Reporter: Rezha Hadyan | Editor: Yudho Winarto
Adapun yang menjadi anggota RSPO adalah PT Salim Ivomas Pratama Tbk (SIMP), induk usaha PP London Sumatra yang berstatus sebagai pemegang saham mayoritas sebesar 59,48%.
Lantas bertambahnya hambatan bagi ekspor minyak kelapa sawit ini apakah akan memberikan pengaruh pada pergerakan saham emiten kelapa sawit yang melantai di Bursa Efek Indonesia?
Analis Indo Premier Sekuritas Mino mengatakan kebijakan yang muncul dari AEON ini tentunya akan mempengaruhi kinerja emiten berorientasi ekspor yang belum memiliki sertifikasi RSPO.
Tetapi kinerja mereka dinilai masih akan tertolong oleh kebijakan pemerintah terkait dengan Biodiesel B-20 yang akan menyerap lebih banyak produksi minyak kelapa sawit dalam negeri.
“Selain itu isu mengenai hambatan kelapa sawit dan sertifikasi RSPO ini sudah bergulir cukup lama, tentunya koreksi harga yang sempat terjadi tahun lalu sudah cukup merefleksikan isu tersebut, sudah price-in,” kata Mino.
Sementara itu Analis Panin Sekuritas William Hartanto menilai prinsip-prinsip yang ada di dalam sertifikat RSPO sangat sederhana, tapi tentunya bisa mempengaruhi penjualan ekspor emiten kelapa sawit.
Emiten-emiten tersebut masih bisa tertolong oleh kebijakan pemerintah terkait dengan Biodiesel B-20. “Biodiesel B-20 masih bisa membantu selama masih dijalankan dan bisa melindungi produk dalam negeri,” kata dia.
Analis Samuel Sekuritas Sharlita Malik melalui hasil risetnya yang diterima oleh Kontan.co.id mengatakan secara keseluruhan saham emiten kelapa sawit di tahun 2019 masih dipengaruhi oleh sejumlah sentimen positif.
“Peluang penguatan harga minyak kelapa sawit di kuartal pertama tahun 2019 seiring dengan penurunan bea masuk ke India akan menjadi salah satu sentimen positif,” ungkap dia.
Sebagai informasi, per Januari 2019 Pemerintah India memutuskan menurunkan bea masuk bagi minyak kelapa sawit mentah atau Crude Palm Oil (CPO) dari negara-negara ASEAN termasuk Indonesia sebesar 400 bps menjadi 40% dan Refined Palm Oil sebesar 900 bps menjadi 50%, terkecuali bagi Malaysia yang hanya diturunkan 45%.
Penurunan bea masuk ini tentu berpeluang membuat harga minyak kelapa sawit menjadi lebih murah dan meningkatkan permintaan India yang selama ini menjadi importir terbesar minyak kelapa sawit dunia.