarnya IDX akan membuat papan pengembangan baru di mana isinya saham-saham internet. Saya bilang daripada spekulasi saham-saham aneh dan gorengan. Ini kan ada gorengan baru perusahaan-perusahaan internet, paling tidak kan ada dasarnya dan harapannya. Memang ada yang berhasil ada tidak, tapi paling tidak Anda tahu kalau berhasil ada dasarnya. Jangan main saham-saham enggak jelas, fundamentalnya juga gak jelas yang pasti arahnya jebol.

Katanya di IDX mau ada dan itu sangat bagus, kerena itu memberikan alternatif untuk Indonesia.

Ini maksudnya perusahaan teknologi yang besar-besar seperti Gojek, Tokopedia?

Enggak usah. Apa misalnya Bibit, Ruang Guru atau misalnya Sayurbox. Kan bisa. Ada juga Apps yang menghubungkan warung-warung padang, pada dasarnya dia membantu sisi suplai dan membantu juga sistem cash flow –nya juga. Ya yang seperti ini kan lebih mendingan kan, daripada saham-saham ya enggak usah saya sebutkan deh.

 Kalau itu ada market kita akan bagus. Kalau market kita isinya ini-ini saja tidak akan bergerak karena pilihannya enggak banyak.

Kalau misalnya untuk saham di sini kan sudah susah pilihannya. Tapi kan ada reksadana global syariah untuk pasar-pasar luar negeri?

Iya kita di Eastspring kan baru launch juga reksadana global syariah Greater China. Itu juga makanya kita bilang ke klien kombinasikan ada asingnya ada Indonesianya, kita gabungkan jadi satu. Ya gabungkan saja.

Makanya sekarang-sekarang saya lebih banyak melakukan pendekatan multi aset, di mana kalau kita investasi tidak ke satu reksadana di satu asset class. Anda takut nih saham volatilitasnya atau mungkin ekonomi, Anda masukan obligasi. Obligasi yang bagus. Anda masukan juga asing karena ada saham-saham internet lalu terus gabungkan lagi yang saham Indonesia.  Ya kan kita tidak tahu kalau misalnya kebijakan yang diambil kayak omnibus law mau jalan, kan Indonesia juga bisa bagus. Karena Indonesia itu kalau dilihat dari GDP yang minusnya paling sedikit itu kita. Jadi artinya kita itu tidak semuanya jelek lah ada bagusnya juga.

Kalau saya pikir sudah saatnya ya kita itu berpikirnya multi aset. Jangan berpikir oke hari ini saya pilih ke obligasi, Besok saya pilih saham. Zamannya ini berubah, Anda berpikirnya jangan satu-satu dikombinasikan saja.

Kalau ditanyakan kalau ada perang dagang bagaimana? Ya sudah beli satu reksadana global yang investasi di pasar Amerika. Lalu beli juga yang reksadana yang investasi di greater China, berarti banyak investasi di China. Ya gabung saja beli 50:50. Kalau Amerika menang yang Amerika naik, kalau China yang menang China naik. Kalau misalnya dua-duanya sepakat, dua-duanya naik.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×