Reporter: Akmalal Hamdhi | Editor: Anna Suci Perwitasari
KONTAN.CO.ID – JAKARTA. Bitcoin (BTC) mengalami penurunan harga sekitar 3,62% dalam sepekan terakhir, hingga menyentuh level US$ 64.588 atau setara Rp 1,62 miliar (kurs Rp 16.445), berdasarkan CoinMarketCap, 21 Juni 2024 pukul 12.00 WIB.
Crypto Analyst Reku, Fahmi Almuttaqin mengatakan, lesunya harga Bitcoin ini disebabkan beberapa faktor di antaranya perubahan outlook suku bunga Amerika Serikat (AS) yang semakin memperkuat nilai dolar AS (USD) di tengah mulai diturunkannya suku bunga oleh beberapa bank sentral di kawasan lain seperti Eropa.
Fahmi menjelaskan, sikap The Fed yang tetap konsisten agar perekonomian dapat mencapai target inflasi di 2% telah membuat situasi suku bunga tinggi saat ini berpotensi terjadi hingga beberapa bulan ke depan. Kondisi tersebut membuat dolar AS menjadi instrumen yang relatif menarik untuk menyimpan nilai aset para investor.
“Sehingga investor cenderung memilih instrumen yang relatif lebih aman dan menghasilkan return yang cukup tinggi, dibandingkan aset kripto,” jelas Fahmi dalam siaran pers, Jumat (21/6).
Dampak perubahan outlook suku bunga The Fed pasca pertemuan FOMC pada 12 Juni tersebut juga tergambar pada ETF Bitcoin Spot yang kemudian membukukan arus keluar atau netflow negatif selama 4 hari berturut-turut mulai 13 Juni hingga 18 Juni, setelah sebelumnya sempat membukukan rekor netflow positif beruntun selama 19 hari.
Baca Juga: Harga Bitcoin di US$ 65.000 Usai Dua Bulan Halving, Diprediksi Datar di Jangka Pendek
ETF Bitcoin spot mengalami arus keluar relatif signifikan dengan total arus keluar mencapai USD$878,9 juta dalam tujuh hari perdagangan terakhir, mengacu data Coinglass.
Kendati demikian, Fahmi melanjutkan, meningkatnya jumlah likuiditas di AS mengindikasikan potensi aliran dana yang signifikan ke pasar kripto apabila situasi dovish atau tren penurunan suku bunga mulai terjadi.
Situasi tersebut dapat dilihat dari data M2 yang memaparkan kondisi jumlah uang yang beredar dalam perekonomian yang mencakup aset yang relatif mudah dikonversi menjadi uang tunai (likuid). Ketersediaan likuiditas yang meningkat berpotensi akan turut berdampak pada pasar kripto ketika situasi suku bunga mulai berbalik.
“Apabila tren kenaikan likuiditas M2 yang telah terjadi sejak Februari kemudian berlanjut di saat pasar terkonsolidasi atau bahkan bearish imbas situasi suku bunga tinggi, maka gelombang dana masuk yang akan terjadi di pasar kripto berpotensi sangat besar ketika kebijakan dovish mulai diambil,” ujar Fahmi.
Di tengah kondisi pelemahan Bitcoin, sejumlah aset kripto lainnya atau disebut Altcoin justru mengalami kenaikan. Melansir CoinMarketCap, XRP menghijau 2% di level USD$ 0.480 dalam 24 jam per Jumat (21/6) pukul 12.00 WIB. Selain itu, koin meme Brett (Based) menghijau 4%. Kemudian Lido DAO (LDO) juga mengalami kenaikan hingga 3,36%.
Menurut indikator CryptoQuant yang mengkalkulasi 180 days moving average terhadap perbedaan rasio MVRV atau rasio untuk mengetahui kapan harga aset berada di atas maupun di bawah nilai wajar, di antara Ethereum dan Bitcoin saat ini dapat dikatakan sebagai fase awal altseason di mana altcoin biasanya akan cenderung menorehkan performa harga yang lebih baik dari Bitcoin.
Fahmi bilang, situasi ini menarik untuk dimanfaatkan oleh para investor yang berminat dengan altcoin untuk berinvestasi di aset kripto potensial selain Bitcoin. Namun sebelum memilih altcoin, investor perlu melihat dari kekuatan inovasi dan teknologinya, apakah altcoin tersebut membawa nilai baru yang unik yang mungkin akan diapresiasi oleh para investor aset kripto.
“Selain itu, perlu juga diperhatikan nilai merk atau popularitas serta seberapa besar komunitas dari aset kripto tersebut. Hal ini penting karena akan mempengaruhi kekuatan pasar baik dari token maupun produk yang dikembangkan,” jelas Fahmi.
Baca Juga: Efek Halving Bitcoin Belum Terasa, Investor Soroti Potensi Kenaikan Ethereum
Lebih dari itu, Fahmi menambahkan, pastikan investor untuk memilih platform investasi yang terdaftar di Bappebti dan betul-betul serius dalam memprioritaskan keamanan penggunanya. Platform yang mengedepankan keamanan, akan beroperasi sesuai dengan regulasi yang berlaku dan selektif dalam menyediakan layanan, termasuk dalam coin listing.
Seperti di Reku, setiap koin yang di-listing dapat dipastikan sesuai dengan regulasi Perba 11 tahun 2022 tentang Penetapan Aset Kripto dan memiliki hasil penilaian dengan metode Analytical Hierarchy Process (AHP) yang ditetapkan oleh Bappebti.
Reku juga melakukan proses due diligence internal yang ketat oleh tim Crypto Research Reku, berfokus pada keamanan dan kelayakan sebuah aset kripto sebelum mendaftarkan koin. Dengan begitu, investor juga bisa lebih aman dan nyaman dalam berinvestasi.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News